Kursi Panas Diburu, Rakyat Ditipu
Opini
Sejatinya, pemilihan ini bukan untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan elit politik dan kroninya
Slogan "bagi rakyat oleh rakyat untuk rakyat" hanya isapan jempol semata
_________________
Penulis Rina Ummu Meta
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setelah beberapa bulan lalu dilaksanakan pesta demokrasi yaitu pemilu, kembali suara rakyat diburu. Kali ini untuk mendapatkan kursi panas pilkada, yang akan dilaksanakan serentak pada 27 November nanti. Beberapa partai mulai berkoalisi.
Seperti di Depok, Jawa Barat, Partai Keadilan Sosial (PKS) berkoalisi dengan Partai Golkar. Mereka sepakat mengusung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi A.Rafiq sebagai bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok di Pilkada nanti. Imam mengungkapkan pasangan Imam-Ririn berencana melakukan deklarasi secepatnya setelah keluarnya Surat Keputusan (SK) dari DPP masing-masing. Farabi mengungkapkan Partai Golkar berkoalisi dengan PKS karena ingin membangun kota Depok bersama-sama.(www.nasional.tempo 12/5/2024)
Demi untuk mendapatkan jabatan yang diinginkan para calon menggunakan berbagai cara. Mereka menebar janji-janji manis kepada rakyat, bagi-bagi BLT bahkan rela melakukan kecurangan demi meraup perolehan suara sebanyak-banyaknya agar terpilih.
Di antara calon terdapat publik figur atau artis, mereka memanfaatkan popularitasnya untuk mendulang suara. Meski, kemampuan dalam bidang kepemimpinan masih dipertanyakan. Mereka berburu kedudukan atau jabatan sebagai penguasa. Bagi mereka kekuasaan adalah sarana untuk meraih materi dan kedudukan (prestise) serta kemudahan dan fasilitas lainnya.
Sejatinya, pemilihan ini bukan untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan elit politik dan kroninya. Slogan "bagi rakyat oleh rakyat untuk rakyat" hanya isapan jempol semata. Faktanya setelah menjabat mereka lupa akan tugas dan janji-janji manisnya kepada rakyat sebelum menjabat. Yang ada di benak mereka hanya meraih materi sebanyak-banyaknya dan sibuk memperkaya diri.
Inilah yang terjadi dalam sistem demokrasi yang dianut saat ini. Sistem yang melahirkan sekuleralisme kapitalis, memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia bebas melakukan apa saja tanpa memandang halal haram, bagi mereka materi dan jabatan adalah standar untuk meraih kebahagiaan.
Jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Dalam hadis disebutkan : "Imam/Khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap rakyatnya" (HR. Al Bukhari)
Menjadi seorang pemimpin bukan tugas yang mudah. Pemimpin harus menjalankan kewajibannya dalam meriayah umat dengan penuh tanggung jawab sesuai syariat. Pemimpin terbaik sepanjang masa adalah Rasulullah saw. Pantaslah jika Beliau dijadikan suri tauladan dan sosok panutan dalam memimpin umat. Pemimpin dalam Islam harus memiliki empat sifat yaitu : siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), fathanah (cerdas).
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pemimpin adalah: laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan cerdas serta memiliki kemampuan dalam memimpin.
Memberikan kepercayaan kepada yang bukan ahlinya merupakan suatu tanda kehancuran. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat" (HR. Imam Al Bukhari)
Rasulullah juga memberi peringatan dan ancaman kepada pemimpin yang zalim dan curang terhadap rakyatnya. Beliau bersabda: "Tidaklah seorang hamba diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga" (HR. Imam Al Bukhari).
Dalam sistem Islam, mekanisme pemilihan kepala daerah atau gubernur (wali, amil) sangat sederhana, cepat, murah, efektif dan efisien. Pemilihan seperti ini akan menutup rapat pintu kecurangan. Gubernur atau wali dipilih oleh seorang khalifah sesuai akad syariat. Gubernur merupakan perpanjangan tangan khalifah dalam meriayah umat. Khalifah juga berhak memberhentikan gubernur jika melakukan pelanggaran, atau jika umat sudah tidak menghendaki atau tidak menyukai gubernur lagi.
Demikian, gambaran pemilihan kepala daerah dalam Islam. Islam menuntun agar pemimpin senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Swt. dan menjalankan perintah serta menjauhi larangan Nya. Sehingga pemimpin yang amanah akan senantiasa mencari rida Allah. Pemimpin yang amanah bisa diwujudkan jika diterapkan sistem Islam secara kafah. Wallahuallam bissawab. [Dara]