Alt Title

Masalah Judi, Islam Yang Mampu Mengatasi bukan Demokrasi

Masalah Judi, Islam Yang Mampu Mengatasi bukan Demokrasi

 


Karena jelas keharamannya, negara akan melarang segala bentuk perjudian

Negara akan memberikan sanksi tegas bagi semua orang yang terlibat dalam perjudian dengan hukuman yang membuat jera

___________________


Penulis Ni'matul Afiah Ummu Fatiya

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Kebijakan Publik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sungguh miris menyaksikan kondisi bangsa ini, negeri yang mayoritas penduduknya muslim tetapi justru mendapat predikat nomor satu pemain judi online terbanyak di dunia. Yakni sekitar 3,2 juta orang seperti yang dilaporkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Dengan akumulasi perputaran uang pada kuartal 1-2024 mencapai angka sekitar 600 Triliun. 


Iklan Judi online yang menggiurkan begitu mudah diakses, menyasar semua kalangan. Mulai dari anak-anak, pelajar, mahasiswa, buruh, petani bahkan sampai ibu rumah tangga turut menjadi pemainnya. Lebih miris ternyata judol juga menyusup ke dunia pendidikan. Para pelaku rata-rata berasal dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. 


Selain dipermudah oleh teknologi,  keimanan yang tipis, judol ini disebabkan karena kemiskinan struktural akibat diterapkannya sistem kapitalis saat ini. Susahnya mendapatkan uang dan mencari pekerjaan sementara biaya hidup yang harus dipenuhi kian hari kian mencekik membuat orang berpikir instan.


Judol adalah salah satu cara yang dinilai ampuh untuk mendapatkan uang yang banyak dengan cara mudah dan cepat. Meski kenyataannya, tidak ada cerita orang kaya karena main judi. Sebaliknya banyak yang bangkrut akibat main judi bahkan banyak kasus bunuh diri atau membunuh orang lain, gangguan psikologi akibat main judi. 


Masalah judol ini adalah masalah yang sangat serius, seperti benang kusut yang saling terkait satu dengan lainnya. Cara penyelesaiannya harus membutuhkan keseriusan sehingga tepat sasaran. Judi atau taruhan, mengundi nasib bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan sejak Rasulullah saw. belum diutus menjadi Rasul kebiasaan ini sudah ada di kalangan bangsa Arab. Diutusnya Rasulullah saw. salah satunya adalah menghilangkan kebiasaan buruk ini. 


Banyaknya keburukan akibat judi ini menjadi perhatian berbagai pihak Pemerintah khususnya untuk menyelesaikannya. Melalui keppres No. 21 Tahun 2024 Presiden Jokowi membuat Satgas untuk pemberantasan judi online


Satgas yang ditandatangani presiden pada Jum'at 14/6 2024 itu melibatkan beberapa kementerian. Tercantum dalam keppres tersebut Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto sebagai ketua dengan wakilnya Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Sementara Menkominfo  Budi Arie Setiadi menjabat sebagai ketua harian pencegahan dibantu Dirjen komunikasi dan informasi Kominfo. Juga melibatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai ketua harian penegakan. 


MUI mengapresiasi upaya pemerintah untuk memberantas judol melalui pembentukan satgas. Namun MUI juga menolak usulan Menko PMK Muhadjir Effendy bahwa korban judol ini dimasukkan ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima Bansos (Jakarta, CNBC Indonesia). Hal itu diungkapkan oleh prof. Asrorun Niam Sholeh sebagai Ketua MUI bidang fatwa (Detik, 15/6).


Meski, berbagai upaya telah dilakukan termasuk memblokir sejumlah situs yang memuat aplikasi judi online. Bahkan, pihak OJK (otoritas Jasa Keuangan) telah memblokir sekitar 5000 rekening yang digunakan terkait judi online. Namun, masalah judol ini tidak kunjung selesai. Ibarat pepatah mati satu tumbuh seribu. Banyaknya permintaan membuat judol ini terus menjamur. Upaya Pemerintah dirasa tidak sepenuh hati, masih tebang pilih. 


Dalam sistem demokrasi kapitalis yang berpangkal pada sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) manfaat dijadikan sebagai asas dalam segala aktivitas. Cara pandang dan penyelesaian masalah berasaskan asas manfaat ini. Termasuk masalah perjudian. Meski, sudah jelas bahayanya namun karena dirasa masih ada manfaatnya maka tetap dipertahankan, bahkan, menjadi sumber pendapatan bagi negara melalui penarikan pajak. 


Dalam Islam sudah jelas bahwa judi itu haram secara mutlak. Seperti yang tercantum dalam surat Al-maidah ayat 90: "Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syetan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan." 


Negara atau penguasa berperan sebagai ra'in (pengatur urusan rakyat) dan Junnah (perisai/pelindung rakyat). Dua peran ini senantiasa dilakukan oleh negara dengan baik. Sebagai ra'in, negara menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.


Negara harus memastikan bahwa seluruh rakyat tercukupi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan papan dengan baik. Selain itu, kebutuhan pokok kolektif seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal itu bisa dilakukan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat khususnya laki-laki. Memberikan batasan kepemilikan individu, kepemilikan umum serta kepemilikan negara dan tata cara pengelolaannya. 


Adapun peran negara sebagai junnah, negara akan melindungi seluruh rakyatnya dari berbagai macam ancaman dan bahaya, termasuk bahaya dari perjudian. Negara akan melakukan pembinaan dan penanaman akidah serta pendidikan bagi seluruh rakyat yang berasaskan syakhshiyah islamiyah. Sehingga, rakyat menjadikan Islam sebagai landasan dalam berpikir dan bersikap. 


Karena jelas keharamannya, negara akan melarang segala bentuk perjudian dan memberikan sanksi tegas bagi semua orang yang terlibat dalam perjudian dengan hukuman yang membuat jera, berupa ta'zir yang ditetapkan oleh khalifah. 


Demikian, Islam sebagai agama dan ideologi yang mengatur seluruh kehidupan sehingga Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghofuur bisa benar-benar dirasakan, bukan sekedar slogan dan angan-angan. Wallahuallam bissawab. [Dara]