Pendidikan Kapitalis, Menghapus Impian Rakyat Kecil
Surat Pembaca
Pendidikan dalam Islam adalah kewajiban dan kebutuhan vital
Negara wajib menjamin penyelenggaraan pendidikan, termasuk pembiayaannya
______________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Kebijakan pemerintah makin hari makin memberatkan, terutama dalam bidang pendidikan. Saat ini, pemerintah berencana menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara signifikan di beberapa perguruan tinggi negeri.
Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga mulai menerapkan uang pangkal untuk masuk kuliah. Kebijakan ini bisa mengubur impian banyak anak muda yang ingin melanjutkan pendidikan di PTN.
Dulu, PTN dikenal lebih terjangkau dibandingkan dengan perguruan tinggi swasta, tetapi sekarang biayanya justru makin tinggi. Banyak mahasiswa terancam tidak bisa melanjutkan kuliah karena tidak mampu membayar kenaikan UKT ini. (news.detik.com, 27/05/24)
Salah satu dampak dari liberalisasi PTN adalah kenaikan UKT, terutama sejak tahun 2000 dengan diberlakukannya UU PTN-BHMN. UU ini tidak menambah, malah memangkas anggaran pendidikan tinggi dari negara.
Akibatnya, PTN diberi otonomi untuk mencari sumber dana sendiri, sering kali dengan membebankan biaya tinggi kepada mahasiswa, termasuk melalui jalur mandiri bagi mereka yang mampu membayar lebih mahal.
Pemerintah makin terlihat lepas tangan dalam membiayai pendidikan rakyatnya, dengan alokasi anggaran pendidikan yang hanya 20 persen dari APBN. Anggaran ini harus didistribusikan ke banyak pos pendidikan, termasuk Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud, yang jauh dari cukup untuk membiayai 85 PTN di seluruh Indonesia.
Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi salah satu sumber utama pembiayaan pendidikan. Di beberapa negara kapitalis, pendidikan bisa gratis hingga perguruan tinggi karena pajak yang tinggi.
Namun, di tempat lain, pendidikan tinggi tetap mahal dan banyak mahasiswa berakhir dengan utang besar, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Di mana pada 2019 terdapat 44 juta mahasiswa terjerat utang pendidikan sebesar 1,5 triliun dolar. Kebijakan ini merampas hak banyak rakyat untuk bisa masuk PTN, mengancam kualitas sumber daya manusia dan daya saing internasional.
Sistem kapitalisme dan Islam sangat berbeda pandangan mengenai pendidikan. Islam sangat mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an dan hadis. Dalam Islam, pendidikan bukanlah pilihan tersier, melainkan kewajiban dan kebutuhan pokok.
Islam menetapkan dua tujuan pendidikan, yaitu:
Pertama, mendidik setiap muslim agar menguasai ilmu agama yang wajib (fardu 'ain), seperti akidah dan fikih ibadah.
Kedua, mencetak pakar dalam ilmu agama yang dibutuhkan umat (fardu kifayah), seperti ahli fikih dan tafsir. Firman Allah dalam TQS. At-Taubah (9): 122 menekankan pentingnya memperdalam pengetahuan agama untuk memberikan peringatan kepada kaumnya.
Fardu kifayah juga mencakup mencetak pakar sains dan teknologi yang dibutuhkan umat. Imam al-Ghazali dalam Ihya' Ulum ad-Din menegaskan pentingnya keberadaan ahli dalam berbagai bidang sains bagi umat. Jika jumlahnya belum mencukupi, maka seluruh kaum muslimin berdosa.
Pendidikan dalam Islam adalah kewajiban dan kebutuhan vital. Negara wajib menjamin penyelenggaraan pendidikan, termasuk pembiayaan dari sumber-sumber yang ditetapkan syariat, seperti pendapatan dari tambang, infak, dan sedekah.
Sejarah mencatat kejayaan pendidikan Islam yang menghasilkan banyak ulama dan ilmuwan yang menginspirasi dunia Barat. Semua ini terwujud karena kesetiaan umat dan negara menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.
Negara Islam akan menjadi kekuatan adidaya dengan umat yang berpendidikan tinggi, mandiri, dan tidak tergantung pada negara lain. Semua ini hanya bisa tercapai jika syariat Islam diterapkan secara kafah dalam semua aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [SJ]
Aning Juningsih