Alt Title

Pengesahan UU KIA Membuat Anak dan Ibu Sejahtera Benarkah?

Pengesahan UU KIA Membuat Anak dan Ibu Sejahtera Benarkah?

 


Sistem ekonomi Islam menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan

Islam memuliakan perempuan dengan semua peran fitrahnya

______________________________


Penulis Melta Vatmala Sari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Universitas Jambi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pengesahan RUU KIA menjadi UU dianggap akan membawa angin segar bagi perempuan untuk dapat tetap berkarir karena mendapat cuti dan tetap bisa tenang bekerja. Sehingga menguatkan pemberdayaan ekonomi perempuan.


Sebagaimana paradigma kapitalisme bahwa perempuan produktif adalah perempuan yang bekerja. Di sisi lain, cuti 6 bulan tidak cukup untuk mendampingi anak karena anak membutuhkan pengasuhan terbaik dari ibu hingga mumayyiz.


Hanya Islam yang tulus memperhatikan kesejahteraan ibu dan anak demi berjalannya fungsi strategis dan politis peran keibuan dan membangun profil generasi cemerlang.


DPR RI saat ini sedang membahas untuk pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)  untuk dijadikan sebagai UU. Salah satunya mereka membahas untuk para ibu hamil selama enam bulan dicutikan.


Hal ini ternyata sudah disahkan dalam UU Ketenagakerjaan. Dalam RUU KIA, DPR merencanakan memberikan hak cuti bagi para ibu yang hamil selama enam bulan. RUU ini kesejahteraan ibu dan anak juga diatur cuti mereka selama 40 hari bagi para suami supaya dapat mendampingi istrinya saat detik-detik melahirkan dan cuti.


Selain itu, RUU tersebut memberikan hak kepada ibu hamil untuk mengambil cuti selama 1,5 bulan atau disesuaikan dengan surat instruksi dari dokter kandungan atau bidan selama 7 hari jika istri mereka mengalami keguguran atau pendarahan. Namun berlakunya UU ini tidak mengatur secara spesifik yang harus dilaksanakan oleh seorang suami selama masa cuti yang diberikan.


Dilansir liputan6.com, dalam rapat paripurna pada Selasa, 4 Juni 2024 lalu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik pengesahan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) oleh DPR.


Tuti Elfita, Ketua Departemen Kajian Perempuan, Anak, dan Keluarga BPKK DPP PKS, menyatakan bahwa partainya menekankan bahwa pengesahan UU KIA sesuai dengan paradigma penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, yang merupakan bagian penting dari keluarga.


Namun, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membatasi jangka waktu cuti melahirkan hingga tiga bulan. Namun, hak cuti tiga bulan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu satu setengah bulan sebelum melahirkan dan satu setengah bulan setelah melahirkan. Pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan anak hanya berhak mendapatkan cuti dua hari, tetapi PNS laki-laki dapat mengajukan cuti selama sebulan. Peraturan BKN No. 24 Tahun 2017 menetapkan hal ini.


Sebaliknya, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) menentangnya karena membuat pengusaha merasa terbebani. Selain itu, ada kekhawatiran tentang bagaimana aturan tersebut akan memengaruhi partisipasi perempuan dalam bisnis.


Dikatakan bahwa cuti hamil enam bulan membuat bisnis lebih sulit untuk membayar pekerja yang tidak bekerja dan membutuhkan biaya tambahan untuk mempekerjakan orang lain untuk mengisi posisi cuti sementara.


Akibatnya, Apindo meminta DPR untuk berhati-hati saat menyusun RUU KIA agar tidak membebani bisnis, terutama kelas menengah dan kecil. Karena dunia bisnis saat ini sedang berusaha untuk pulih dari pandemi COVID-19.


Tidak dapat dimungkiri bahwa kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia masih menjadi masalah utama. Bukan hanya jaminan ekonomi atas kebutuhan dasar seperti pakaian, makanan, tempat tinggal, dan transportasi, tetapi juga hak-hak sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Ibu dan anak selalu dianggap lebih rentan dibandingkan kelompok sosial lainnya karena akses mereka terhadap faktor ekonomi dan sosial yang lebih rendah.


Kemiskinan berkontribusi pada rendahnya tingkat kesejahteraan ibu dan anak, dan telah menjadi karakteristik sistem yang dianut oleh pemerintah. Sampai-sampai nasib rakyat, termasuk ibu dan anak, nyaris digadaikan dari satu rezim ke rezim lainnya, seolah-olah mereka mewarisi masalah kemiskinan yang tidak dapat dihilangkan. Meskipun semua orang mengeklaim telah melakukan banyak hal untuk menyelesaikannya,


Ironisnya, meskipun Indonesia memiliki banyak potensi strategis, masalah kemiskinan kronis terjadi di negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dan manusia, yang disebut sebagai gemah ripah loh jinawi, di mana tingkat kemiskinan tetap tinggi.


Sistem sekuler kapitalis yang diterapkan adalah dasar dari masalah kemiskinan, yang berdampak pada kesejahteraan ibu dan anak. Sistem ini hanya memungkinkan beberapa pemilik modal untuk mengambil alih kekayaan alam yang sebenarnya dimiliki oleh semua orang.


Sebenarnya, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak hanyalah solusi tambal sulam yang tidak akan pernah mencapai tujuan, karena masalah kesejahteraan ibu dan anak tidak terbatas pada jumlah cuti hamil dan aborsi yang diperlukan.


Memang, masalah kesejahteraan ibu dan anak terkait dengan kepemimpinan dan penerapan sistem kapitalisme liberal sekuler. Masalah ini tidak mungkin diselesaikan dan akan menjadi sia-sia.


Sistem ekonomi Islam menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk perempuan tanpa meletakkan kewajiban mencari nafkah pada perempuan. Islam memuliakan perempuan dengan semua peran fitrahnya, bukan dari berapa banyak uang yang dihasilkan.


Sejarah menunjukkan bahwa kehidupan umat Islam selama lebih dari tiga belas abad di bawah Daulah Islam penuh dengan keindahan dan berkah. Karena pentingnya tanggung jawab di akhirat, kepemimpinan Islam mendorong para penguasa untuk benar-benar peduli dan melayani rakyat.


Dengan diterapkan secara kafah, aturan Islam dapat menyelesaikan kehidupan dan pasti akan menghasilkan kesejahteraan yang dirasakan oleh semua orang. Islam menawarkan aturan yang begitu menyeluruh.


Dimulai dari keluarga, dalam hal ini suami dan wali, melalui undang-undang pemeliharaan dan perwalian, kesehatan ibu dan anak sangat penting. Selain itu, berfungsi sebagai negara pemelihara dan pelindung umat manusia dengan mengingatkan peran amar makruf dan nahi mungkar serta menerapkan hukum Islam berdasarkan iman. Wallahualam bissawab. [SJ]