Alt Title

Politik “Balas Budi” Lumrah dalam Demokrasi

Politik “Balas Budi” Lumrah dalam Demokrasi

 


Seharusnya jabatan publik itu ditempati oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi melalui seleksi yang transparan, ada uji dan kemampuan dan kelayakan, bukan hanya sebagai formalitas

Orang-orang yang memiliki kualifikasi akan mampu mengelola perusahaan dengan profesional dan baik

__________________


Penulis Rita Yusnita

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemilu telah lama usai, tetapi berbagai hal yang berkaitan dengan suksesnya kemenangan salah satu calon Presiden masih berlanjut. Menurut berita yang dilansir bbc.com, Jumat (14/06/2024), belakangan ini publik ramai mempertanyakan terkait penunjukkan sejumlah pendukung Presiden terpilih (Prabowo) dan orang-orang terdekat Presiden Jokowi sebagai Komisaris dan direktur BUMN. Seperti mantan Wakil Ketua Dewan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie yang diangkat menjadi Komisaris Mining Industry Indonesia (MIND ID). Lalu Fuad Bawazier, seorang politikus Partai Gerindra ditunjuk untuk menduduki jabatan komisaris utama. 


Selain itu, ada pula anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya diangkat sebagai Komisaris PT Pupuk Sriwijaya (Persero). Condro Kirono dan Simon Aloysius Mantiri yang merupakan Wakil Ketua dan Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Presiden dan Wakil Presiden terpilih, masing-masing ditunjuk sebagai Komisaris Independen dan Komisaris Utama PT Pertamina. Sementara, Prabu Revolusi menduduki jabatan Komisaris Independen PT Kilang Pertamina Internasional. 


Hal ini seperti mengulang praktik yang kerap terjadi pada dua periode masa pemerintahan Presiden Joko widodo. Sehingga pengamat menilai ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan dan praktik “bagi-bagi jabatan”. Bukan tanpa alasan ketika penempataan sejumlah politisi pendukung Presiden terpilih Prabowo menuai sejumlah kritikan.


Menurut pandangan yang disampaikan Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko, penempatan seseorang di jabatan publik termasuk BUMN yang tidak didasarkan pada profesionalisme dan kompetensi yang memadai diyakini akan mempengaruhi tata kelola perusahaan, merusak budaya profesionalitas, dan menimbulkan spekulasi bisnis yang negatif. Di sini sangat jelas terlihat konflik kepentingannya, semua hal bersandar pada faktor kedekatan saja bukan faktor profesionalitas.


Menurut survei yang dilakukan TII, pada Maret 2021 sebanyak 14,73 persen jabatan komisaris BUMN diisi oleh tokoh berlatar belakang relawan calon presiden hingga anggota partai. Selain itu, 51,66 persen kursi komisaris diduduki pejabat birokrasi sebagai perwakilan pemerintah selaku pemegang saham BUMN, sedangkan sisanya dari kalangan profesional hanya sekitar 17,63 persen, dilansir voaindonesia.com, Minggu (16/06/2024).


Meski mereka berkilah bahwa pengangkatan para pejabat itu melewati sejumlah tahapan sehingga komisaris terpilih memenuhi syarat materil, formal, dan non partisan. Bahkan, pemilihan diproses sedemikian rupa hingga tak bisa dinilai melanggar regulasi yang ada. Namun, problem mendasarnya adalah apakah mereka mampu menjalankan tugas dan menyelesaikan problem krusial di BUMN yang ditetapkan?


Sebagai perusahaan yang melakukan PSO (public service obligation). BUMN mempunyai kewajiban memberikan pelayanan publik sehingga ketika penunjukkan para pejabatnya secara langsung bukan karena kompetensinya atau karena keahlian BUMN. Namun, karena ada komisaris yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek tertentu. Hal ini akan berbahaya dan cenderung tidak kompetitif. 


Sejak jaman kolonial, politik “balas budi” sudah dikenal di negeri ini. Dan ternyata masih diadopsi oleh para pejabat kita. Menurut Kordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, fenomena “balas budi” terhadap partai politik atau aktor di parpol yang memberi dukungan kemenangan sudah lama terjadi terutama pasca pemilu.


Seharusnya jabatan publik itu ditempati oleh orang-orang yang mempunyai kompetensi melalui seleksi yang transparan, ada uji dan kemampuan dan kelayakan, bukan hanya sebagai formalitas. Orang-orang yang memiliki kualifikasi akan mampu mengelola perusahaan dengan profesional dan baik. Seorang komisaris BUMN harus memiliki kompetensi dan integritas, sebab tugas utama komisaris adalah mengawasi dan memberikan nasihat mengenai jalannya perusahaan. 


Dalam demokrasi, politik “balas budi” lumrah terjadi karena semua dinilai dari manfaat dan materi yang didapat. Masa kampanye yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, juga koneksi dari berbagai pihak untuk memperkuat posisinya di saat pemilihan adalah bagian penting jika ingin menang dalam kompetisi.


Ketika terpilih otomatis mereka harus memberikan imbalan yang setimpal baik itu dalam bentuk kerjasama juga kepentingan lain yang tentunya bernilai materi. Hal itu wajar terjadi dalam sistem Kapitalisme sekularisme. Sistem yang meniscayakan segala bentuk kecurangan, termasuk dalam pemilihan penguasa dan pejabat pemerintahan. Akibatnya, tidak perlu standar dalam hal kemampuan atau kapabilitas untuk menjadi pejabat. 


Lain halnya jika sistem Islam yang mengatur. Dalam Islam, kekuasaan merupakan sebuah amanah yang mesti di pertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.. Hal ini disebutkan dalam sebuah Hadis, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjwaban atas yang dipimpinnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Untuk menjamin keberlangsungan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada pemimpin Islam memberikan syarat sebagai berikut yaitu seorang Muslim, laki-laki, balig dan beraqal, adil, merdeka, dan mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin atau kepala negara. Begitu pun dengan para pejabat yang membantu tugas pemimpin di pemerintahan. Mereka yang terpilih harus orang-orang yang berkompeten di bidangnya, juga memiliki kapabilitas agar dapat menjalankan perannya secara optimal.


Dalam Islam, kepemimpinan bukan hanya sekedar mendudukan seseorang dalam kursi kekuasaan namun yang lebih penting bagaimana kekuasaan itu digunakan untuk mengurus rakyat sesuai dengan hukum Islam sehingga dapat dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun akhirat. Wallahuallam bissawab. [Dara]