Alt Title

World Water Forum (WWF) dan Pengelolaan Air untuk Kepentingan Siapa?

World Water Forum (WWF) dan Pengelolaan Air untuk Kepentingan Siapa?

 


Berbeda dalam sistem Islam yang tidak memperbolehkan adanya pengelolaan SDA oleh swasta terutama air yang merupakan kebutuhan vital bagi umat manusia

Sumber daya alam menjadi salah satu kepemilikan umum yang haram dikapitalisasi

______________________________


Penulis Sunarti 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Sosial


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - KBRN, Denpasar: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Basuki Hadimuljono, menutup World Water Forum ke-10  International Convention Center (BICC) Nusa Dua Bali. Ia menyampaikan seluruh agenda yang diusulkan Indonesia telah berhasil tercapai.


World Water Forum ke-10 menghasilkan Deklarasi Menteri yang memberikan arah yang jelas di tengah tantangan global. Usul Indonesia soal Hari Danau Sedunia juga dicantumkan serta pembentukan Center of Excellence untuk ketahanan air dan iklim, pengarusutamaan pengelolaan sumber daya air di pulau-pulau kecil.


Kesepakatan pendanaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Karian Serpong Banten dan Nota Kesepahaman (MOU) mengenai Net Zero Water Supply Infrastructure Project di Ibu Kota Nusantara (IKN).


MOU itu ditandatangani oleh Direktur Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti dan Wakil Presiden K-Water Han Seong Yong. K-Water merupakan perusahaan milik negara Korea Selatan.


Dalam satu dekade terakhir banyak terjadi krisis air di berbagai wilayah. PBB mencatat 2,2 miliar orang yang kesulitan mengakses layanan air minum secara aman dan 4,2 miliar orang tidak mempunyai sanitasi yang memadai. Kita bisa bayangkan bagaimana sulitnya menjalani kehidupan tanpa air, sebab hampir seluruh aktivitas sehari-hari manusia pasti membutuhkan air.


Inilah alasan mendasar terbentuknya World Water Council (WWC), yang memberikan kesadaran tentang pentingnya air untuk kehidupan di tingkat nasional. Selain itu, agenda tersebut juga bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan pada tahun 2030.


Beberapa tahun kemudian, peserta WWF akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya  masalah tentang air. Indonesia pun bergabung setelah merasa berkepentingan, sebab Indonesia memiliki perairan yang sangat luas sekitar 65%. (Antaranews.com, 26/5/2024) 


Fakta yang bisa kita lihat selama ini, pengelolaan air di berbagai wilayah diserahkan kepada pemilik modal oleh negara dengan cara dikomersilkan. Di Indonesia, jika ingin mendapatkan air bersih sebagian rakyat harus membeli kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diberi kewenangan oleh negara untuk mengelola dan menyalurkan air kepada masyarakat dengan syarat berbayar. Di beberapa wilayah ada juga yang kesulitan air bersih, padahal ada Perusahaan Daerah Air Minum di tiap-tiap daerah.


Negara hanya berfokus pada pengelolaan air yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tanpa memikirkan apa yang menjadi penyebab sumber air terbatas. Misalnya, adanya pembangunan besar-besaran dengan cara menebang ratusan pohon tanpa disertai reboisasi, pembangunan jalan tanpa drainase, serta pembangunan di wilayah rawa-rawa dan sebagainya yang menjadikan sumber daya alam rusak, hilangnya fungsi tanah sebagai pengikat air yang menjadi penyebab kekeringan dan kebanjiran.


Adanya berbagai proyek untuk mengeksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan swasta yang pintu masuknya dibuka oleh negara dengan dalih investasi, yang boleh jadi menjadi bencana untuk masyarakat setempat di masa yang akan datang.


Sebagai contoh sungai-sungai besar di daerah pertambangan seperti emas, nikel yang terletak di Halmahera Tengah, dan Konawe Kepulauan tercemar parah. Sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk kehidupan sehari-hari masyarakat. 


Demikian juga di daerah perkebunan kelapa sawit, air sungainya tercemar pestisida dan sedimentasi dan masih banyak lagi contoh nyata bukti kapitalisasi sumber daya alam oleh asing yang dilegalkan oleh negara.


Parahnya, meski berbagai kerusakan lingkungan sudah terlihat nyata, negara tetap saja abai dan jutaan rakyat menjadi korbannya, karena negara hanya fokus pada pajak semata. Dari sini semakin jelas bahwa pengelolaan air yang dilakukan dalam sistem kapitalisme sejatinya bukan untuk kepentingan rakyat.


Hal ini tentu berbeda dalam sistem Islam, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya pengelolaan SDA oleh swasta terutama air yang merupakan kebutuhan yang vital bagi umat manusia. Hal itu karena sumber daya alam menjadi salah satu kepemilikan umum yang haram dikapitalisasi. Negara wajib mengelola secara mandiri seluruh sumber daya alam dan memberikan manfaatnya kepada seluruh masyarakat.


Rasulullah saw. bersabda: “Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal, yaitu air, padang rumput dan api. (HR Ibnu Majah)


Negara yang menerapkan syariat Islam akan melakukan pengelolaan sumber daya alam secara halal, mendistribusikan kepada seluruh lapisan masyarakat, hingga tak satu pun rakyat yang kesulitan dalam memanfaatkannya. Selain itu, negara akan melarang aktivitas monopoli yang merugikan rakyat dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku pelanggaran.


Dalam sistem Islam, politik air sangat terkenal kehebatannya. Demikian pula dalam sistem ekonomi, pemerintahan, pertahanan, keamanan, hukuman atau sanksi lainnya. Air memiliki peran yang sangat vital sebagai pertahanan, transportasi, serta sumber kebutuhan pokok masyarakat yang harus dijaga dengan baik. 


Ada banyak contoh pengelolaan air pada masa kepemimpinan Islam, seperti di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid pada tahun 789. Di masa itu, pernah membangun waduk bawah tanah yang berfungsi untuk menampung air hujan dan jalur perdagangan di kota. Sampai saat ini, waduk tersebut masih bisa dimanfaatkan bagi penduduk kota tersebut dan menjadi situs sejarah yang sangat mengagumkan dunia.


Adanya pengelolaan sumber daya alam yang baik dan benar, itu semua karena didasari oleh keimanan dan kesadaran bahwa kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Pemerintah juga memosisikan dirinya sebagai pelayan dan pengurus umat, bukan sebagai penguasa sehingga tidak akan berbuat sekehendak hatinya, apalagi mencari keuntungan. 


Dalam sistem saat ini, mustahil rakyat mendapatkan pelayanan yang luar biasa sebagaimana dalam sistem Islam. Karena itu hanya bisa didapatkan umat dengan mengembalikan sistem Islam sebagai landasan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang nantinya akan diatur oleh syariat Islam secara sempurna, sehingga masyarakat akan terpenuhi seluruh hak dan kebutuhannya. Wallahualam bissawab. [SJ]