Bogor Darurat Pinjaman Online dan Judi Online
OpiniSekularisme kapitalisme menganggap judi online dan pinjaman online merupakan ranah privasi dan lumrah dilakukan
Sehingga banyak individu yang melakukannya dan menstandarkan hidupnya hanya pada materi semata
_________________________
Penulis Siti Sopianti
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bogor sebagai kota beriman seharusnya terjaga dari aktivitas masyarakat yang mengundang murka Allah Swt. seperti judi, riba, pinjaman online, narkoba, minuman keras, perzinaan, dan lain sebagainya. Namun pada faktanya, semua itu masih mengancam generasi Islam. Berkembang pesatnya dunia digital. Membuat semua mudah diakses contohnya, seperti pinjaman online dan judi online.
Sebagai kota yang dikenal religius, ternyata untuk urusan pinjaman online Bogor menempati urutan kedua. Hal tersebut membuat miris berbagai pihak. Tak terkecuali dari pemerintah kota (Pemkot) Bogor itu sendiri. Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengajukan Raperda terkait Pinjaman online (Pinjol) dan Judi online (Judol).
Pemkot Bogor akan meminta fasilitasi dari pemerintah provinsi Jawa Barat untuk membahas rekomendasi DPRD dan payung hukum terkait rencana aksi daerah dalam pencegahan pinjaman online dan judi online.
Menurut Kepala Bagian Hukum dan HAM, Alma Wiranta, Pemkot Bogor bersikeras untuk memberantas terkait kasus pinjaman online dan judi online tersebut. Sampai-sampai mereka mengajukan banding Raperda dan kritik legislatif atas penolakan Pemprov Jabar terhadap usulan tersebut. Banding tersebut diupayakan karena kota Bogor saat ini menempati peringkat kedua di Indonesia dalam kasus pinjaman online. Dengan nominal sebesar Rp612 miliar. (www.barayanews.co.id, 07/07/2024)
Adanya penolakan dari pemerintah provinsi Jawa Barat, itu menjadi bukti bahwa sistem saat ini sangat sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan). Mereka menilai bahwa pinjaman online dan judi online merupakan ranah privasi yang tidak diatur dalam peraturan daerah. Sistem saat ini juga sangat kapitalis. Di mana semua orang menstandarkan hidupnya hanya pada materi semata.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan itu kebutuhan bersifat komplementer, masyarakat rela melakukan pinjaman dengan fasilitas ribawi. Dengan niat untuk meraup keuntungan, semua masyarakat rela terjun di dunia perjudian. Terlebih warna demokrasi pun tergambar. Dengan menganggap bahwa pinjaman ribawi itu sudah hal biasa. Terjadi kesepakatan di antara masyarakat umum, baik kelas atas maupun bawah, baik dilakukan oleh pejabat maupun oleh rakyat biasa.
Tidaklah aneh bahwa dalam sistem demokrasi, sesuatu yang haram dapat menjadi halal, dan yang halal kadang dianggap aneh. Sekalipun itu sesuai dengan syariat Islam. Dalam sistem demokrasi aturan tersebut dibuat berdasarkan musyawarah mufakat atas sekumpulan masyarakat. Sehingga standar baik dan buruk itu bukan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.
Namun, menurut segelintir orang aturan yang dipakai adalah aturan manusia atau penguasa sebagai pemangku jabatan. Padahal manusia sifatnya lemah dan serba terbatas. Aturan dari Allah Swt. sebagai Sang Khaliq justru diabaikan. Himbauan dan anjuran serta hukum Islam dikesampingkan.
Oleh sebab itu, demokrasi tidak boleh lagi diadopsi di negeri ini sebagai pedoman hidup manusia. Karena, sangat bersebrangan dan menyalahi aturan syariat Islam. Dalam sistem Islam kedaulatan itu di tangan syarak bukan di tangan manusia. Karena, pinjaman online dan judi online itu haram dalam kacamata syarak. Tidak perlu ada lagi musyawarah mufakat untuk menyepakati aturan terkait pinjaman online dan judi online.
Dalam hal ini penguasa (pemerintah) harus bersikap tegas terhadap masyarakat dalam menjalankan hukum syarak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan sanksi yang tegas kepada siapapun yang melakukan pinjaman online dan judi online. Sehingga membuat efek jera pada pelakunya.
Itu semua bisa terwujud jika Islam tegak di muka bumi ini. Hanya sistem pemerintahan Islam yang mampu menjalankannya dengan bersumber pada aturan dan hukum Islam, serta berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah. Bukan pemerintahan yang berdasarkan demokrasi, bukan pula sistem kapitalis yang sekuler atau sistem komunis yang menapikan adanya Tuhan di tengah masyarakat. Wallahualam bissawab [DW-Dara/MKC]