Alt Title

Demi Cuan Remaja Doyan Tawuran, Gak Bahaya Tah?

Demi Cuan Remaja Doyan Tawuran, Gak Bahaya Tah?

 


Kaum terpelajar seharusnya menjadi generasi emas penerus bangsa

Namun justru mereka menjadi pelaku tawuran, judol, dan lain sebagainya. 

_________________________


Oleh Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Akhir-akhir ini tawuran kembali terjadi. Selain telah menjadi budaya sebagai bentuk eksistensi diri di kalangan remaja, tawuran juga terjadi karena ada yang sengaja memancing agar dijadikan konten untuk mendapatkan cuan. 


Dilansir dalam detik news (30/06/2024) tawuran terjadi di Jalan Basuki Rahmat yang melibatkan RW 1 dan RW 2 Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dalam tawuran ini para pelaku menjalankan aksinya menggunakan berbagai benda seperti batu, petasan dan senjata tajam. Diduga penyebab tawuran ini karena warga saling ejek. Di samping itu ada faktor kesengajaan untuk mencari uang. 


Tidak hanya di Jakarta Timur, tawuran juga terjadi diwilayah Ciamis. Di mana para pelakunya adalah anggota geng motor, ada 8 orang remaja di bawah umur yang terlibat. Barang buktipun sudah diamankan yaitu 2 senjata tajam berupa pedang.


Untuk mencegah terjadinya aksi tawuran dan tindak kriminal lainnya dilakukan patroli sebagai upaya preventif dalam mencegah terjadinya aksi tawuran dan tindak kriminal lainnya di wilayah Ciamis. Namun, tetap saja tawuran sering berulang karena ada provokasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab hingga memunculkan dendam yang mengakar. 


Selain faktor di atas, ada faktor lain yang memicu terjadinya tawuran yaitu faktor ekonomi, pendidikan, kehidupan sosial budaya, dan minimnya pengawasan orang tua. (Radar Bogor, 30/06/2024).


Dari realita tersebut menggambarkan bahwa remaja saat ini telah rusak. Naluri mempertahankan diri pada remaja yang ingin diakui keberadaannya ditampakkan dengan melakukan tawuran agar mendapat perhatian dan pengakuan eksistensi dirinya. 


Alasan eksistensi diri tidak bisa dibenarkan. Sebab selain akan membahayakan pelaku tawuran, aksi ini juga membahayakan orang lain dan menimbulkan banyak kerugian. 


Demi mendapatkan kebahagiaan remaja saat ini menghalalkan berbagai cara walaupun harus melakukan hal-hal yang negatif seperti tawuran. Demi mendapatkan cuan mereka rela mengorbankan banyak hal tanpa melihat dosa atau pahala. Kondisi di atas sebagai bukti gagalnya output pendidikan sekuler kapitalis. Kaum terpelajar seharusnya menjadi generasi emas penerus bangsa. Namun justru mereka menjadi para pelaku tawuran, judol, dan lain sebagainya. 


Sistem pendidikan saat ini berdiri pada landasan sekuler. Yakni memisahkan agama dari kehidupan. Standar perbuatan yang diterapkan dalam sistem ini hanya berorientasi pada pencapaian nilai-nilai akademik dan bertolak ukur  materi atau kepuasan jasadiyah.


Selain itu, ide kebebasan dalam bertingkah laku dan berpendapat telah menjerumuskan para remaja ke dalam jurang yang curam. Di mana agama hanya dijadikan sebagai identitas individu dan hanya boleh mengatur dalam aspek ibadah. Akibatnya, remaja saat ini sangat jauh dari pribadi yang memiliki ketakwaan dan keimanan kepada Allah Swt.. Tak heran jika banyak dijumpai pelajar yang terganggu kejiwaannya, mudah stres, putus asa bahkan bunuh diri. 


Alih-alih berazam menjadi agen perubahan untuk memperbaiki negeri ini dari krisis moral, justru mereka terbawa arus. Mereka disibukan dengan sifat hedonisme, konsumtif. Lihat saja bagaimana sikap mereka ketika menyaksikan aksi tawuran. Alih-alih melakukan pelaporan kepada yang berwajib agar tawuran dapat dicegah sejak awal, mereka justru menikmati bahkan merasa puas ketika melihat temannya dipukuli bahkan diserang dengan senjata tajam. 


Di sisi lain, negara tidak mampu memberi solusi tuntas terhadap masalah tersebut. Pemerintah hanya memberikan peringatan dan pembinaan tanpa memberikan efek jera. Akibatnya, aksi tawuran kian subur dan terus berulang. 


Hal di atas tidak akan terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Sebab, Islam memiliki seperangkat aturan yang dijamin akan mampu memecahkan seluruh permasalahan manusia, termasuk akan mampu menyelesaikan problem tawuran.  


Islam mewajibkan kepada setiap individu dalam melakukan aktivitasnya harus berlandaskan kepada akidah Islam. Maka negara akan hadir dalam menanamkan akidah Islam terhadap para remaja, keluarga dan masyarakat.


Pembinaan dan pencetakan generasi unggul prosesnya dimulai dari rumah. Seorang ibu sebagai  madrasatul 'ula akan mendidik anak-anaknya berbasis akidah Islam dan penuh kasih sayang. Sehingga akan lahir generasi yang kuat yang memiliki kepribadian Islam. 


Diperkuat proses itu dengan kontrol dan kepedulian masyarakat, yang akan melakukan amar makruf nahi munkar kepada sesama muslim. Bentuk kepeduliannya dengan mencegah dan menasehati apabila melihat dari anggota masyarakat  ada yang berbuat maksiat seperti tawuran.


Terlebih lagi negara dalam Islam berperan untuk melindungi rakyatnya dan mengurusi segala urusan rakyat. Negara akan menjamin terjaganya akidah umat dengan menyaring konten media di tengah-tengah umat agar yang tersisa hanyalah konten positif dan bermuatan dakwah. Negara akan memastikan memberikan hukuman yang menjerakan kepada pelaku kekerasan juga yang menjadikannya sebagai konten.


Negara juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan individu berkepribadian Islam dan bertakwa karena asasnya adalah akidah Islam. Sehingga para pelajar akan siap dalam menghadapi berbagi persoalan hidup. Hal ini karena mereka memahami tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah. 


Oleh karena itu, hanya Islam satu-satunya pilihan untuk mengentaskan berbagai permasalahan. Bukan dengan sistem lain yang jelas-jelas telah memproduksi kerusakan. Wallahualam bissawab. [EA-GSM/MKC]