India Ubah Kotoran Sapi, Dari Polusi Jadi Solusi
Opini
Pada dasarnya, Islam telah memerintahkan umatnya agar tidak membuat kerusakan di muka bumi
Islam mengajak penganutnya untuk menjaga lingkungan
__________________
Penulis Anita Rahayu
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Remaja
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - India menjadi negara pemilik Instalasi Compressed Biogas (CBG) terbesar di Asia, yang terletak di Lehragaga, negara bagian Punjab, India Utara. Instalasi ini mulanya dibuka pada tahun 2022 dan mampu mengubah 300 ton jerami padi menjadi 33 ton biogas setiap harinya.
Selain jerami, kotoran hewan ternak seperti sapi dapat menjadi bahan baku biogas. Di India sendiri khususnya di daerah pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya bertani dan berternak, telah memanfaatkan kotoran sapi dan jerami untuk menjadi bahan baku biogas.
Biogas sendiri merupakan gas alami yang dihasilkan dari pemecahan bahan organik dari bakteri aerob dan digunakan dalam produksi energi. Biogas sangat berbeda dengan gas alam, sebab biogas adalah sumber energi terbaru yang diproduksi secara biologis melalui pencernaan anaerobik.
Biogas terdiri dari gas metana sekitar 60%, karbondioksida, sejumlah kecil nitrogen, hidrogen, juga karbonmonoksida. Biogas yang dikompresi dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk bahan bakar kendaraan.
Seorang anggota kelompok spiritual yang mengelola Ashram (tempat retret keagamaan) kecil di sebuah desa di negara bagian Maharashtra, India barat laut, bernama Kumbhar, mengumpulkan kotoran sapi di desa tersebut untuk membuat biometana. "Sekarang harga bahan bakar menjadi sangat mahal. Biogas adalah pilihan yang pas. Syaratnya cuma tempat dan sapi. Dua-duanya kami punya," ungkap Kumbhar.
Dia mencampur kotoran sapi yang sudah terkumpul dengan air, kemudian memasukkannya kedalam bioreaktor, yang akan menghasilkan cukup metana untuk 'menghidupkan' dapur ashram. Alat yang dipasang pada maret 2024 lalu ini telah menggantikan 20 liter gas alam yang biasa dibeli Kumbhar setiap bulannya.
Beberapa tamu Kumbhar yang ingin beribadah di ashram mulanya kurang antusias. "Sejumlah perempuan dari kota yang datang untuk tinggal bersama kami merasa jijik dengan baunya atau jika disuruh menyentuh kotoran sapi. Tapi kami tidak memaksa mereka. Akhirnya, mereka terbiasa dan mulai membantu. Kualitas sapinya baik jadi kotorannya tidak berbau," ungkap Kumbhar.
Badan kebijakan pemerintah NITI Aayog mengungkapkan data bahwa ternak sapi serta limbah pertanian lainnya menghasilkan sekitar 3 juta ton kotoran sapi per hari. Hal ini membuat pemerintah menginginkan agar kotoran sapi dan limbah pertanian yang ada diubah menjadi metana. Mengingat saat ini, India mengimpor sekitar 50% dari kebutuhan gas alamnya, memanfaatkan kotoran sapi untuk memproduksi biometana sendiri bisa menjadi solusi terbaik. Alih-alih uang yang mengalir ke luar negeri untuk membeli gas alam, pemerintah ingin sebaiknya uang ini dibelanjakan di dalam negeri saja.
Dalam rangka mendorong industri biogas, pemerintah akan memerintahkan pemasok gas untuk mencampur gas alam dengan biometana 1% sejak 2025, dan pemerintah berharap angka ini akan naik menjadi 5%. Selain, mengurangi impor gas dunia, biogas juga dapat mengurangi polusi udara sebab jerami yang sebelumnya dibakar kini dikirim ke bioreaktor. Dan limbah dari bioreaktor sendiri akan berguna sebagai pupuk organik.
Saat ini India, sedang membangun bioreaktor-bioreaktor yang lebih besar dengan adanya dukungan pemerintah negara bagian dan federal. Gas yang dihasilkan fasilitas komersial itu dikompresi agar lebih mudah diangkut atau digunakan sebagai bahan bakar kendaraan.
Di kota Ludhia, Punjab yang menjadi pusat produksi susu dengan sekitar 6.000 sapi memenuhi kota, kotoran sapi bahkan menjadi momok tersendiri sebab pemilik peternakan susu malah membuang limbah kotoran sapi langsung ke saluran pembuangan umum, sehingga menyebabkan polusi sungai. Dengan adanya reaktor biogas, kotoran ini bisa menjadi lebih bermanfaat dan dapat menjadi solusi penanganan limbah bagi kota tersebut. (www.bbc.com, 30/5/2024)
Polusi yang menyebabkan perubahan iklim disebabkan oleh bahan bakar fosil, batu bara, minyak dan gas, termasuk gas alam yang berasal dari limbah organik. Semua ini merupakan penyumbang daripada perubahan iklim sebesar 75% emisi gas rumah kaca, dan 90% seluruh emisi karbondioksida.
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan kesehatan manusia, seperti air bersih dan air minum yang sehat, makanan yang cukup, dan tempat berlindung yang aman. Pada 2030 sampai 2050 nanti, perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan 250.000 kematian jiwa per tahun, akibat malnutrisi, malaria, diare dan tekanan gas. (www.liputan6.com, 31/8/2023)
Pada dasarnya, Islam telah memerintahkan umatnya agar tidak membuat kerusakan di muka bumi. Serta mengajak penganutnya untuk menjaga lingkungan. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tugas ini tentu dibebankan pada setiap umat manusia, sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk mengelola alam semesta sesuai amanat yang diemban.
Seorang hamba dengan kesadaran penuh mengetahui bahwa dirinya diciptakan dengan akal, maka dia akan menggunakan akalnya untuk mengetahui rahasia penciptaan dirinya. Mencari tahu siapa penciptanya dan dengan alasan apa ia diciptakan. Manusia diciptakan bukan hanya untuk menjalani hidup dengan kehendak pribadinya. Seorang hamba yang telah mengetahui alasan penciptaanya, dengan ketakwaannya dia tidak akan melakukan perbuatan yang akan merugikan bumi tempat ia hidup, termasuk segala sesuatu yang ada di dalamnya.
Hamba yang bertakwa tersebut akan senantiasa berhati-hati dalam segala tindakannya. Sebagaimana masa-masa keemasan Islam, yang terbukti telah menjadi peradaban mulia selama lebih dari 13 abad dan menguasai 2/3 bagian dunia pada masanya. Negara menjadi wilayah yang menerapkan peraturan Islam sehingga segala sesuatu ditetapkan berdasarkan hukum syarak. Individu-individu di dalamnya dibina agar menjadi individu yang bertakwa. Masyarakat menjadi kontrol terhadap ketakwaan individu dan negara menjadi penyelenggaraan ketakwaan tersebut.
Sehingga tidak ada individu yang melakukan perbuatan yang merugikan dirinya dan lingkungannya. Sesuai dengan tujuan penciptaannya, Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah: 30)
Sudah sepantasnya sebagai pemimpin di muka bumi, manusia bertindak sebagaimana tujuan penciptaanya. Serta memikirkan dampak perbuatan dan menjaga lingkungan tempat ia menjalani hidup. Wallahuallm bissawab. [Dara]