Investasi Asing Menjadi Solusi Tepat Kesejahteraan Rakyat, Benarkah?
Opini
Negara kapitalis menyerahkan seluruh urusan rakyatnya pada pihak swasta
Banyaknya perusahaan besar yang menyediakan sejumlah kebutuhan dan fasilitas hidup bagi rakyat dianggap sebagai kemajuan ekonomi
_________________________
Penulis Tuti Sugiyatun, S.Pd I
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi pendidikan dan Pegiat literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak di Indonesia sejalan dengan banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Hal ini memicu tanda tanya di tengah masyarakat mengenai ketahanan ekonomi Indonesia yang pada kuartal I-2024 masih tumbuh 5,11 persen secara tahunan.
Dikutip dari CNBCIndonesia.com (30/62024), gulung tikarnya sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu sudah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum merebaknya Pandemi COVID-19 di tanah air. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, beberapa di antaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK.
Ditutupnya beberapa pabrik menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya. Sehingga menambah jumlah penduduk kategori miskin. Kebanyakan lokasi pabrik-pabrik gulung tikar itu ada di pusat-pusat industri TPT. Di pulau Jawa khususnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Mulai dari Kabupaten Serang, Tangerang, Bandung, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, hingga Pekalongan.
Dengan kondisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menganggap bahwa PHK di tengah perekonomian yang merangkak naik adalah sebuah kewajaran. Meski, perekonomian terbilang baik, tetapi sebetulnya belum cukup untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Alhasil, dibutuhkan investasi yang lebih besar lagi sebagaimana dilakukan negara-negara maju saat ini.
Sayangnya, anggapan bahwa investasi yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara maju itu tidak menjadikan masyarakat mudah untuk mencari pekerjaan. Faktanya, saat Indonesia menerima investasi dari asing, ternyata PHK malah makin banyak. Dengan jumlah pengangguran yang sangat tinggi yaitu sekitar 72 juta orang.
Memang benar, tidak semua korban PHK itu menganggur. Banyak dari mereka yang banting setir berjualan dengan skala kecil (UMKM) demi menghidupi keluarganya. Akan tetapi, tetap saja itu semua belum bisa untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Jika memang pekerjaan banyak di UMKM, kenapa harus ada investasi skala besar dengan membangun banyak proyek dan pabrik besar yang banyak kemudaratan bagi masyarakat sekitarnya?
Bisa kita lihat salah satunya dari proyek strategis nasional (PSN). Ternyata banyak petani yang kehilangan lahan sawahnya dengan ganti rugi yang tidak sebanding dengan kerugiannya. Pada akhirnya menghilangkan mata pencaharian sebagai petani, dan masih banyak kemudharatan lainnya. Ternyata dengan investasi tidak menurunkan angka PHK malah semakin merugikan masyarakat. Seperti saat ini, masyarakat banyak yang kehilangan mata pencarian, ruang hidup yang bersih dan nyaman, kemudian, sumber mata air yang jernih. Dari investasi juga perusahaan sering kali mengkriminalisasi masyarakat yang menolak lingkungannya untuk dieksploitasi.
Ekonomi kapitalisme ternyata menjadikan investasi sebagai jalan untuk menyelamatkan dari keterpurukan ekonomi. Kapitalisme berfokus pada produksi sehingga perhitungan modal itu adalah yang paling utama. Makin tinggi modal maka akan makin tinggi pula produksinya. Hal ini yang akan menghantarkan kepada keuntungan yg melimpah, karena dengan modal yang tinggi, perusahaan bisa menguasai usaha dari hulu ke hilir.
Ketika perusahaan besar makin banyak yang diharapkan adalah mempunyai efek menetes ke bawah dan memberikan manfaat bagi masyarakat (trickle-down effect). Bahkan, sistem kapitalisme selalu mendoktrin kepada para pengusung dan pelakunya agar terus membuat perusahaan besar dalam menciptakan kesejahteraan. Akan tetapi semua angan-angan itu tidak pernah terealisasi, keuntungan yang diberikan perusahaan besar kepada masyarakat jauh lebih kecil dari kerugiannya. Masyarakat benar-benar harus menderita kehilangan tanah, pekerjaan, hingga usaha kecilnya ketika ada perusahaan besar berdiri di tempat tersebut.
Kemudian, doktrin lainnya yaitu negara akan mendapatkan untung besar saat membangun korporasi besar bahkan multinasional, yaitu dari penerimaan pajak. Sayangnya, lagi-lagi keuntungan yang tidak seberapa itu bukan masuk ke kas negara, melainkan masuk ke kantong pejabat. Bisa kita lihat korupsi ugal-ugalan yang melibatkan petugas pajak bahkan sampai saat ini belum bisa terselesaikan.
Pada akhirnya, negara kapitalis itu menyerahkan seluruh urusan rakyatnya pada pihak swasta. Banyaknya perusahaan besar yang menyediakan sejumlah kebutuhan dan fasilitas hidup bagi rakyat itu dianggap sebagai kemajuan ekonomi. Dari sini, negara mendapatkan keuntungan dari pajak dan negara mengganggap rakyat itu diuntungkan karena seluruh kebutuhan hidup tersedia.
Padahal, hanya orang-orang berduit saja yang mendapatkan semua fasilitas dan mudah mengaksesnya seperti sandang, pangan, dan papan. Sedangkan sebagian besar yang lain susah untuk mengaksesnya karena keterbatasan keuangan. Dengan kata lain, sejahtera itu hanya untuk yang berduit saja bukan untuk seluruh elemen masyarakat.
Pada situasi yang sedemikian itu ternyata investasi bukan menjadi solusi yang tepat atas sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Malah negara menjadi ketergantungan terhadap hutang dan investasi asing. Hal yang harus dipikirkan oleh pemerintah adalah mewaspadai akan bahaya utang dan investasi bagi negara. Juga tata kelola negara dengan sistem kapitalisme itu terbukti membuat negara tidak mandiri, ketergantungan, dan kecanduan utang.
Dalam Islam, indikasi ekonomi baik ketika kualitas hidup seluruh masyarakat itu baik. Kepala keluarga memiliki pekerjaan yang baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan layak. Seorang ibu fokus pada kewajiban utamanya, yaitu ummu wa rabbatul baiti (sebagai ibu dan pengurus rumah tangga). Meluasnya lapangan pekerjaan, sehingga angka pengangguran tidak tinggi.
Begitu juga seorang anak, gizi dan pendidikannya akan terpenuhi. Maka dari itu, tidak akan ada pertentangan antara hitung-hitungan ekonomi dan kondisi rakyat sebab pandangan pertama dan utama sebuah persoalan adalah pada manusia itu sendiri. Dalam Islam, persoalan kemiskinan, kelaparan, atau tidak adanya lapangan pekerjaan, bukan persoalan ekonomi. Melainkan persoalan manusia yang harus segera diselesaikan berdasarkan kemaslahatan manusia.
Oleh karena itu, cara yang tepat untuk membangun institusi politik dan ekonomi yang mampu membuat negara berdikari adalah kembali kepada sistem yang menerapkan syariat Islam kafah. Karena, pada dasarnya dari sistem ekonomi kapitalisme itu, yang dikejar hanya hitung-hitungan ekonomi dan keuntungan saja, bukan kondisi riil masyarakatnya.
Negara kapitalis tidak mau andil untuk bertanggung jawab dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat. Sebaliknya dalam Islam, negara hadir untuk mengurusi dan melindungi umat sehingga umat akan merasakan sosok para pemimpin sebagai pelindung bagi mereka. Suatu negara, termasuk Indonesia, bisa menjadi negara yang kuat dan mandiri hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kafah dalam bingkai sistem Islam. Wallahualam bissawab. [SM-Dara\MKC]