Alt Title

Islam Mampu Meminimalisasi Rutilahu

Islam Mampu Meminimalisasi Rutilahu

 


Harga rumah makin mahal dan jauh dari keterjangkauan masyarakat terutama rakyat miskin

Walaupun pemerintah mengeluarkan program hunian murah, tetapi ternyata belum memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat dan tidak mampu diakses 

______________________________


Penulis Narti Hs

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Rumah termasuk salah satu kebutuhan pokok bagi umat manusia yang dapat melindungi dari panas dan hujan, juga berbagai ancaman luar lainnya. Selain itu, sebagai tempat berkumpul bersama sanak keluarga dan melepaskan rasa rindu bersama mereka. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mampu memilikinya, walau untuk sekadar tempat tinggal yang layak.


Di Kabupaten Bandung, tercatat hingga akhir masa jabatan Bupati selesai, terdapat 37 ribu rumah tidak layak huni (rutilahu). Menurut Dadang Supriatna, jumlah tersebut terhitung sejak awal dirinya dilantik, tetapi kini sudah mulai berkurang.


Pada tahun 2021 sebanyak 7.437 unit telah diperbaiki, sekitar 7.397 (2022), dan 7.506 (2023). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jumlah perbaikan setiap tahunnya melebihi yang ditargetkan sebelumnya, yakni sebanyak 7.000.


Untuk penanganannya di setiap wilayah dianggarkan 6 unit. Adapun jumlah yang ada di Kabupaten Bandung sekitar 270 desa dan 10 kelurahan. Ia mengakui, hingga kini belum semua bisa ditangani, sehingga berharap program tersebut bisa dilanjutkan guna memberikan pelayanan kepada masyarakat. (TribunJabar, 19/6/2024)


Masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki rumah layak untuk disinggahi, salah satu alasannya adalah pendapatan yang mereka miliki tidak mampu menjangkaunya. Ditambah lagi dengan harga kebutuhan pokok yang kian hari semakin mahal. Di samping itu, jasa tukang dan bahan material yang tinggi menambah ketidakmampuan untuk memperbaiki, sehingga mereka terpaksa harus menempati hunian seadanya.


Harga rumah makin mahal dan jauh dari keterjangkauan masyarakat terutama rakyat miskin. Walaupun pemerintah mengeluarkan program hunian murah, tetapi ternyata belum memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat dan tidak mampu diakses.


Rakyat miskin memenuhi makan saja sudah ngos-ngosan apalagi untuk membeli atau memperbaiki rumah yang ada. Kadang kala hunian rumah murah tidak tepat sasaran, karena dibeli oleh pihak hanya untuk investasi bukan yang benar-benar butuh rumah. Ada juga yang mangkrak tak berpenghuni. 


Semua ini tidak lain disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalis, yang mana SDA dibiarkan dikelola oleh perusahaan/swasta, bukan negara. Segala sesuatu yang dapat menghasilkan keuntungan materi, maka akan dikomersilkan untuk kepentingan pihak tertentu, tak terkecuali rumah.


Kapitalisme menyebabkan harga hunian dan tanah terus melambung tinggi. Ditambah kredit angsuran dan bunga yang besar, makin menambah beban masyarakat, administrasinya pun dibuat rumit dan ruwet. 


Dari sini nampak dominasi para kapitalis dalam bisnis perumahan. Maka tidak heran apabila para pemilik modal banyak menguasai tanah dan bangunan di bidang properti sebagai ladang untuk meraup keuntungan. Di sisi lain, hubungan rakyat dengan penguasa tak ubahnya seperti majikan dengan buruh, penuh dengan aroma perdagangan. 


Seharusnya negara memiliki tanggung jawab dalam menyediakan kebutuhan pokok rakyat, termasuk di dalamnya perumahan. Kalaupun tidak gratis, setidaknya memberikan kemudahan kepada masyarakat agar bisa memperoleh hunian yang layak.


Dalam perspektif Islam, tugas rakyat adalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan tugas negara ialah menjalankan syariat dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memenuhi keperluan pokok mereka.


Ketika penguasa menerapkan syariat secara kafah, ia bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, khususnya dalam persoalan rumah. Karena rumah adalah kebutuhan pokok yang  pengadaannya harus dijamin dengan berbagai mekanisme yang ditetapkan syarak.


Rasulullah saw. bersabda:

"Penguasa adalah raa'in, dan kelak di akhirat akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR Muslim)


Sistem Islam, memiliki mekanisme dalam urusan hunian. Pertama, membangun perumahan dan menjualnya kepada rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau. Baik dilakukan secara kredit tanpa riba, maupun tunai. Kedua, tidak ada pungutan pajak terhadap rumah sebagaimana PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang berlaku dalam sistem kapitalis.


Ketiga, setiap warga masyarakat dibolehkan memiliki lahan maupun tanah, namun harus produktif. Jika terjadi pembiaran tanpa memanfaatkannya selama tiga tahun, maka statusnya menjadi tanah mati. Dalam hal ini, negara berperan besar untuk menentukan dan mengawasi setiap orang agar mampu menghidupkannya dan bisa memilikinya. Keempat, penguasa bisa memberikannya kepada rakyat, terutama bagi mereka yang belum sejahtera.


Dengan kebijakan tersebut, maka secara otomatis seluruh individu rakyat dapat mengakses kepemilikan tanah dan rumah yang layak huni, baik dengan konsep jual beli, menghidupkannya (mengelola secara produktif), ataupun dengan pemberian oleh negara. Prinsip pengaturan tersebut yang harus berjalan sesuai ketentuan syariat Islam.


Dengan mekanisme Islam kafah ini, maka masyarakat secara merata akan mampu memiliki hunian yang layak. Maka, saatnya mewujudkan kembali aturan Allah ini, agar keberkahan dapat terwujud di setiap aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [As-SJ/MKC]