Judi dan Pinjol Penyebab Pertahanan Keluarga Jadi Ambrol
Opini
Maraknya kasus ini tak lepas dari kompleksitas persoalan hidup manusia saat ini
Semua itu terjadi akibat kemiskinan struktural yang diakibatkan penerapan sistem kapitalis sekuler
______________________________
Penulis Ummu Abror
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bagaikan jamur yang tumbuh merebak di musim penghujan, begitulah kiranya fakta perceraian yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dikabarkan bahwa ratusan pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Bandung, bercerai karena terjerat judi online (judol). Tidak hanya itu, para penggunanya juga terjerat pinjaman online (pinjol).
Juru bicara Pengadilan Agama Soreang, Syamsu Zakaria, mengatakan sebanyak 3.500 perkara gugatan ditangani oleh PA Soreang sejak Januari hingga Juni 2024. Dan dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah gugatan perceraian. Dari 2.800 gugatan tersebut terdapat 20 persen kasus yang disebabkan masalah judi online. Dia menambahkan bahwa gugatan itu berawal dari keterbatasan ekonomi.
Dari sejumlah 560 perkara, alasannya disebabkan judol sehingga menyebabkan pertengkaran yang terus menerus terjadi, pelakunya kebanyakan oleh pihak pria. Bahkan dalam persidangan pernah terungkap salah satu suami yang memiliki utang hingga Rp300 juta yang itu merupakan utang dari pinjol untuk bermain judi online. (DetikJabar.com, 05/07/2024)
Maraknya Judi Online dan Pinjaman Online
Sungguh miris fenomena ini harus terjadi di negeri yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Jika kita perhatikan secara saksama, kasus perceraian yang diakibatkan judi online dan pinjaman online ini jelas-jelas telah merusak tatanan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Pelakunya dari berbagai kalangan dari kaum jelata hingga sosialita, rakyat jelata bahkan para pejabat yang berkuasa, usia muda dan dewasa baik perempuan maupun kaum pria.
Maraknya kasus ini tak lepas dari kompleksitas persoalan hidup manusia saat ini, dari faktor ekonomi, tingkat SDM yang rendah, tekanan beban kehidupan yang makin meningkat, sulitnya mencari pekerjaan, hingga ingin mendapatkan uang secara instan, sering kali menjadi alasan para pelaku untuk terjun ke dunia judi online.
Semua itu terjadi akibat kemiskinan struktural yang diakibatkan penerapan sistem kapitalis sekuler. Di mana sistem ini membuat para pemilik modal menjadi penguasa sesungguhnya dan menihilkan peran negara dalam mengurusi rakyatnya. Aspek meraih keuntungan materi menjadi orientasi dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya.
Upaya Pemerintah dalam Menangani Judol
Meskipun negara merasakan kerusakan-kerusakan akibat judol dan akhirnya mengupayakan untuk membasminya dengan:
Pertama, membentuk Satgas judol dengan mengeluarkan Kepres No. 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang diterbitkan di Jakarta pada 14 Juni 2024.
Kedua, mengadakan Rakor oleh Kemenko PMK, Pengarahan tentang pencegahan perjudian daring yang mengundang kalangan agamawan, tokoh masyarakat, perwakilan organisasi sosial, dan PGRI.
Ketiga, arahan dari BKKBN dengan penguatan keluarga, karena keluarga berperan penting dalam pencegahan judi online.
Keempat, merancang UU ITE dan KUHP yang memberi hukuman denda dengan jumlah besar terhadap pelaku judi online.
Namun faktanya semua itu tidak mampu menghentikan perjudian tersebut, karena solusi yang diberikan tidak mengakar pada permasalahan dan justru ada kontradiksi dengan penyebab maraknya kemaksiatan itu terjadi. Judi online dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja karena berbentuk platform digital, yang mempermudah dan mempercepat pengguna dalam melakukan transaksi.
Parahnya lagi seolah hal itu justru dibiarkan bahkan difasilitasi oleh pemerintah. Dengan adanya situs-situs judol, aplikasi-aplikasi, dan ditambah lagi dengan iklan-iklan serta para artis yang mengampanyekannya.
Fakta ini tidak terlepas dari adanya revolusi industri ala kapitalis, yang mengukur semuanya berdasarkan nilai materi semata. Dan diadopsi oleh pemerintah saat ini, sehingga meskipun judi dan pinjaman yang bersifat ribawi telah jelas keharamannya, negara justru membiarkan dan memberikan fasilitas karena dapat menghasilkan keuntungan.
Judi Online Merusak Tatanan Masyarakat
Telah menjadi pemahaman bersama bahwa judi merupakan kemaksiatan yang mengakibatkan berbagai kerusakan seperti, kriminalitas, angka perceraian meningkat, permusuhan, depresi yang berujung bunuh diri, dan kemaksiatan yang lainnya. Allah Swt. telah mencela perbuatan judi dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al Maidah: 90)
Dari ayat ini keharaman judi sudah jelas karena ada celaan terhadap suatu perbuatan, bahkan diungkapkan dengan kata perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbuatan itu haram secara pasti dan tidak ada perbedaan pendapat di dalam hal ini.
Solusi Sahih Hanya dari Islam
Dalam sistem kehidupan yang menerapkan Islam akan melakukan langkah-langkah preventif agar kemaksiatan tidak marak terjadi. Yaitu dengan memastikan bahwa rakyatnya memahami hukum dari keharaman judi dan sanksi keras pada pelakunya melalui pendidikan di dalam ranah keluarga, masyarakat, kurikulum pendidikan di sekolah, dan platform media massa yang semua akan sejalan dengan akidah Islam dan membentuk kepribadian Islam.
Menutup semua celah yang memungkinkan terjadinya perjudian baik online maupun offline. Menerapkan hukum ta’zir (bisa berupa hukuman cambuk) terhadap pelaku judi.
Negara bertanggung jawab menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan warganya, sehingga mereka tidak terjerembap kepada kemaksiatan mencari harta secara instan dengan cara berjudi.
Begitulah mekanisme Islam dengan syariatnya yang kafah mampu menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan. Wallahualam bissawab. [DW-SJ/MKC]