Kekerasan Seksual pada Anak Kembali Terjadi, Negara Lalai Melindungi
OpiniIslam tidak akan lalai dalam mengatur sistem kehidupan
Terlebih mengatur perlindungan terhadap anak
______________________________
Penulis Zulfi Nindyatami, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Perlindungan anak makin tidak terlihat implementasinya. Seolah tidak ada yang menjadi tameng untuk keluarga dalam melindungi anak-anak mereka. Negara lagi-lagi abai terhadap pentingnya perlindungan anak, walaupun regulasi sudah ditetapkan. Namun, tidak ada jejak untuk memperkokoh sistem perlindungan terhadap anak.
Lagi-lagi kembali terjadi, kasus kekerasan seksual, dan pencabulan terhadap anak. Kali ini, di Kota Purwakarta tepatnya, di Kecamatan Cempaka, seorang pria berinisial AD (32) mencabuli 11 orang anak. Dengan mengiming-iming sejumlah uang, dan mainan, juga mengancam mereka. Mirisnya, korban adalah anak laki-laki. Aksi bejatnya dilakukan sejak 2019, di beberapa tempat, yakni di rumah pelaku, lapangan, hingga di dekat sekolah agama. (www.detik.com/jabar, 20/07/2024)
Anak-anak korban pencabulan, saat ini sedang ditangani oleh Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Purwakarta, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kabupaten Purwakarta. Mereka mendapat penanganan trauma healing selama 3 bulan. Tujuannya untuk menghilangkan rasa trauma, dan menjaga agar korban tidak melakukan hal yang sama seperti pelaku di kemudian hari.
Friska, Dinsos P3A Purwakarta menyatakan, “Agar tidak menular, dan menyebar, kita harus putus mata rantainya dengan pemulihan kondisi psikologi, dan fondasi agama yang diberikan kepada korban, dan orang tua. Agar mengetahui batasan-batasan perilaku.” Setelah adanya laporan tersebut, Dinsos semakin gencar melakukan sosialisasi ke berbagai sekolah di Purwakarta. (purwakarta.inews.id, 20/07/2024)
Berdasarkan kasus tersebut, makin terlihat jika negara sudah lalai terhadap perlindungan anak. Ini merupakan segelintir kasus yang sudah dilaporkan, masih banyak kasus serupa yang tidak dilaporkan di kota-kota berbeda.
Pencabulan anak makin tidak terhitung jumlahnya, seiring dengan pergaulan anak yang tidak terkontrol oleh keluarga juga negara. Anak seharusnya tidak disalahkan sebagai pelaku ataupun korban. Orang tua pun tidak sepenuhnya dapat disalahkan.
Tidak adanya kerja sama antara keluarga dan kebijakan pemerintah yang mendatangkan perlindungan secara utuh. Serta akibat dari lalainya peraturan dan regulasi, sehingga tidak dapat mencegah terjadinya kasus serupa di seluruh negeri.
Sosialisasi hanya Penyembuhan Semata
Sebagian besar korban pencabulan di masa mendatang kemungkinan menjadi pelaku serupa. Hal ini menandakan tidak adanya efek jera terhadap pelaku, juga tidak hilangnya rasa trauma korban. Sehingga ia memilih untuk melakukan hal serupa, balas dendam terhadap apa yang menimpa dirinya. Sosialisasi dan pendekatan perlindungan pasca peristiwa tidak menjadi pencegahan jangka panjang. Hal tersebut hanya sebatas penyembuhan yang tidak bertahan lama.
Adapun sosialisasi dilakukan ketika sudah ada laporan. Jika tidak ada laporan masyarakat, mungkin tidak akan ada sosialisasi oleh pemerintah untuk melindungi anak. Seharusnya ada ataupun tidak ada kasus, pemerintah harus terus menggencarkan sosialisasi di berbagai tempat dan wilayah, terutama sekolah.
Regulasi Saat Ini Tidak Memberi Efek Jera
Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada 05/09/1990, melalui KEPPRES 36/1990. Kemudian, mengintegrasikan terkait pemenuhan hak anak dan perlindungan anak dari konvensi tersebut pada konstitusi. Ada pada Amandemen kedua UUD 1945, dalam pasal 28B, ayat (2) yang berbunyi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Pada kenyataannya, kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Artinya, regulasi yang seharusnya penting dan dijunjung tinggi, tetap tidak memberikan efek jera terhadap masyarakat. Predator anak, kini makin liar dan menjadi-jadi.
Menganggap bahwa regulasi tersebut hanya bersifat sementara waktu dan sebatas penyembuhan semata. Walaupun praktiknya ada sosialisasi dan penjagaan terhadap korban dengan terapi psikologis, tetapi tidak bersifat jangka panjang.
Regulasi-regulasi yang ditetapkan diabaikan oleh masyarakat, karena tidak adanya ketegasan yang kuat dalam sistem saat ini. Kebebasan dalam pergaulan, tontonan yang menjadi konsumsi publik seperti film tidak dijaga kondusif oleh pemerintah. Bahkan, masih banyak tontonan 'dewasa' yang ditayangkan bebas di berbagai platform. Artinya, regulasi perlindungan anak tidak sesuai dengan kenyataan implementasinya.
Sistem saat ini memisahkan antara agama dan kehidupan (sekularisme). Menganggap bahwa agama mesti dijauhkan dalam kehidupan sosial. Akibatnya, kerusakan pergaulan dan perlindungan anak tidak menjadi prioritas bagi negara untuk memenuhi hak anak. Negara lalai dengan tugasnya melindungi segenap kesejahteraan rakyat.
Islam Melindungi Hak Anak Seutuhnya
Tata kelola perlindungan anak dan pemenuhan hak anak dalam Islam jauh lebih baik. Akidah yang bersatu dalam mengatur kehidupan, dapat melahirkan sistem pergaulan yang baik. Dampak positif bagi perlindungan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan penjagaan yang menyeluruh.
Islam memiliki sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Sanksi berupa pidana seperti kisas, takzir, serta hukuman bagi para pelaku perbuatan zina. Sanksi tersebut bukan untuk menyakiti, tetapi meringankan hukuman kelak di akhirat, serta memberikan efek jera bagi para pelaku.
Sudah seharusnya tumbuh kembangnya generasi, menjadi prioritas negara dalam menjalankan tugasnya. Penjagaan dan perlindungan generasi dari kekerasan fisik dan mental, bahkan pencabulan menjadi tugas utama negara. Islam tidak akan lalai dalam mengatur sistem kehidupan, terlebih mengatur perlindungan terhadap anak.
Oleh karena itu, kita harus kembali lagi pada hukum Islam yang kafah. Melalui instansi sistem Islam yang dapat memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh umat. Wallahualam bissawab. [SH-SJ/MKC]