Alt Title

Kemiskinan Menurun: Hoaks atau Fakta?

Kemiskinan Menurun: Hoaks atau Fakta?

 


Meski, saat ini diklaim angka kemiskinan ekstrem menurun, kesenjangan ekonomi justru meningkat

Kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang

_____________________________


Penulis Hanny N 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Di tengah stagnasi ekonomi global, berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023. (menpan, 5/7/2024)


Kemiskinan adalah isu kompleks yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan masyarakat. Selama beberapa dekade terakhir, banyak laporan menunjukkan penurunan angka kemiskinan secara global. Namun, apakah informasi ini benar-benar mencerminkan realitas di lapangan, atau sekadar manipulasi statistik?


Penurunan Kemiskinan

Berdasarkan data dari Bank Dunia, persentase orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem (dengan penghasilan kurang dari $1,90 per hari) telah menurun secara signifikan. Pada tahun 1990, sekitar 36% populasi dunia berada di bawah garis kemiskinan ekstrem, sementara pada tahun 2015, angka ini turun menjadi sekitar 10%.


Banyak negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, yang berkontribusi pada pengurangan angka kemiskinan. Misalnya, di China dan India, ratusan juta orang berhasil keluar dari kemiskinan berkat kebijakan ekonomi yang mendukung pertumbuhan dan inklusivitas.


Banyak negara telah meningkatkan program bantuan sosial dan jaring pengaman sosial untuk membantu masyarakat miskin. Program-program seperti transfer tunai bersyarat dan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan dan pendidikan telah memberikan dampak positif.


Bulan Februari lalu, Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF menyatakan ada 333 juta anak hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mungkin betul, kemiskinan global menurun tapi faktanya, masih ada ratusan juta bahkan miliaran orang yang hidup dalam kemiskinan, termasuk anak-anak. 


Mengapa Kemiskinan Masih Menjadi Masalah?

Meski, saat ini diklaim angka kemiskinan ekstrem menurun, kesenjangan ekonomi justru meningkat. Kekayaan terkonsentrasi pada segelintir orang. Sementara, sebagian besar populasi masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.


Penurunan kemiskinan tidak merata di semua wilayah. Afrika Sub-Sahara, misalnya, masih menghadapi tantangan besar dalam mengatasi kemiskinan. Dengan banyak negara di wilayah ini yang masih memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang tinggi.


Definisi kemiskinan ekstrem yang digunakan (penghasilan kurang dari $1,90 per hari) seringkali dianggap terlalu rendah dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Banyak orang yang berada di atas garis kemiskinan ini masih hidup dalam kondisi yang sangat rentan dan kekurangan.


Penurunan kemiskinan ekstrem tidak selalu berarti perbaikan keseluruhan dalam kualitas hidup atau kesetaraan ekonomi. Masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang adil terhadap sumber daya dan peluang yang diperlukan untuk hidup sejahtera.


Klaim Kemiskinan dan Ketimpangan Menurun: Realitas atau Ilusi?

Baru-baru ini, sejumlah pejabat di Indonesia mengklaim bahwa tingkat kemiskinan dan ketimpangan di negara ini telah menurun. Klaim ini datang di tengah situasi ekonomi yang sulit, ditandai dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), harga barang-barang yang semakin mahal, dan daya beli masyarakat yang menurun. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan, apakah klaim tersebut mencerminkan kenyataan di lapangan atau hanya sebuah ilusi?


Sejak pandemi COVID-19 melanda, banyak perusahaan terpaksa melakukan PHK massal sebagai upaya bertahan. Hal ini berdampak langsung pada meningkatnya angka pengangguran dan penurunan pendapatan rumah tangga, yang seharusnya meningkatkan angka kemiskinan.


Kenaikan harga barang-barang pokok dan kebutuhan sehari-hari telah meningkatkan biaya hidup. Inflasi yang tinggi menggerus daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.


Penurunan pendapatan dan meningkatnya biaya hidup membuat daya beli masyarakat menurun. Banyak keluarga yang harus mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan.


Meski, angka kemiskinan mungkin menurun berdasarkan standar tertentu, kesenjangan antara yang kaya dan miskin tetap menjadi masalah besar. Kekayaan sering kali terkonsentrasi pada segelintir orang. Sementara, sebagian besar masyarakat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar.


Penurunan kemiskinan dan ketimpangan mungkin tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Daerah-daerah terpencil dan pedesaan sering kali tertinggal dibandingkan dengan daerah perkotaan. Kemiskinan dan ketimpangan adalah masalah struktural yang memerlukan solusi jangka panjang. Meski, ada penurunan sementara dalam angka statistik tanpa perubahan struktural yang signifikan, masalah ini cenderung berulang.


Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya negara tidak sungguh-sungguh mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tetapi hanya sekadar bermain angka. Sistem kapitalisme yang menjadi dasar ekonomi Indonesia saat ini, sering kali meniscayakan adanya kemiskinan, terutama ketika peran negara hanya sebagai regulator. Dalam sistem ini, rakyat sering kali diabaikan sementara pengusaha dianak-emaskan.


Sebagai regulator, negara cenderung lebih fokus pada menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pengusaha. Hal ini sering kali mengabaikan kebutuhan dasar rakyat, seperti akses ke pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.


Kebijakan ekonomi sering kali dirancang untuk memberikan keuntungan maksimal bagi pengusaha. Insentif pajak, kemudahan perizinan, dan berbagai fasilitas lainnya diberikan untuk menarik investasi. Sementara, perlindungan dan kesejahteraan pekerja tidak mendapat perhatian yang seimbang.


Akibat dari fokus yang berlebihan pada pertumbuhan ekonomi dan investasi adalah meningkatnya ketidakadilan sosial. Rakyat miskin semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan, sementara segelintir orang yang kaya makin kaya.


Pandangan Islam tentang Peran Negara dalam Mengatasi Kemiskinan

Islam menetapkan negara sebagai ra’īn (penjaga) yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakannya. 


Sistem politik dan ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan secara nyata melalui beberapa prinsip dasar. Pertama, Islam menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil melalui mekanisme seperti zakat, sedekah, dan wakaf. Zakat, sebagai kewajiban, memastikan bahwa sebagian kekayaan orang kaya disalurkan kepada yang membutuhkan, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi.


Kedua, negara dalam sistem Islam berperan aktif dalam memastikan kesejahteraan rakyat. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi seluruh warganya.


Ketiga, sistem ekonomi Islam melarang riba (bunga), yang sering kali menjadi penyebab utama ketidakadilan ekonomi dalam sistem kapitalisme. Dengan melarang riba, Islam mengajarkan sistem keuangan yang lebih adil dan merata.


Keempat, prinsip keadilan sosial sangat ditekankan dalam Islam. Negara wajib memastikan bahwa setiap individu mendapatkan hak-haknya dan hidup dalam keadaan sejahtera. Kebijakan ekonomi dan sosial harus diarahkan untuk mengurangi ketimpangan dan memastikan kesejahteraan bagi semua.


Kesimpulan

Klaim pejabat tentang penurunan kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia perlu dilihat dengan skeptis dan dianalisis secara kritis. Meski, ada beberapa indikator yang menunjukkan perbaikan. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak tantangan yang masih harus diatasi. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah saat ini lebih banyak bermain dengan angka-angka statistik daripada mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan secara nyata.


Sistem politik dan ekonomi Islam menawarkan alternatif yang berfokus pada kesejahteraan seluruh individu, bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi semata. Dengan distribusi kekayaan yang adil, peran aktif negara, larangan riba, dan penekanan pada keadilan sosial, sistem ini dapat mewujudkan kesejahteraan yang lebih merata dan berkelanjutan. Wallahualam bissawab [DW-Dara/MKC]