Alt Title

Lahirnya Program BESTI, Beranikah Bercita-cita Besar?

Lahirnya Program BESTI, Beranikah Bercita-cita Besar?

 


Inilah bukti pemahaman yang salah kaprah tentang beasiswa, dan keinginan untuk meningkatkan taraf pendidikan

Semuanya, telah menjadi kewajiban negara dan aparaturnya

______________________________


Penulis Tati Ristianti 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Komunitas Ibu Peduli Generasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Lahirnya program BESTI, berawal dari terketuk pintu hati seorang bupati. Juga ada kaitannya dengan pentingnya menuntut ilmu.


Demi memajukan dunia pendidikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melakukan inovasi dengan menghadirkan program Beasiswa Bupati (BESTI). Yang diperuntukkan untuk keluarga yang kurang mampu dan ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tetapi secara ekonomi orang tuanya, tidak mempunyai kemampuan.


Melalui tangan dingin seorang bupati, program tersebut menjadi prioritas utama Pemkab Bandung. Beliau berhasil membantu ratusan anak yang berprestasi di setiap tahunnya. (detikJabar.com, 11/7/2024)


Memang, setiap orang tentu mendambakan dirinya menjadi orang sukses dan tercapai segala cita-citanya. Namun sebagian orang, cita-cita untuk meraih kesuksesan kadang hanya sebatas keinginan. Tidak terwujud, apalagi benar-benar untuk diwujudkan. Karena, terhalang oleh biaya pendidikan yang sangat mahal. 


Suatu kebanggaan, apabila cita-citanya telah tercapai, dan menjadi orang sukses. Apalagi, disertai dengan mengantongi seabrek atribut dan gelar. Namun hasilnya malah kontraproduktif dengan praktik-praktik yang dilakukan. Serta mendatangkan halangan-halangan bagi dirinya untuk menjadi seorang yang berguna bagi bangsanya. Bahkan, penampakannya pun tertutup tidak bersuara. Mereka diam seribu bahasa, ketika ada kebijakan yang menyengsarakan.


Beasiswa yang Salah Kaprah

Tidak harus menunggu hati yang terketuk, seolah-olah biaya beasiswa memakai uang pribadi sang bupati. Yang rakyat mau, hanyalah pendidikan yang murah bukan beasiswa. Murah, bahkan gratis dalam semua level dengan kualitas yang handal. Jika masih pilih-pilih, Indonesia emas 2045 hanya mimpi dan angan-angan kosong.


Inilah bukti pemahaman yang salah kaprah tentang beasiswa, dan keinginan untuk meningkatkan taraf pendidikan. Karena menuntut ilmu, menjadi keharusan bagi setiap anak bangsa. Baik anak itu berprestasi, maupun tidak memiliki kemampuan daya ingat. Semuanya, telah menjadi kewajiban negara dan aparaturnya. Sehingga dengan mudah, mereka menuntut ilmu ke jenjang perkuliahan. 


Sekalipun ada, itu tidak cukup sebatas memberikan beasiswa, tetapi harus dibarengi dengan cita-cita besar, yang dapat mencetak anak bangsa yang cerdas, berjiwa kenegarawan, dan penakluk peradaban barat yang rusak. Sehingga anak-anak yang berprestasi, sudah siap menghadapi berbagai tantangan dan benturan kejamnya realitas kehidupan. Namun sayang jauh dari kenyataan. 


Faktanya, generasi penerus hari ini dipenuhi dengan cara berpikir pragmatis. Sebab, jika menghasilkan manfaat itulah sesuatu hal yang dianggap berguna bagi dirinya sendiri. Cara berpikir ini lahir dari rumusan konsep kapitalis, pendidikan adalah lahan bisnis. Meski diurus negara, laba rugi tetap nomor satu.


Di Masa Keemasan Islam

Sungguh tiada bosan untuk menceritakan sejarah emas ini. Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dalam dua tahun saja mampu memberantas kemiskinan, dan mendanai seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, pendidikan.


Bukan hanya itu, khalifah pun mampu memberikan subsidi, melunasi utang piutang, membiayai pernikahan. Hal sekecil ini diperhatikan, jadi mana mungkin masalah pentingnya menuntut ilmu diabaikan. Kebijakan seperti ini tidak ada dalam sejarah peradaban mana pun.


Menuntut ilmu sampai ke jenjang perguruan tinggi, tetap terjaga sepanjang sejarah keemasan peradaban Islam. Selain itu, pemimpin dalam negara Islam, harus mampu menyerukan rakyatnya berhukum kepada syariat Allah. Setiap individu harus taat kepada Allah dan Rasulullah saw.. Dengan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Sebab Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga ideologi.


Terkait dengan sistem pendidikan, Islam memiliki metode yang unik dan khas, semuanya diatur dengan jelas, sistematis, dan sempurna. Kurikulum pendidikan dalam Islam harus berdasarkan akidah Islam, dan tsaqafah Islam wajib diajarkan pada semua level.


Ketika tsaqafah telah kuat, bisa mengikuti jurusan terapan yang lain. Seperti sains dan teknologi, bisnis, pelayaran, pertanian. Tetapi dengan syarat tunduk kepada kurikulum yang berdasarkan akidah Islam.


Selain itu, setiap individu wajib mempelajari setiap masalah, agar kelak ia bisa menghadapi segala macam masalah dalam kehidupannya. Sehingga para pelajar pada level sekolah dasar, menengah, begitu juga pada level pendidikan tinggi, mereka berani bercita-cita besar seperti para pemimpinnya terdahulu. Dengan keteguhan jati dirinya, karena imannya kepada Allah Swt..


Islam adalah agama sempurna yang akan menyelesaikan problematika pendidikan dan menyelamatkan generasi dari sekularisasi pendidikan. Semua itu, akan kembali terealisasikan, jika diterapkan secara kafah dalam bingkai Daulah Islam. Wallahualam bissawab. [DW-SJ/MKC]