Alt Title

Mekanisme Islam dalam Masalah PHK

Mekanisme Islam dalam Masalah PHK

 


Kezaliman sistem kapitalisme yang memandang buruh sebagai faktor produksi

Sehingga terus menjadi korban PHK, dengan alasan efisiensi bagi perusahaan

__________________________


Penulis Nurul Khotimah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu rumah tangga 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), terus menimpa sektor industri di Indonesia. Terutama sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, makanan dan minuman. Ribuan pekerja telah kehilangan pekerjaan, di tengah situasi ekonomi yang belum stabil.


Menurut Presiden Asosiasi Serikat pekerja Indonesia, Mirat Sumirat. Total 5000 pekerja di PHK pada industri tekstil di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Mengakibatkan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) meningkat 892.000 klaim, atau 13,55 triliun rupiah pembayaran JHT per April 2024. (www.kontan.co.id)


Lebih lanjut menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak awal Januari sampai Juni 2024 tercatat ada 10 perusahaan yang melakukan PHK, sejumlah 13.800 pekerja. Jumlah ini kemungkinan lebih banyak. Karena, ada perusahaan yang enggan melaporkan ke dinas ketenagakerjaan, sehingga tidak diketahui oleh publik. 


Mirisnya, ada sebagian pekerja yang di PHK. Namun, tidak mendapatkan uang pesangon. Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.


Adapun dampak PHK tidak hanya dirasakan oleh buruh atau pekerja saja. Warga sekitar pabrik atau perusahaan ikut terkena imbasnya. Semisal yang mempunyai usaha kontrakan. Mereka terpaksa menjual sebagian kontrakannya, karena sepi tidak ada yang mengontrak.


Yang mempunyai usaha katering atau kantin, terpaksa menutup usahanya dan merumahkan karyawannya. Kemudian, tukang ojek pangkalan juga berkurang penghasilannya. Karena, tidak ada karyawan yang mengojek, sehingga harus mencari pekerjaan lain.


Dampak PHK yang terjadi di mana-mana. Menyebabkan ekonomi makin sulit. Daya beli masyarakat yang rendah, sehingga permintaan pasar berkurang. Sepinya order membuat perusahaan mengurangi produksinya. Serta mengurangi karyawan untuk menekan biaya produksi.


Selain itu, kenaikan upah minimum yang terjadi setiap tahun tanpa mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonominya. Seharusnya, kenaikan itu di imbangi dengan peningkatan produktivitas dan penambahan order. 


Hal ini, membuktikan akan kezaliman sistem kapitalisme yang memandang buruh sebagai faktor produksi. Sehingga terus menjadi korban PHK, dengan alasan efisiensi bagi perusahaan. Pekerja dizalimi, tetapi tidak dianggap oleh negara.


Di sisi lain, janji para penguasa pada masa kampanye yang akan membuka lapangan pekerjaan tidak terwujud. Penguasa malah menciptakan UU Cipta Kerja baru, yang menempatkan peran negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Sehingga menguntungkan para investor atau kapital. 


Mereka yang bermodal besar saja yang dapat mengendalikan bisnis, juga mendapatkan keuntungan. Apalagi mekanisme outsourcing yang makin menyusahkan rakyat. Itulah mengapa terjadi iklim bisnis yang tidak sehat, yang akhirnya terjadi PHK massal.


Sesungguhnya semua ini tidak akan terjadi, jika negara menerapkan syariat Islam. Syariat Islam memiliki mekanisme, dengan ketetapan sistem hukum Islam yang menjamin kesejahteraan manusia. 


Politik dalam Islam wajib mengatur masalah penegakan hudud/hukuman. Memelihara akhlak, menjamin tegaknya syiar ibadah. Mengatur urusan rakyat sesuai syariat, dan menjamin terciptanya iklim usaha yang sehat agar gelombang PHK teratasi. 


Jaminan tersebut dapat diwujudkan melalui undang-undang yang ditetapkan negara. Seperti undang-undang muamalah. Harga barang dan jasa mengikuti mekanisme pasar. Pengharaman praktik monopoli, kebijakan ekspor impor sesuai syariat dan sejenisnya.


Kebutuhan akan lapangan pekerjaan bisa terpenuhi dari pengelolaan sumber daya alam. Di mana pengelolaannya oleh negara, bukan swasta. Dengan ini negara bisa menyerap tenaga ahli dan terampil dari rakyatnya. 


Negara berperan aktif menjaga iklim usaha yang sehat. Kebijakan ini dapat terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. [SH-Dara/MKC]