Alt Title

Menyoal Rencana Investasi Cina di Indonesia: Salah Kaprah Solusi Ketenagakerjaan

Menyoal Rencana Investasi Cina di Indonesia: Salah Kaprah Solusi Ketenagakerjaan

 


Investasi asing sejatinya merupakan alat hegemoni ekonomi negara lain

Nasib rakyat akan makin parah ketika SDA Indonesia masih dikuasai asing

______________________________


Penulis Nai Haryati, M.Tr.Bns., CIRBD

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengamat Politik-Ekonomi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kejatuhan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tidak bisa dielakkan. Satu per satu perusahaan terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK massal. Penutupan puluhan pabrik menyebabkan PHK lebih dari 13.000 pekerja. (ekonomi.bisnis.com, 27/6/2024)   


Di tengah industri TPT yang sedang mengalami krisis, Cina sebagai mitra dagang Indonesia justru menjanjikan investasi di sektor tekstil. Setidaknya ada 12 perusahaan TPT yang berencana berinvestasi di tanah air. Mereka perusahaan yang berasal dari Cina, Singapura, dan Indonesia. Sebagian besar perusahaan yang akan berinvestasi berasal dari Cina. (cnbcindonesia.com, 1/07/2024)


Besarnya nilai investasi Cina di Indonesia, sebagai wujud komitmen penuh pemerintah dalam memperkuat kemitraan strategis komprehensif dengan Cina. Di bidang ekonomi, perdagangan, investasi, perindustrian, infrastruktur kesehatan, serta ketahanan pangan dan energi terbarukan.


Fenomena industri TPT yang terpuruk di Indonesia, dipengaruhi faktor tekanan ekonomi global yang melemah. Sehingga, membuat permintaan tekstil menurun drastis. Di sisi lain, banyak perusahaan tekstil sulit bertahan. Karena biaya produksi yang terus meningkat.


Kondisi pasar tekstil dalam negeri pun tak kalah ironis. Masuknya produk tekstil murah dari Cina dan Vietnam, membuat produk dalam negeri tidak mampu bersaing di pasar lokal dengan harga yang lebih rendah. Selain itu, melemahnya daya beli masyarakat akibat kondisi perekonomian yang tidak stabil. Hal ini mengakibatkan produk tekstil tidak lagi menjadi prioritas di masyarakat.


Menindaklanjuti permasalahan tersebut, pemerintah mendukung investasi asing yang dinilai mampu menguatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Namun, nyatanya hal ini tidak menjadi solusi. 


Dikarenakan upah buruh yang rendah, serta berbagai kebijakan tenaga kerja sesuai dengan UU Cipta Kerja, yang banyak merugikan pekerja. Tenaga kerja masih terbelit persoalan kesejahteraan. Seperti upah rendah, kondisi kerja yang tidak layak, maraknya PHK, dan sempitnya lapangan kerja. Persoalan-persoalan tersebut membuat nasib tenaga kerja makin terpuruk.


Selain itu, potensi ancaman investasi asing tidak bisa diabaikan. Investasi asing sejatinya merupakan alat hegemoni ekonomi negara lain. Nasib rakyat akan makin parah ketika SDA Indonesia masih dikuasai asing, serta negara lepas tangan akan hal itu. 


Dengan adanya investasi asing, bandara, jalan tol, listrik, gas, dan lainnya dikuasai investor asing. Sehingga pelayanan publik tersebut makin mahal, karena dikomersialisasi. Akibatnya, beban hidup rakyat makin berat. Hilangnya kendali negara atas industri, ketimpangan sosial dan ekonomi. Serta terjadinya konflik lahan, tambang, dan lingkungan antara perusahaan asing dengan masyarakat setempat.


Paradigma pembangunan dengan mengandalkan investasi asing merupakan buah dari penerapan ekonomi kapitalisme liberal. Yang melegalkan kebebasan di segala bidang. Investasi asing mengakibatkan penderitaan bagi umat. Akibat bencana yang ditimbulkannya, dan juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara. 


Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abdurrahman al-Maliki, dalam Politik Ekonomi Islam. Bahwa, pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. 


Secara ideologis, haluan ekonomi politik negeri ini sudah menjadi haluan ekonomi dan politik yang tunduk kepada kepentingan bangsa lain. Kita bernegara, berkonstitusi hanya menyediakan ruang. Bahkan dalam bentuk yang paling asli, kita menyediakan tanah, gedung, jalan, infrastruktur, dan segala macamnya. Semata-mata untuk memfasilitasi bangsa lain untuk mengeksploitasi sumber daya negara kita. 


Seyogianya negara harus merekonstruksi paradigma pembangunan dengan benar berdasarkan aturan yang sahih, yaitu aturan yang terpancar dari ideologi Islam. Paradigma pembangunan dalam Islam bukanlah kapitalistik, tetapi paradigma industri berat.  


Hal ini akan mendorong perkembangan industri-industri lainnya. Hingga mampu mencerap ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah ruah, dengan kompetensi yang tidak diragukan sebagai output sistem pendidikan Islam. 


Bantuan modal dan keahlian juga akan diberikan kepada rakyat. Bahkan mereka yang lemah atau tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara. Hingga mereka bisa tetap meraih kesejahteraan.


Negara akan didorong untuk menjadi adidaya, yang tidak bergantung kepada negara asing.  Dalam sistem ekonomi Islam, upaya membangun dan memajukan negara tidak mengambil jalan utang dan investasi asing. Penerapan sistem Islam yang paripurna akan melahirkan perekonomian yang kuat. 


Adapun kegiatan investasi yang dilakukan wajib terikat dengan hukum syariat. Jadi, siapa saja yang ingin melakukan investasi, maka wajib memahami syariatnya terlebih dahulu. Agar terhindar dari kegiatan investasi yang diharamkan di dalam Islam. 


Konstruksi pembangunan yang sahih akan terwujud dengan memperhatikan hal-hal berikut: 


Pertama, secara filosofis paradigmatis. Persaingan yang ugal-ugalan akibat dibuka pintu pasar bebas harus ditinggalkan. Juga meninggalkan kesepakatan-kesepakatan perdagangan Internasional seperti, CAFTA, MEA, dan lain sebagainya. 


Kedua, secara kebijakan. Maka semua pengambil kebijakan satu komando dalam melaksanakan dan melandaskan semua kebijakan deregulasinya pada Islam. 


Ketiga, secara teknis. Lakukan langkah-langkah strategis dan komprehensif. Misalnya, melakukan efisiensi, terus meningkatkan produktivitas, termasuk juga investasi pada teknologi, mendorong inovasi dan penelitian, melakukan penguatan infrastruktur, juga dukungan finansial dari negara.


Tentu tak selayaknya kaum muslim negeri ini dijajah oleh kepentingan para kapitalis, baik asing barat maupun asing timur. Sebab, kaum muslim diharamkan memberikan jalan kepada orang kafir untuk bisa menguasai kaum mukmin. 


Allah Swt. berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin.” (TQS. An-Nisa’ [4]: 141)


Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh untuk membebaskan negara ini dari cengkeraman kepentingan asing. Kecuali dengan kembali menerapkan syariat Islam secara menyeluruh di dalam kehidupan. 


Syariat akan mendorong roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan Islam. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam, semua bisa diwujudkan. Jika elite politiknya memiliki keinginan kuat untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia secara mandiri, tidak bergantung kepada asing. Wallahualam bissawab. [SH-SJ/MKC]