Alt Title

Merayakan Pesta Perceraian, Bolehkah Seuforia itu?

Merayakan Pesta Perceraian, Bolehkah Seuforia itu?

 


Dalam pandangan Islam perceraian merupakan perbuatan yang diperbolehkan

Namun, di sisi lain termasuk ke dalam perkara yang dibenci Allah

_________________________________


Oleh Heni Rohmawati, S.E.I.

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI  - Jagad maya kembali dihebohkan dengan pesta yang tidak biasa yaitu "Perayaan pesta perceraian". Dikutip dari TvOneNews pada Kamis (18/7). Seorang pria bernama Rian Maulana asal Pringsewu, Lampung menggelar pesta perceraian dengan mengundang masyarakat bak pesta pernikahan. Tak tanggung-tanggung acara ini menelan biaya yang fantastis sekitar Rp50 juta. 

Viralnya video ini karena perayaan ini adalah kali pertama diadakan yakni pesta perceraian. Menurut pelaku alasan diadakannya perayaan perceraian ini sebagai ajang berkumpul keluarga dan sebagai bentuk permintaan maaf Rian kepada keluarga atas tindakannya yang tidak mendengarkan saran keluarga sebelum melangsungkan pernikahan. 


Sungguh miris, pernikahan tidak lagi dianggap sebagai ibadah yang sakral. Perceraian Rian menambah daftar panjang fenomena perceraian terutama di Lampung. Mengingat Lampung masuk peringkat 7 besar kasus perceraian pada tahun 2023 di Indonesia. Dengan total jumlah perceraian mencapai 15.784 kasus (data BPS 2023). Angka yang fantastis, bukan?


Tingginya angka perceraian menunjukkan kerentanan pernikahan hingga titik nadir. Betapa tidak, angka perceraian terutama gugat cerai menjadi fenomena baru yang kita temukan pada pengadilan agama dengan persentase yang terus meningkat. Jika terus dibiarkan bisa mengancam keberlangsungan suatu bangsa bahkan peradaban. Pastilah ada kesalahan dalam memandang pernikahan, sehingga belasan ribu pasangan yang sah bisa mengakhiri suatu ikatan suci.


Menjalani biduk rumah tangga bagaikan berlayar di lautan samudra, tentu akan ada badai atau ombak di dalamnya. Permasalahan sudah pasti akan muncul dalam berumah tangga. Tatkala salah satunya tidak menjalankan kewajibannya atau mendapatkan haknya dengan baik, hal inilah yang akan memicu timbulnya konflik di antara pasutri. Jika tidak segera diselesaikan, maka akan menambah berat permasalahan di kemudian hari.


Menjaga keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri di tengah kehidupan sekularisme  liberal tidak mudah. Sistem sekular liberal ini sangat berpengaruh dalam memporak-porandakan bangunan keluarga Islam. Gambaran keluarga sakinah mawaddah wa rahmah telah luntur seiring lunturnya pemahaman umat Islam akan syariat Allah yang mengatur masalah keluarga. Akhirnya ikatan keluarga menjadi keropos dan tak mampu melahirkan generasi penerus dan kandas di tengah gersangnya kehidupan yang berorientasi pada materi.


Dalam pandangan Islam, perceraian merupakan perbuatan yang diperbolehkan. Namun, di sisi lain termasuk ke dalam perkara yang dibenci Allah. Islam menghendaki perbaikan dan tidak menghendaki kehancuran. Perceraian meskipun diperbolehkan  menjadi jalan terakhir bila jalannya proses menuju perbaikan rumah tangga sudah ditempuh. Syariat Islam telah mengarahkan berbagai solusi yang bisa ditempuh oleh pasangan suami istri yang sedang menghadapi badai ujian, bukan langsung bercerai. 


Maka penting bagi seorang muslim dan muslimah untuk memahami syariat Islam seputar pernikahan dengan segala konsekuensinya. Memahami tujuan pernikahan serta hak dan kewajiban dalam berumah tangga.


Islam memandang pernikahan sebagai ibadah yang dilakukan di atas dasar keimanan. Allah telah memerintahkan bagi hambaNya laki-laki dan perempuan yang baligh untuk menikah. Tujuan pernikahan dalam Islam bukan semata-mata untuk mencapai kenikmatan biologis, namun untuk melangsungkan kehidupan manusia untuk menjadi para khalifah di bumi. 


Pada diri manusia dibekali dengan naluri berkasih sayang. Naluri ini nampak pada sifat menyukai lawan jenis, fitrahnya laki-laki menyukai perempuan dan perempuan menyukai laki-laki. Islam telah menghalalkan persahabatan antar lawan jenis dengan menikah agar naluri berkasih sayang dapat terpenuhi. Dengan  pernikahan akan membawa kepada ketenangan dan kebahagiaan. 


Demikianlah Islam telah menganjurkan pernikahan dalam rangka melestarikan spesies manusia itu sendiri. Apabila kini banyak pasangan suami istri yang bercerai dan orang-orang yang sudah mampu menikah tetapi memilih waithood (red: tidak ingin menikah) maka bisa mengakibatkan pada kiamat populasi manusia. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa." (Mutaffaq 'alaihi)


Di sisi lain, Rasulullah saw. juga melarang seorang laki-laki hidup membujang (tabattul). Sangat disayangkan umat Islam banyak yang belum move on dengan keadaan ini. Tidak menyadari bahwa sistem kehidupan sekular yang menjadi sebab keluarga kehilangan fungsi-fungsinya. Ditambah dengan tidak hadirnya negara  dalam mengayomi rakyatnya. Sehingga keluarga harus bertahan sendiri di tengah impitan ekonomi dari serangan pemikiran dan budaya asing yang terus menggempur dari segala arah. Pada akhirnya, keluarga-keluarga muslim jatuh berguguran.


Sudah seharusnya keluarga-keluarga muslim kembali mengikuti teladan nabi saw. dalam membangun mahligai rumah tangga. Agar terhindar dari hal-hal buruk yang siap meruntuhkan dinding kokoh keluarga. 

Wallahualam bissawab. [EA-GSM/MKC]