Alt Title

Nyata, Kegagalan Sistem Kapitalisme Dalam Memberantas Kekerasan Anak

Nyata, Kegagalan Sistem Kapitalisme Dalam Memberantas Kekerasan Anak

 


Aturan agama makin dijauhkan dari kehidupan masyarakat

Akibatnya, individu bertindak dengan bebas mengikuti hawa nafsunya

___________________


Penulis Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sungguh sedih, kekerasan pada anak makin marak terjadi akhir-akhir ini. Kondisi ini membuat masyarakat khawatir. Karena, kekerasan pada anak kian merebak terjadi di masyarakat. Anak menjadi korban kekerasan tidak hanya di lingkungan masyarakat, keluarga bahkan sekolah. Pelakunya tidak hanya dari kalangan dewasa, termaksuk guru,orang tua, kerabat bahkan aparat. 


Dilansir dalam CNN Indonesia (23/07/2024), Siswa Sekolah Dasar (SD) berusia 13 tahun di Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara mengalami pencabulan. Pencabulan ini diduga diakukan oleh 26 orang yang masih berstatus pelajar.  


Berdasarkan Kapolres Bau-Bau, Bungin mengatakan korban dicabuli oleh 26 orang yang dilakukan sebanyak 7 kali sejak April dengan waktu dan tempat yang terpisah. Kejadian itu, bermula ketika korban diajak bertemu dengan salah satu pelaku menuju ke lokasi pesta joget. Setelah itu, korban diajak ke salah satu tempat hingga terjadilah aksi pencabulan tersebut.


Anak merupakan aset berharga suatu bangsa yang akan membangun peradaban manusia di masa depan. Karena itu, Anak perlu mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan dari tindak kekerasan baik secara fisik maupun mental. Untuk memberantas kekerasan sudah banyak aturan maupun program yang disahkan. Akan tetapi, belum mampu memberantas secara tuntas kasus tersebut. Realitanya justru kekerasan kian marak terjadi. 


Semua karena Negara menggunakan paradigma sekuler. Negara yang telah menjadi sumber kekerasan yang sebenarnya. Pasalnya, aturan yang diberlakukan memberi celah lebar bagi kekerasan terhadap anak. Aturan agama makin dijauhkan dari kehidupan masyarakat. Akibatnya, individu bertindak dengan bebas mengikuti hawa nafsunya. Karena, sistem ini hanya menyandarkan kehidupan pada standar materi saja dalam berbagai aspek.


Di antaranya, di lingkungan sosial budaya dalam sistem ini masyarakat bersifat individualis. Di mana masyarakat dominan abai dan lebih fokus pada kepentingan pribadi. Ditambah lagi, beban kehidupan yamg semakin berat menyebabkan peran ayah atau ibu untuk melakukan pengasuhan terabaikan dan anak menjadi terlantar.


Banyak faktor yang menyebabkan di antaranya karena orang tuanya sibuk yang memaksa keduanya sama-sama bekerja untuk mencari nafkah. Tidak jarang anak dititipkan kepada nenek atau pengasuh mereka sehingga pengasuhan yang didapatkan oleh anak tidak maksimal bahkan cenderung sangat kurang. 


Apalagi kesadaran setiap individu terkait perlindungan dan keamanan bagi anak adalah tanggung jawab bersama baik orang tua, masyarakat maupun negara sangat lemah. Seperti halnya pendidikan dalam sistem ini gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia.


Sementara, negara tidak mampu melakukan kontrol maupun pengawasan yang berperan minimalis termaksuk dalam perkembangan teknologi. Media saat ini banyak terdapat tayangan-tayangan yang tanpa sensor yang menggambarkan kekerasan hingga menghilangkan nyawa yang bisa diakses oleh siapapun dan kapanpun.


Media seharusnya bisa menjadi pendukung untuk pendidikan anak-anak. Tetapi sayangnya, media saat ini hanya diarahkan untuk meraih keuntungan. Hal ini diperparah dengan sistem hukum yang diberikan tidak memberikan efek jera bagi pelaku. 


Tidak seperti dalam sistem sekuler, sistem Islam mampu menyelesaikan berbagai permasalahan tanpa kecuali kekerasan pada anak. Islam mampu memberikan perlindungan berupa fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi dan sebagainya. Terbukti dari pemenuhan segala hak-haknya, menjamin kebutuhan pangan dan sandang, menjaga nama baik martabatnya, dan lain sebagainya. 


Dalam Islam terdapat tiga pilar yang memiliki kewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak yaitu lingkungan, keluarga dan negara. Dalam Islam keluarga memiliki peran penting sebagai madarasah utama. Ayah dan ibu bekerja sama dalam mendidik, mengasuh dan menjaga mereka atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt..


Masyarakat dalam Islam mampu mencipatakan kondisi yang kondusif di mana masyarakat terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapapun. Sehingga, masyarakat menjadi pengontrol anak dari kejahatan dan kemaksiatan. 


Di samping itu, negara dalam Islam memiliki peran penting dalam mengurusi urusan umat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan setiap individu termaksuk anak-anak. Negara tidak hanya memberikan sanksi yang memberi efek jera juga sanksi pencegahan dengan cara menjamin pendidikan berbasis akidah Islam, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, serta jaminan keamanan dan keselamatan bagi setiap warganya.


Akan tetapi, tiga pilar pelindung generasi tersebut hanya berjalan optimal dengan penerapan syariat Islam secara kafah yang dilakukan dalam institusi negara.  Wallahualam bissawab. [Dara]