Pajak Naik, Kok Bangga
Opini
Negara mewajibkan pajak bagi siapa saja tanpa terkecuali
Pajak dijadikan sumber pemasukan andalan di negara saat ini
_____________________________
Penulis Reni Sumarni
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menyikapi pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada saat memperingati Hari Pajak Nasional pada (14/7/2024). Beliau memamerkan kinerja jajarannya di Direktorat Jendral Pajak (DJP). Kemenkeu yang berhasil meningkatkan angka penerimaan pajak secara signifikan sejak 1983. Menurutnya, ini sangat penting. Karena, pajak tulang punggung sekaligus instrumen penting bagi pembangunan sebuah bangsa dan negara. Dia menegaskan bahwa untuk meraih cita-cita negara maju, adil dan sejahtera tidak mungkin dilakukan tanpa adanya penerimaan pajak.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, beliau bangga adanya peningkatan dalam pemungutan pajak ini. Karena, sudah hal yang lumrah dalam sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini. Dan pemungutan pajak ini dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali yang kaya atau miskin, mereka wajib membayar pajak. Sebab, sumber pendapatan negara untuk membiayai pembangunan berasal dari pajak.
Dalam sistem kapitalis kebijakan yang dikeluarkan pemerintah jelas membuat rakyat makin sengsara. Tidak tanggung-tanggung, selain membayar pajak rakyat juga kena imbas atas pembayaran utang luar negeri yang dipinjam negara kepada pihak asing, hingga akhirnya membengkak.
Sungguh ironi negeri kita saat ini. Nasib rakyat kecil dipertaruhkan, bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja mereka kesulitan. Bertambah lagi negara mewajibkan pajak bagi siapa saja tanpa terkecuali. Sebab, pajak dijadikan sumber pemasukan andalan di negara saat ini.
Pada 2023, penerimaan pajak memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan negara dengan nilai Rp2,155,4 Triliun. Penerimaan tersebut dinyatakan berhasil melampaui target dengan capaian 106,6 persen dari APBN atau 101,7 persen dari Perpres 75/2023 (databoks. katadata.co.id, 3/7/2023).
Karena negara kita hanya mengandalkan sumber pendapatan negara dari pajak dan utang luar negeri padahal SDA melimpah. Rakyat kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah menerima kebijakan yang dikeluarkan pemerintah walaupun pada akhirnya rakyat menderita dengan keputusan para penguasa yang tidak adil terhadap rakyat. Padahal untuk dana pembangunan seharusnya pemerintah tidak mengambil dari pajak, karena SDA kita melimpah. Belum hasil tambang negara.
Apabila dikelola oleh negara, penghasilan dari SDA dan tambang bisa mencukupi untuk biaya pembangunan. Tapi nyatanya, pengelolaan SDA negara kita yang berpindah tangan kepada pihak asing dan dimanfaatkan oleh segelintir orang demi kepentingan pribadi. Membuat kas negara menjadi kosong dan ujungnya rakyat yang menanggung beban pembangunan negara. Padahal itu bukan kewajiban rakyat, makin bertambah saja penderitaan rakyat saat ini.
Dalam Islam, tentang istilah pajak (dharibah) adalah pilihan terakhir untuk memungutnya. Apabila kas negara (baitulmal) kosong, itupun jika ada kebutuhan mendesak dan pemungutan dharibah ini hanya untuk sementara waktu. Dan dipungut kepada kaum muslim yang kaya saja. Setelah kondisi baitulmal terisi kembali dan kebutuhannya tercukupi, pungutan dharibah dihentikan.
Dalam negara yang menerapkan sistem Islam pajak tidak harus dipungut secara rutin. Apalagi baitulmall memiliki pemasukan tetap yang melimpah yakni dari fa'i, ghanimah, kharaz, jizyah dan pos-pos kepemilikan negara termasuk SDA yang masuk ke baitulmall untuk memenuhi setiap kebutuhan rakyat dan negara. Dalam negara yang menerapkan sistem Islam, penguasa atau pemerintahan Islam tidak akan memyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak asing. Karena tujuan mereka hanya memanfaakan pengeloaan SDA untuk kepentingan pribadi tanpa peduli dengan nasib rakyat.
Islam mengatur bahwasanya air, tanah, api dan padang rumput tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta dan hanya negara yang boleh mengelola untuk kepentingan masyarakat. Apabila syariat Islam diterapkan maka rakyat hidup makmur tanpa harus membayar pajak atau terbebani dengan utang negara serta pembangunan infrastruktur. Tidak akan ada lagi slogan-slogan negara kapitalis yang misalnya "Orang Bijak Taat Pajak, Bangga Bayar Pajak" dan lainnya.
Saatnya umat berjuang untuk mewujudkan syariat Islam diterapkan secara menyeluruh (kafah) di seluruh aspek kehidupan hingga umat merasakan keadilan dan kesejahteraan hakiki. Islam solusi tuntas untuk permasalahan umat saat ini, termasuk tentang pajak. Dan bahwasanya kewajiban seorang pemimpin atau penguasa dalam Islam yang mengurusi urusan umat atau ra'in wajib ada, agar terwujud Islam Rahmatan Lil 'alamiin. Wallahualllam bissawab [DW-Dara/MKC]