Alt Title

Panduan Islam Agar Momen Ulang Tahun Tak Berakhir Duka

Panduan Islam Agar Momen Ulang Tahun Tak Berakhir Duka

 

Dalam berkehidupan, setiap amal wajib dipikirkan agar sesuai dengan aturan-Nya

Kesia-siaan, amal yang tidak produktif, adalah bagian yang mustahil diambil generasi yang bersakhsiyah Islam

_________________________


Penulis Yuliyati Sambas 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Nyawa adalah sesuatu yang sangat berharga. Allah Swt. bahkan menjadikan nyawa sebagai satu di antara 5 perkara yang dijaga secara serius oleh tata syariat. Selainnya ada urusan agama, kehormatan, harta, dan nasab. 


Sungguh sangat disayangkan dengan kejadian tragis di SMAN 1 Cawas. Adalah Fajar Nugroho, Ketua OSIS SMAN 1 Cawas yang harus meregang nyawa karena tersetrum listrik di kolam ikan sekolahnya. Senin, 8 Juli 2024 korban bersama beberapa temannya telah selesai mengerjakan rapat bersama untuk menyukseskan salah satu agenda OSIS. Tak dinyana, di hari yang sama teman-temannya mengetahui bahwa hari tersebut adalah hari kelahirannya. Mereka memberi kejutan penuh suka cita. Korban disirami tepung lalu diceburkan ramai-ramai ke kolam ikan yang ada di sekitar sekolah. Malangnya di dalam kolam ada instalasi listrik untuk pompa air dan taman. Tak lama berselang, korban tersetrum bahkan teman yang hendak menyelamatkannya pun terkena sengatan listrik serupa tanpa mampu menyelamatkan nyawa Sang Ketua OSIS. 


Kompas.tv (11/7/2024) mengabarkan bahwa pihak kepolisian dalam hal ini Kapolsek Cawas AKP Umar Mustofa tetap melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kejadian nahas itu. Meski demikian, pihak keluarga korban telah memutuskan untuk tidak meneruskan kejadian ini ke jalur hukum. Mereka menyadarinya sebagai bagian dari musibah bagi anggota keluarganya. 


Telisik Tren Perayaan Ulang Tahun

Jika ditelisik sebenarnya tren perayaan ulang tahun sudah benar-benar membudaya di kalangan remaja. Dengan model prank, memberi kejutan pada orang yang ultah, dengan beragam cara dilakukan tanpa memikirkan dampak yang terjadi sesudahnya. Itu karena yang ada dalam benak mereka hanya keinginan bercanda, memberi kejutan, sebagai bentuk perhatian.


Namun demikian, spontanitas yang tak dipikirkan, sangat mungkin mengakibatkan beragam dampak, baik positif maupun negatif. Positifnya yang jelas adalah kegembiraan, rekatnya hubungan pertemanan. Sedangkan negatifnya, ada saja pihak "korban" yang boleh jadi memiliki riwayat sakit jantung, atau ketidaksengajaan yang berujung petaka, dan seterusnya yang berpotensi menjadikan hari bahagia justru berakhir duka. 


Hal yang dapat dianalisis dalam persoalan ini adalah, pertama bahwa remaja kerap melakukan perbuatan yang sekadar mengandung unsur kesenangan, just for fun, sehingga jauh dari prinsip produktif. Terlebih ketika apa yang "mendidik" mereka salah satunya bahkan sangat berpengaruh itu adalah dunia digital yakni internet. Di mana kita tentu paham prinsip kebebasan informasi yang tiada batas dapat diakses dan diserap oleh remaja hanya dengan jentikan jemari dalam seluler mereka.  


Orang tua pun dewasa ini menjelma menjadi sosok-sosok yang super sibuk. Di iklim kapitalistik betapa banyak ayah ibu yang sibuk bekerja meraih karier dan materi. Tak sedikit juga yang kondisinya sudahlah ayah sibuk bekerja, ibu pun ada di rumah tapi tersedot perhatiannya dengan dunianya sendiri. Anak pada akhirnya tak memiliki waktu cukup untuk mendapat penjelasan-penjelasan, gambaran-gambaran, dan didikan terkait benar salah, baik buruk, perbuatan yang berdampak positif atau negatif, dan seterusnya.


Dari sisi pengajaran di sekolah, kurikulum yang ada menitikberatkan hanya dari sisi pencapaian akademik. Sementara pengajaran moral yang disampaikan tak lebih dari sikap diri yang tak memiliki standar jelas. Terlebih ketika agama yang semestinya menjadi pakem bagi anak didik untuk memandang kehidupannya, diajarkan dengan prinsip moderasi. Kebenaran agama yang dianut tak dipandang mutlak. Hal ini menjadikan generasi tak memiliki panduan yang jelas dan tegas dalam mengarahkan prinsip berkehidupan.


Kapitalisme Muara Persoalan

Itu semua sesungguhnya bermuara pada diterapkannya sistem hidup berbasis kapitalisme sekuler. Dalam sistem kapitalisme materi menjadi hal yang diagungkan. Semua pihak akan memandang peraihan materi dan kesenangan jasadiyahlah yang menjadi tolak ukur diambil atau ditinggalkannya sebuah perbuatan. 


Asas sekuler yang dianut memosisikan agama sekadar menjadi ranah pribadi yang tak boleh turut serta mengatur urusan kehidupan. Maka banyak persoalan dipandang terlarang untuk dibawa-bawa pakem agama dalam pengaturannya. Mulai dari persoalan amanah bagi ayah sebagai pemimpin dalam keluarga. Tugas ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Peran guru dan sekolah untuk transfer ilmu dan pembentukan karakter mulia. Hingga penguasa yang berwenang menelurkan kebijakan pengaturan urusan rakyat. Akhirnya salah benar, baik buruk, mulia tercela, terlebih pahala dosa, hingga halal haram tak membawa agama dalam penetapannya. 


Di sistem kapitalisme sekuler pula negara tak mampu membendung arus liberalisasi informasi global. Telunjuk adidaya dunia adalah sabda yang harus senantiasa diikuti negara lain di dunia, tak terkecuali Indonesia. Arus tsunami dampak digitalisasi informasi yang bersifat liberal tak mampu dibendung. Semua masuk hingga ke celah-celah kehidupan pribadi para remaja. 


Pada gilirannya remaja tak terbekali dengan pandangan lurus terkait kehidupan. Mereka pun tak memiliki kemampuan menimbang setiap perbuatan dari sudut pandang agama, selain luapan spontanitas minim berpikir. 


Perspektif Islam

Sangat berbanding terbalik ketika persoalan ini dipandang dari perspektif Islam. Islam memandang bahwa remaja adalah bagian dari generasi yang menjadi tanggung jawab penuh ayah ibu (keluarga), guru-guru (sekolah), dan penguasa (negara). 


Keluarga memiliki peran penting bagi remaja untuk menjadi pihak pertama yang mengarahkan dan mendidik anak-anak mereka agar mengenal hakikat dari kehidupan. Manusia, semesta, dan kehidupan tak lebih dari makhluk yang diciptakan oleh Allah Al-Khaliq yang wajib tunduk pada Titah-Nya. Terlebih betapa aturan Sang Pencipta adalah satu-satunya garansi keselamatan hidup dunia akhirat jika mengikutinya. 


Sekolah pun melaksanakan tugasnya dalam mendidik dan membentuk pribadi-pribadi anak didik menjadi bersyakhsiyah Islam, pola pikir dan pola sikap yang islami. Tak lupa membekali mereka dengan semua pengetahuan dan skill kehidupan. 


Negara wajib berperan mengurus setiap urusan masyarakat hanya dengan Islam. Khususnya tentang pendidikan, negara akan memberlakukan sistem pendidikan Islam secara terintegrasi. Mulai dari pendidikan formal, nonformal, hingga informal. Kurikulum yang dibuat dan diberlakukan di sistem pendidikan Islam hanya merujuk pada syariat. Negara pula yang berwenang dalam mengatur arus informasi yang bisa beredar di wilayahnya. Arus informasi sekuler, liberal, hingga kapitalistik tak akan dibiarkan masuk dan menyebar di tengah kehidupan rakyat. Remaja adalah salah satu pihak yang akan bersih dari pengaruh buruk informasi sesat.


Dari ketiga pihak tersebutlah; keluarga, sekolah, dan negara, maka generasi akan terbina dengan sudut pandang Islam kafah. Betapa dalam berkehidupan itu setiap amal wajib dipikirkan agar senantiasa sesuai dengan aturan-Nya. Kesia-siaan, amal yang tidak produktif adalah bagian yang tak mungkin diambil oleh generasi dalam keseharian mereka. Itu karena mereka terbekali senantiasa menggunakan potensi akalnya untuk berpikir sebelum melakukan sebuah perbuatan. Standar yang dipakai tak lain adalah hukum syarak. Jika wajib maka harus dikerjakan. Apabila sunah, maka akan diupayakan. Perkara mubah tak akan dikerjakan jika berpotensi mengarah pada kesia-siaan. Apalagi ketika perbuatan berstatus makruh terlebih haram, mustahil mereka mau mengerjakannya. 


Generasi akan senantiasa mengisi keseharian mereka dengan aktivitas produktif. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surah Al-Ashr ayat 1-3: "Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran."


Dengan standar perbuatan kembali pada hukum syarak, mereka senantiasa akan menimbang perbuatan apa yang akan dilakukan dan mana yang ditinggalkan. Kesenangan, kepuasan jasadiyah, maslahat tak akan mereka ambil ketika hal tersebut berstatus mubah, terlebih makruh, apalagi haram.


Adapun perayaan ulang tahun dalam pandangan Islam tak disyariatkan. Jikapun ada kebolehan untuk mengingati momen hari lahir, sebatas untuk mensyukuri dan bermuhasabah terkait usia yang sudah dilewati. Apakah jumlah usia telah menghantarkan diri pada kemuliaan dengan taat pada aturan-Nya ataukah justru sebaliknya.


Maka merayakan ulang tahun tak akan dipilih untuk dikerjakan jika berpotensi berpotensi sia-sia. Terlebih jika di dalamnya ada unsur potensi membahayakan diri dan pihak lain. Wallahualam bissawab. [By/MKC]