Alt Title

PDN Down dan Jatuhnya Wibawa Negara

PDN Down dan Jatuhnya Wibawa Negara

 


Di dalam sistem Islam, negara berkewajiban memperhatikan satu komponen yaitu strategi pertahanan siber

Pada era digital dan keniscayaan konektivitas global hari ini, kekuatan pertahanan siber menjadi hal mutlak untuk dimiliki oleh sebuah negara

______________________________


Penulis Yanti Ummu Haziq

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan pemberitaan tentang server PDN (Pusat Data Nasional) dalam kondisi down. Pelaku peretasan tersebut meminta uang tebusan senilai US$8 juta atau setara Rp131 miliar. 


Dikutip di Kompas.com (Selasa, 25 Juni 2024) bahwa Pusat Data Nasional diretas "Ransomeware", diduga mengakibatkan adanya kerusakan pada data cadangan. 


Peladen (server) PDN sementara yang mengalami serangan siber perangkat lunak jahat ini berada di Surabaya, Jawa Timur. Lembaga yang mengelolanya adalah Konsorsium Telkom dan Lintasarta. Pelaku serangan siber meminta tebusan 8 juta dolar Amerika Serikat. 


Peretasan ini mengakibatkan adanya gangguan yang membuat layanan keimigrasian di sejumlah bandara, termasuk Bandara Soekarno Hatta terganggu sejak Kamis (20 Juni 2024). Sistem PDN ini juga digunakan oleh banyak kementerian atau lembaga lainnya. 


Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Silmi Karim menyebut bahwa sistem pelintasan digital telah pulih dan dapat beroperasi kembali sejak Sabtu, 22 Juni 2024 malam. 


Chairman Communication and Informatiom System Security Research Center (RCISSRC), Pratama Persadha menilai bahwa peretasan terhadap PDN memang tidak terlalu berdampak pada kerugian finansial. Akan tetapi, kasus ini mencoreng nama baik Indonesia di mata dunia, karena ketidakmampuan negara untuk bisa mengantisipasi serangan yang terjadi. 


Bukan rahasia umum lagi bahwa serangan siber ini adalah serangan yang ke sekian kalinya. Maraknya kasus pencurian data di Indonesia menyebabkan Indonesia pernah di daulat menjadi negara ketiga kasus kebocoran data terbanyak di dunia. 


Kasus peretasan di Indonesia banyak disoroti oleh media asing. Sebagian dari mereka menyebut bahwa Indonesia memiliki catatan keamanan siber yang lemah dan literasi online yang buruk, sehingga sering terjadinya kebocoran data. 


Munculnya kasus-kasus serangan penjahat siber, termasuk kebocoran data salah satu dampaknya, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang lemah dalam pertahanan keamanan sibernya. Sementara itu, pada era digital dan keniscayaan konektivitas global hari ini, kekuatan pertahanan siber menjadi hal mutlak untuk dimiliki oleh sebuah negara. 


Karena, hari ini negara bersaing dan adanya peperangan tidak lagi berbasis pada kekuatan senjata semata, melainkan direpresentasikan pada pembangunan arsitektur kekuatan pertahanan sibernya. Maka, harus ada kesiapan teknologi dan infrastruktur, kekuatan riset, kualitas SDM, dan lainnya. 


Kebocoran data akibat kejahatan siber berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi negara. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dan menanggulanginya dibutuhkan strategi jitu membangun benteng pertahanan dunia siber (cyber defense). Bahkan saat ini, kejahatan siber digunakan sebagai alat politik yang bertujuan provokasi atau menyerang alat vital negara, atau untuk rekayasa ekonomi. 


Hari ini kita lihat bahwa pemerintah kurang sigap menghadapi kasus ini. Karena faktanya, kasus serangan siber ini sudah terjadi berkali-kali dan akibatnya masyarakat bisa kehilangan privasi ataupun aset kekayaan yang dimilikinya. 


Dengan berulangnya kasus seperti ini, maka Indonesia sangat rentan jatuh dalam situasi politik dan ekonomi yang lemah, baik di tingkat regional maupun global. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia gagal melindungi rakyatnya. 


Sistem kapitalisme yang dianut oleh negara-negara besar seperti Amerika, Inggris, Cina dan Australia. Mereka memosisikan negaranya sebagai subjek karena mereka telah mendeklarasikan memiliki sistem pertahanan siber yang canggih dan strategi jitu. 


Dalam sistem kapitalisme semua berdasarkan asas manfaat dan demi keuntungan semata. Oleh karena itu, negara-negara besar seperti itu akan memastikan sistem ekonomi dan politiknya dalam keadaan aman, meskipun harus menjajah negara yang lemah. 


Sedangkan, Indonesia dan negara-negara muslim lainnya, yang katanya menganut sistem kapitalisme, mereka ditempatkan sebagai objek, bukan subjek. 


Hasilnya, yang dianut oleh Indonesia ini hanyalah sebagai regulator dan bukan pengatur, minimalnya peran negara dalam pengaturan ekonomi, dan tidak adanya tujuan ingin merebut kepemimpinan dunia. 


Pada akhirnya, negara-negara ini dengan mudah menjadi objek penjajahan oleh negara-negara besar. Atau bisa disebut juga kalah dalam persaingan. 


Di dalam sistem Islam, negara bertugas untuk mengatur dan melindungi seluruh rakyatnya. Sistem Islam ini akan mengarahkan negara agar mampu mengurus rakyatnya baik di dalam negeri ataupun dalam dunia internasional, dengan cara yang benar sesuai dengan syariat Islam. 


Solusi dari semua itu adalah diterapkan sistem Islam secara kafah. Karena, apabila suatu negara menerapkan syariat Islam secara kafah, maka negara tersebut akan mampu melindungi rakyatnya. Sekaligus membangun sistem pertahanan dan keamanan yang kuat. 


Hingga akhirnya, negara tersebut akan mampu menjadi mercusuar dalam konstelasi politik internasional. Maka, negara yang menerapkan sistem Islam tidak mungkin diremehkan oleh negara-negara besar yang lain atau para penjahat internasional. 


Di dalam sistem Islam, negara berkewajiban memperhatikan satu komponen yaitu strategi pertahanan siber. Karena, negara bertugas mengurus dan melayani rakyat, sekaligus pembawa misi penyebaran risalah ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad. 


Dengan adanya dukungan diterapkannya sistem Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Dimulai dari sistem politik pemerintahan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem hukum, dan lain sebagainya. Maka akan mencegah peluang intervensi asing dan menjadikan negara menjadi mandiri dan mempunyai kewibawaan. 


Islam akan berjaya kembali sesuai dengan janji Allah Swt.. Akan tetapi harus ada kesadaran umat untuk menumbuhkan keIslaman yang sudah tertananam dalam diri mereka agar menjadi energi yang besar. Energi ini merupakan modal menuju perubahan. 


Umat harus sadar bahwa habitat hidup mereka hari ini bukanlah habitat alami mereka. Karena hari ini terlihat jelas banyak kemudaratan yang ditimbulkan oleh sistem sekuler kapitalisme. Dampak tersebut dirasakan tidak hanya di kehidupan dunia, akan tetapi di kehidupan akhirat juga. Wallahualam bissawab. [SJ]