Alt Title

Penistaan Agama Terus Terjadi Tanpa Ada Solusi

Penistaan Agama Terus Terjadi Tanpa Ada Solusi

 


Sudah begitu banyak penistaan agama yang terjadi di negeri ini

Hukum yang berlaku di negeri ini juga tidak mampu memberikan efek jera kepada para pelaku

_______________________


Penulis Bunda Hanif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Tenaga Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita menggemparkan baru-baru ini tentang seorang pendakwah yang mengklaim bahwa dirinya bisa bahasa semut, bahkan mengaku sudah menulis 500 kitab dalam Bahasa Suryani. Bahasa Suryani merupakan Bahasa Suriah yang merupakan classical Syriac.


Sosok yang disebut-sebut seorang wali tersebut bernama Abuya Ghufron al-Bantani, dan lebih dikenal dengan Mama Ghufron. Meskipun netizen meragukan kemampuannya menulis kitab, namun ia tetap keukeuh pada pendapatnya. (tvOne, 13-6-2024)


Ajaran Mama Ghufron dinyatakan sesat oleh seorang Aktivis Islam, Farid Idris. Hal ini disampaikannya pada saat wawancara. Ia meminta MUI Banten segera memanggil orang tersebut untuk berdiskusi. 


Meski hal tersebut sudah sangat viral, tetapi sangat disayangkan sampai saat ini Pemerintah belum mengambil tindakan apapun. Sebenarnya di negeri mayoritas muslim ini sudah sering muncul pihak-pihak yang mengaku “nabi baru” atau “wali”. Tentu kita masih ingat, pada tahun 2020, ada seseorang yang bernama Paruru Daeng Tahu dari Gowa Sulawesi mengaku-ngaku sebagai “nabi baru”. Lalu pada 2019 seseorang berinisial NS mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad. Pada 2019, SA menyebarkan ajaran sesat di Mataram serta Lia Eden pada 2005. 


Sudah begitu banyak penistaan agama yang terjadi di negeri ini. Namun negara belum mampu membendung ajaran-ajaran yang keluar dari ajaran Islam tersebut. Hukum yang berlaku di negeri ini juga tidak mampu memberikan efek jera kepada para pelaku. Contohnya pada Pasal 156a KUHP, hukuman yang diberikan kepada penista agama hanya enam tahun penjara. 


Mengapa masyarakat mudah sekali terjerumus pada ajaran yang salah? Penyebabnya adalah lemahnya pemahaman mereka tentang agama. Kondisi masyarakat saat ini cenderung malas berpikir. Inginnya beribadah dengan cara mudah, hingga mereka terpengaruh dengan ajaran yang tidak benar.


Keadaan makin bertambah parah manakala ada aturan yang membolehkan kebebasan berpendapat dan beragama. Alhasil semua orang merasa bebas mempelajari, memeluk hingga menyebarkan pemahaman yang salah. Kebebasan ini didukung dengan adanya sistem yang ada sekarang yakni sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan hingga akhirnya mereka justru kebablasan dan salah mengajarkan agama.


Penistaan agama yang terus berulang tentu saja sangat membahayakan masyarakat, terutama bagi masyarakat awam yang baru belajar Islam. Sayangnya, saat mereka semangat belajar Islam, ternyata bertemu dengan pemahaman yang sesat hingga akhirnya mereka terjerumus pada ajaran yang salah. 


Ajaran yang dinilai sesat tersebut akan menjadi sangat berbahaya manakala dikonsumsi oleh generasi muda yang merupakan ujung tombak kemajuan agama dan negara. Jika hal ini terus dibiarkan akan membahayakan masa depan bangsa. 


Pemahaman yang salah jika terus-menerus diterima membuat mereka meninggalkan Islam yang sempurna. Kalau ini terjadi, tidak mustahil negara dipimpin oleh pemimpin yang tidak memahami Islam dan akan menentukan kebijakan sesuai nafsunya saja. Perlahan-lahan agama tidak dipakai sebagai petunjuk hidup. Seharusnya negara mempunyai kewajiban menjaga akidah rakyat dan melindungi mereka dari ajaran-ajaran yang menyimpang dari Islam.  


Di dalam Islam, pemimpin mempunyai tugas utama menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. Seperti yang disampaikan oleh Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam as Sulthaniyyah. Begitu pula Imam Al-Ghazali  menyatatakan bahwa agama dan kekuasaan bagaikan saudara kembar, yakni agama sebagai pondasi dan kekuasaan sebagai penjaga. Ini artinya penguasa harusnya menjadi penjaga bagi rakyat, salah satunya adalah menjaga akidah. 


Penistaan agama sudah pernah terjadi pada masa pemerintahan Sultan Muhammad I. Pada saat itu, muncul seseorang bernama Badrudin Mahmud bin Israil. Ajaran Badrudin yang dinilai menyimpang tersebut tentu saja tidak dibiarkan oleh sang Sultan. Ia langsung membuat strategi untuk menumpas ajaran sesat tersebut. Begitupun pada masa Khalifah Abu Bakar. Saat Musa Ilamah al-Khazzab mengaku sebagai nabi, Abu Bakar langsung turun tangan memerintahkan untuk menumpasnya. Ini semua demi menjaga akidah umat. 


Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna karena berasal dari zat yang Maha Sempurna. Islam memiliki cara untuk menjaga akidah umat yakni :


Pertama, Islam mewajibkan penerapan aturan Islam secara kafah (menyeluruh) di bawah sistem pemerintahan Islam.


Kedua, diterapkannya sistem pendidikan Islam yang akan membentuk generasi berkepribadian Islam, memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan pemahaman Islam yang benar, mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga menyadari bahwa segala perbuatan harus sesuai dengan hukum syarak. Apapun yang mereka terima akan mereka saring apakah benar-benar berasal dari Al-Quran dan Sunah.


Ketiga, adanya sanksi yang tegas terhadap para penista agama, guna mencegah tindakan yang serupa terjadi pada kemudian hari.


Tentu saja semua itu hanya dapat terlaksana ketika kaum muslim menjadikan Islam sebagai pedoman. Lantas, masihkah kita berharap pada sistem rusak yang jelas-jelas tidak bisa menjaga akidah umat? Wallahualam bissawab. [GSM]