Alt Title

Perut Kembung karena Harga Tiket Pesawat Melambung

Perut Kembung karena Harga Tiket Pesawat Melambung

 


Pembentukan satgas makin menunjukkan ketidakberdayaan lembaga yang ada

Satgas pun tak akan mampu menyelesaikan, selama sistem ekonomi masih kapitalistik

______________________________


Penulis Hilda Yulistiyanita

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi

                                                                                                                                                                                  KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Moda transportasi merupakan sebuah fasilitas yang sejatinya mempermudah urusan kita. Transportasi darat, laut dan udara yang selayaknya kita nikmati agar hajat terpenuhi dengan baik.


Apalah dikata jika ternyata transportasi yang seharusnya memudahkan urusan nyatanya malah memberatkan kita. Transportasi udara misalnya, yang harusnya dapat kita nikmati dengan harga bersahabat, malah seolah transportasi yang harus kita jauhi lantaran harga yang melambung tinggi.


Dilansir dari tirto.id (14/7/2024), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa harga tiket pesawat di Indonesia tercatat paling mahal di ASEAN dan nomor dua termahal di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara yang berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan di Indonesia menjadi yang termahal kedua setelah Brazil.

                                                                                                                                    Demi memenuhi kebutuhan masyarakat, maka Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat. Pembentukan satgas ini sebagai tindak lanjut pemerintah menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien di Indonesia.


Berdasarkan kompas.com (14/7/ 2024), ia juga menyampaikan bahwa bukan hanya bahan bakar avtur saja yang berkontribusi membuat harga tiket pesawat mahal di dalam negeri. Melainkan terdapat aspek lain seperti beban pajak hingga beban biaya operasional.


Namun, benarkah cukup hanya itu yang selayaknya jadi koreksi dan langkah ke depan pemerintah sebagai pemangku kebijakan? Nampaknya, mereka lupa bahwa ada peluang yang dibaca pada sistem dunia saat ini. Di mana layanan transportasi menjadi ladang bisnis, apalagi ada monopoli dalam penyelenggaraannya.


Di sisi lain, solusi yang ditawarkan pemerintah menunjukkan lemahnya negara dalam menyelesaikan persoalan ini.


Pembentukan satgas makin menguatkan begitu lemahnya negara karena menunjukkan ketidakberdayaan lembaga yang ada. Satgas pun tak akan mampu menyelesaikan, selama sistem ekonomi masih kapitalistik. Peluang tingkat kebutuhan bahan bakar dan biaya operasional, serta hal lain yang dibaca sebagai ladang bisnis maka akan membuat segalanya dimanfaatkan untuk bisnis.


Kapitalistik mengemban bahwa segala sesuatu dapat diuangkan, dapat dibisniskan, dan menguntungkan sebagian orang atau instansi. Kehidupan kapitalisme telah memandang aspek penunjang transportasi adalah sebagai industri yang dapat dikuasai oleh perusahaan atau swasta, yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.


Menurut pandangan kapitalis, dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal.

                                                                                                                                    Berbeda halnya dengan sistem ekonomi Islam, transportasi dalam sudut pandang Islam merupakan kebutuhan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Negara yang berfungsi sebagai ra'in akan mampu mewujudkannya, fungsi pelayanan yang dijunjung tinggi akan menekan fungsi bisnis.


Apalagi didukung dengan negara bahwa dalam Islam memiliki sumber pemasukan negara yang banyak, sehingga mampu memberikan layanan gratis. Karena berbasis layanan oleh negara untuk kesejahteraan masyarakatnya.


Maka pengurusan setiap kebutuhan umat akan ditangani oleh SDM yang amanah dan kapabel, sehingga pengelolaannya dapat efektif dan efisien. Terlebih, dengan adanya dukungan penerapan sistem ekonomi Islam serta sistem lainnya secara menyeluruh dan komprehensif.

                                                                                                                                    Sejarah Islam yang otentik sesungguhnya banyak mencatat fakta betapa Daulah Islam adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Di masa Khilafah Utsmaniyah memberikan dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Utsmani pun menawarkan jasa transportasi kepada orang-orang secara gratis. (Khilafah.com)

                                                                                                                                    Negara juga menjunjung tinggi syariat yang diemban, menganggap bahwa ada tanggung jawab pemimpin dalam mengurus rakyatnya. Dalam sistem Islam, memimpin bukanlah untuk kepentingan menumpuk harta.


Sebagaimana sabda Baginda Rasulullah saw., "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin.” (HR Bukhari-Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad


Mari kita dengan para pemimpin negeri ini merenungkan, bahwa seharusnya penguasa negara adalah melayani umat. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme hari ini layanan itu dijadikan ladang bisnis yang malah menghambat rakyat untuk mendapat kemudahan.


Seharusnya, penguasa seperti ini patutlah merenungkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat. (HR Ath-Thabrani)

Wallahualam bissawab. [SM-SJ/MKC]