Alt Title

Pinjol untuk Bayar Kuliah? Solusikah?

Pinjol untuk Bayar Kuliah? Solusikah?

 

Solusi pinjaman online sejatinya hanya mendukung pengusaha pinjol, akan tetapi menghantarkan kerusakan bagi masyarakat

Ini membuktikan bahwa negara abai terhadap tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan secara merata

______________________________


Penulis Rina Ummu Meta

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di zaman teknologi yang serba canggih, semua hal bisa dilakukan dengan mudah. Termasuk untuk mendapatkan pinjaman uang, yaitu dengan adanya platform penyedia jasa pinjaman secara digital yang biasa disebut pinjaman online (pinjol). 


Saat ini keberadaan pinjol sudah merajalela, dari masyarakat kalangan elite hingga kalangan sulit. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit ditambah badai PHK yang menerpa masyarakat, kehadiran pinjol bagaikan angin segar yang menjanjikan untuk menopang kebutuhan hidup. 


Namun ada pula yang menggunakan pinjol demi memenuhi gaya hidup. Bahkan pinjol sudah merasuki dunia pendidikan. Belakangan ini viral pernyataan menteri terkait pembayaran biaya kuliah dengan pinjol. 


Menurut pernyataan Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, keberadaan pinjol di ruang akademik dapat membantu mahasiswa yang kesulitan membiayai pendidikannya. Menurutnya, ini merupakan bentuk inovasi teknologi dalam pembiayaan kuliah dan peluang bagus, tapi sering disalahgunakan. (tirka.id.com, 03/07/2024)


Pernyataan tersebut merupakan sikap pejabat nyeleneh yang menunjukkan rusaknya paradigma kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Materi menjadi tujuan hidup dan standar kebahagiaan. Tak peduli didapat dengan cara halal atau haram. Manusia hidup tidak mau diatur dengan aturan Sang Pencipta, melainkan dengan aturan yang dibuat manusia itu sendiri. Padahal manusia memilki sifat lemah dan terbatas. 


Negara menyerahkan kepada individu untuk bisa mengakses sendiri pendidikan yang diinginkan. Bagi mereka yang mampu tentu tidak ada masalah, bagi yang tidak mampu disarankan untuk menggunakan pinjol sebagai solusi pembayaran pendidikan.


Solusi pinjaman online sejatinya hanya mendukung pengusaha pinjol, akan tetapi menghantarkan kerusakan bagi masyarakat. Ini membuktikan bahwa negara abai terhadap tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan secara merata. 


Aturan yang dibuat oleh manusia tentu tidak akan memberikan solusi yang benar, bahkan menjadikan mudarat bagi manusia. Seperti keberadaan pinjol ini yang menjadi polemik karena banyak yang terjerat utang pinjol.


Akibat tidak mampu membayar cicilan utang ditambah tekanan penagihan dari pihak debt collector membuat pelaku pinjol menjadi stres bahkan sampai bunuh diri. Inilah fakta bahwa sistem yang rusak akan menghasilkan aturan yang rusak. Alhasil membawa manusia pada kerusakan. 


Berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang sempurna dan paripurna yang berasal dari Sang Pencipta manusia. Dalam Islam, layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya adalah haram meskipun dilakukan atas dasar kerelaan. 


Banyak sekali dalil dalam Al-Qur'an yang menjelaskan tentang haramnya riba. Di antaranya firman Allah Swt., "Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS Al-Baqarah: 275)


Dalam surah Ar-Rum ayat 39 Allah Swt. berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."


Dalam hadis disebutkan bahwa dosa dari perilaku riba diibaratkan seperti berzina dengan ibunya sendiri. Sebagaimana hadis berikut, "Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya." (HR Hakim)


Bahkan Allah mengancam akan memerangi orang-orang yang tidak mematuhi perintahNya untuk meninggalkan riba. Sebagaimana firman Allah Swt., "Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka katakanlah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS Al-Baqarah: 279)


Allah melarang riba karena merugikan manusia. Riba juga tidak bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Bahkan riba menyebabkan masyarakat menjadi terpuruk di dunia dan akhirat. 


Dalam Islam, negara berkewajiban menyejahterakan rakyatnya dengan menjamin kebutuhan dasar pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Pendidikan merupakan hak setiap individu, karena Islam mewajibkan setiap muslim untuk menuntut ilmu. 


Sebagaimana hadis berikut, "Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan." (HR Ibnu Majah)


Oleh karena itu, negara bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang mudah diakses oleh seluruh kalangan tanpa terkecuali. Maka negara akan membangun infrastruktur yang menunjang, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, serta menyiapkan tenaga pendidik dan pengajar yang kompeten di bidangnya. Semua ini disediakan oleh negara dengan biaya murah bahkan gratis. Untuk membiayai pendidikan, negara mengambil dana dari baitulmal.


Sumber pemasukan baitulmal didapat dari zakat, fai, kharaj, wakaf, hasil dari pengelolaan SDA dan lainnya. Dana tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan umat.


Islam juga memastikan bahwa pejabat yang diangkat oleh pemimpin negara, adalah orang yang menjadi teladan umat, yang mampu memimpin umat dan senantiasa taat syariat. Sehingga kebijakan yang diambil sesuai tuntunan syariat. Dan memanfaatkan kemajuan teknologi sesuai hukum syarak. Hanya dengan syariat Islam kafah, solusi untuk semua problematika kehidupan. Wallahualam bissawab. [AS-SJ/MKC]