Stop Pungli, Hentikan Kecurangan di Dunia Pendidikan
Opini
Kecurangan di dunia pendidikan akan sangat leluasa untuk dilakukan terus-menerus
Karena, negara yang tidak hadir secara optimal untuk mengayomi masyarakat
____________________
Penulis Khatimah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setiap memasuki tahun ajaran baru, orang tua dibuat was-was dengan hasil Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Tidak jarang sebagian wali murid berani melakukan suap (menyogok) agar anaknya masuk ke sekolah favorit.
Menyoroti kejadian yang terus berulang, pemerintah mengultimatum agar tidak ada lagi proses transaksional selama berlangsungnya PPDB. Dadang Supriatna selaku Bupati Bandung meminta kepada setiap orang tua murid untuk tidak memaksakan anaknya masuk ke sekolah favorit. Apalagi dengan memberikan uang kepada petugas sekolah atau menyogok. (DetikJabar 10/06/2024)
Fenomena pungli tidak hanya terjadi pada kasus PPDB saja, hampir di setiap layanan publik praktik ini sering dilakukan dan telah dianggap sebagai hal biasa. Hingga dikenal istilah “Ada Fulus, Urusan Mulus”. Kalimat ini seolah candaan, tetapi faktanya terjadi di kehidupan masyarakat. Ungkapan itu bisa jadi merupakan bentuk kekesalan dari warga, yang tidak sanggup untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang diinginkan, karena terhalang ekonomi. Meski, sang anak memiliki kecerdasan tetapi karena adanya berbagai praktik manipulasi akhirnya harus tereliminasi.
Tindakan suap menyuap merupakan kejahatan yang harus diberantas selayaknya kasus korupsi. Karena, keduanya adalah perbuatan melanggar hukum. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Tidak jarang aktivitas ini dilakukan oleh aparat negara termasuk pengurus dalam pendidikan. Banyak dari mereka melakukan pungutan liar untuk keuntungan pribadi.
Berbagai upaya yang dilakukan nyatanya belum bisa menghentikan setiap pelanggaran yang terjadi, karena yang dilakukan hanya sebatas himbauan saja. Tidak ada tindakan nyata yang mampu memberi efek jera baik bagi pelaku, aparat maupun para orang tua itu sendiri.
Inilah dampak diterapkannya kapitalisme sekuler yang memisahkan kehidupan dari aturan agama. Apapun akan dilakukan tak peduli halal haram.
Kapitalisme di dunia pendidikan juga menjadi penyebab terjadinya kesenjangan, di mana kualitasnya hanya bisa dinikmati oleh sekelompok masyarakat yang mampu untuk membayar. Jika hal tersebut terus dibiarkan akan menghasilkan manusia yang individual yang selalu memikirkan kepentingan pribadi. Alhasil mereka yang lemah secara ekonomi akan tetap berada dalam keterpurukan dan ketidakberdayaan.
Hal tersebut akan terus terulang, selama sekuler kapitalisme tetap dijadikan acuan untuk mengatur kehidupan manusia. Sehingga rasa takwa yang seharusnya menancap pada diri kaum muslim akan terkikis bahkan hilang. Dari sinilah berbagai masalah muncul, karena tidak adanya rasa takut kepada Rabb yang telah menciptakannya.
Oleh sebab itu, kecurangan di dunia pendidikan akan sangat leluasa untuk dilakukan terus-menerus. Karena, negara yang tidak hadir secara optimal untuk mengayomi masyarakat. Agama dipahami hanya sebagai aspek ritual saja, tidak untuk mengatur kehidupan.
Berbeda dengan Islam, di mana di dalamnya mampu menyelesaikan apa yang menjadi problematika umat. Sebagai pengayom masyarakat, seorang penguasa akan senantiasa memperhatikan masa depan generasi. Kebutuhan dalam masalah pendidikan akan mendapatkan perhatian utama, dengan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan.
Dalam sebuah sistem Islam, penguasa akan senantiasa menanamkan ketakwaan dengan menjadikan akidah Islam sebagai pondasi perbuatan. Sehingga setiap individu akan merasa takut untuk melakukan maksiat. Setiap masyarakat akan dituntut untuk amanah dalam menjalankan aktivitasnya. Sehingga akan tumbuh rasa kehati-hatian dalam beraktivitas. Masyarakat akan senantiasa berperan dalam beramar makruf nahi mungkar, serta mengontrol individu agar tidak melakukan maksiat kepada Allah.
Terkait masalah persanksian, peran negara sangat dibutuhkan untuk memberi sanksi kepada setiap individu yang melanggar syariat Islam. Jika didapati ada tindakan yang melanggar seperti melakukan kecurangan, mengambil harta orang lain dari jalan yang tidak benar. Dengan tegas akan segera ditindak sesuai syariat. Allah Swt. mengingatkan dalam salah satu ayat-Nya yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS An-Nisa: 29)
Di tafsirkan juga oleh As-Sa’di bahwa “Allah telah melarang hamba-hambanya untuk memakan ghashab (perampasan), pencurian, serta memperoleh harta melalui judi dan perolehan-perolehan yang tercela.” (Tafsir As-Sa’di hlm, 30)
Inilah ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya, begitu sempurna dan mampu menyelesaikan permasalahan dan mewujudkan kemaslahatan bagi umat. Sudah saatnya aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai negara yang mengikuti metode Rasulullah saw. Sejatinya, aturan agama ini adalah rahmat bagi seluruh alam untuk mengatur kehidupan individu, masyarakat dan bernegara. Tidakkah kita rindu untuk menegakkannya kembali? Wallahuallam bissawab. [Dara]