Subsidi BLT Opsi Solusi, Masalah Baru Datang Menanti
Analisis
Perubahan mekanisme subsidi dari bentuk umum menjadi BLT terlihat memiliki tujuan yang baik
Namun, penerapan kebijakan ini menimbulkan berbagai masalah baru yang tak kalah pelik
________________________
Penulis Tresna Mustikasari, S.Si
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Muslimah Penggiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Dalam upaya untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Pemerintah merencanakan perubahan mekanisme subsidi, yaitu subsidi LPG 3 kg. Dari bentuk umum menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang direncanakan sejumlah Rp100 ribu per bulan. (cnbcindonesia.com, 12/07/2024)
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban anggaran negara dalam menyediakan subsidi dan mulai diterapkan pada tahun 2026. Namun, kebijakan ini menimbulkan berbagai peluang masalah baru yang perlu diperhatikan, seperti kenaikan harga barang, penurunan daya beli masyarakat, serta potensi korupsi dan kerumitan dalam implementasinya. (beritasatu.com, 18/07/2024)
Menimbulkan Masalah Baru
Salah satu masalah utama yang dihadapi ketika subsidi dalam bentuk BLT diterapkan adalah potensi kenaikan harga barang. Tanpa subsidi langsung, harga barang-barang kebutuhan pokok cenderung meningkat. Mengapa? Harga LPG 3 kg sebenarnya sekitar Rp53 ribu. Karena, adanya subsidi pemerintah sebesar Rp33 ribu harga yang dibayar masyarakat hanya sekitar Rp20 ribu. (cnbcindonesia.com, 21/07/2024)
Ketika subsidi ditiadakan, harga normal LPG sebesar Rp53 ribu tentu akan berefek domino pada kenaikan bahan pokok dan jasa lainnya. Selain itu, kenaikan harga ini seringkali tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Sehingga daya beli mereka ikut menurun. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat bisa terancam.
Penerapan BLT tidak terlepas dari potensi korupsi dan kerumitan dalam pelaksanaannya. Dalam proses distribusi BLT, ada peluang terjadinya penyalahgunaan dana oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, birokrasi yang rumit dapat menyebabkan bantuan tidak sampai tepat waktu atau tidak sampai kepada yang berhak. Kerumitan ini bisa mengurangi efektivitas kebijakan BLT dan merugikan masyarakat yang seharusnya menerima manfaat.
Masyarakat sebagai penerima BLT belum tentu menggunakannya sesuai sasaran utama, yaitu membeli LPG. Tapi bisa juga disalahgunakan untuk keperluan lainnya. Lebih parah lagi jika sampai digunakan untuk judi online yang saaat ini sedang menjadi permasalahan serius lainnya. Pengalihan dana subsidi menjadi BLT besar kemungkinan jauh dari harapan awal. Ingin tepat sasaran malah makin jauh dari yang ditargetkan.
Subsidi dalam Sistem Kapitalisme
Pengurangan subsidi dan penerapan BLT merupakan konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya sebagai regulator. Dalam sistem ini, peran negara lebih banyak berfokus pada pengaturan dan pengawasan. Sementara, mekanisme pasar dibiarkan berjalan dengan sedikit intervensi. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat sering kali tergantung pada dinamika pasar yang tidak selalu adil dan menguntungkan semua pihak.
Penghapusan subsidi yang kian dilakukan oleh pemerintah Indonesia tak ayal merupakan akibat dari keterikatan negara ini dengan berbagai perjanjian internasional yang mendorong agar terjadinya pasar bebas. Dalam upaya untuk memenuhi komitmen-komitmen tersebut, Indonesia diharuskan mengurangi intervensi negara dalam perekonomian, termasuk menghapuskan berbagai bentuk subsidi kepada rakyat.
Kebijakan ini sejalan dengan prinsip-prinsip pasar bebas yang menghendaki agar harga barang dan jasa ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Sebagai hasilnya, negara makin mengurangi subsidi yang selama ini membantu masyarakat. Dengan harapan pasar yang lebih terbuka dan kompetitif akan mendorong efisiensi ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang.
Mekanisme Pemenuhan Kebutuhan dalam Islam
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Negara dalam pandangan Islam berperan sebagai pengurus (ra'in) yang bertanggung jawab langsung terhadap kesejahteraan rakyat. Negara tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi sebagai penyedia layanan yang adil dan merata kepada seluruh individu rakyat.
Dalam sistem Islam, pelayanan yang diberikan oleh negara harus adil dan merata tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan dari negara, baik dalam bentuk subsidi maupun pelayanan publik lainnya. Negara wajib memastikan bahwa kebutuhan dasar setiap warga negara terpenuhi dengan baik. Tidak masalah siapa pengguna subsidi tersebut, baik si kaya maupun si miskin, selama dia berkewarganegaraan Negara Islam, dia berhak merasakan fasilitas dan pelayanan apapun dari negara.
Selain itu, sistem administrasi dan pelayanan dalam pemerintahan Islam dirancang untuk sesederhana dan seefisien mungkin. Pelayanan kepada rakyat dilakukan dengan cepat dan tepat, sehingga mengurangi potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Petugas yang bertanggung jawab dalam menjalankan kebijakan negara harus amanah dan profesional. Sehingga kebijakan yang diterapkan dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
Dalam sejarah peradaban dunia Islam, sistem administrasi dan pelayanan pemerintahan yang sederhana dan efisien dapat dilihat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Umar dikenal dengan reformasi administratifnya yang menekankan pada keadilan dan efisiensi. Beliau mengatur sistem administrasi yang memudahkan pelayanan publik, seperti pembentukan kantor-kantor administrasi yang berfungsi untuk menangani berbagai urusan rakyat dengan cepat.
Selain itu, Khalifah Umar menerapkan sistem pengawasan yang ketat untuk meminimalisir korupsi dan penyalahgunaan wewenang di kalangan pejabat pemerintah. Pendekatan ini membantu memastikan bahwa pelayanan kepada rakyat dilakukan secara tepat dan efisien.
Kesejahteraan dan Kenyamanan Hidup Dijamin
Tujuan akhir dari kebijakan negara dalam Islam adalah mewujudkan kesejahteraan dan kenyamanan hidup bagi seluruh rakyat. Negara harus memastikan bahwa setiap individu dapat hidup dengan layak dan sejahtera. Ini dicapai melalui berbagai mekanisme. Islam menetapkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan pokok rakyatnya, termasuk sandang, pangan, papan, termasuk di dalamnya masalah energi.
Sistem ekonomi Islam mewajibkan ketersediaan kebutuhan tersebut untuk seluruh rakyat dengan harga yang terjangkau bahkan gratis. Karena, pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan oleh negara. Semua keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dan pembuatan fasilitas umum.
Hal tersebut sangat mungkin terwujud karena negara Islam harus memiliki kekuatan, kedaulatan, dan kemandirian ekonomi. Islam menyediakan berbagai sumber pendapatan negara yang mendukung pembangunan sesuai dengan prinsip kesejahteraan umat.
Pendapatan tersebut terdiri dari tiga kategori utama: yaitu fai dan kharaj; bagian pemilikan umum; dan bagian sedekah (zakat). Bagian fai dan kharaj tersusun dari pos-pos, yaitu (1) ganimah (meliputi ganimah, anfal, fai, dan khumus), (2) kharaj, (3) status tanah (meliputi tanah ‘unwah, usyriyah, ash-shawafi, tanah milik negara, tanah milik umum, dan tanah-tanah yang diproteksi), (4) jizyah, (5) fai, dan (6) dharibah.
Penutup
Perubahan mekanisme subsidi dari bentuk umum menjadi BLT memang terlihat memiliki tujuan yang baik, yaitu memastikan subsidi tepat sasaran dan mengurangi beban anggaran negara. Namun, penerapan kebijakan ini menimbulkan berbagai masalah baru yang tak kalah pelik, seperti kenaikan harga barang, penurunan daya beli, potensi korupsi, dan kerumitan implementasi. Dalam perspektif Islam, negara harus berperan sebagai pengurus yang bertanggungjawab langsung terhadap kesejahteraan rakyat, dengan memberikan pelayanan yang adil, sederhana, dan efisien.
Dengan demikian, setiap kebijakan yang dihadirkan negara tentu harus yang terbaik bagi rakyatnya. Semua itu sangat mungkin terwujud ketika peraturan Islam yang menyeluruh telah terlaksana dengan sempurna di negeri ini. Insya Allah sesuai yang dijanjikan Allah dalam QS An-Nur ayat 55, waktunya telah dekat. Maka, sebagai seorang muslim tentu kita tidak tinggal diam dan harus mengambil bagian dalam barisan perjuangan. Wallahualam bissawab. [DW-Dara/MKC]