Alt Title

Tapera dan Cara Islam Mengatur Rumah

Tapera dan Cara Islam Mengatur Rumah

 


Dalam Islam rumah adalah kebutuhan dasar selain sandang dan pangan

Kewajiban ini dibebankan pada setiap kepala rumah tangga

_____________________________


Penulis Yuli Ummu Raihan 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah Tangerang 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Memiliki rumah yang nyaman adalah kebutuhan sekaligus impian semua orang. Namun, hari ini untuk memiliki rumah adalah hal yang sangat sulit. Karena, harganya semakin mahal sementara penghasilan tidak seimbang untuk memenuhi kebutuhan pokok.  


Di tengah kondisi ekonomi kita yang merosot. Masyarakat dihebohkan oleh kebijakan baru pemerintah yang bernama Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Sekilas, kebijakan ini terlihat baik karena negara hadir memikirkan agar semua rakyatnya bisa memiliki rumah dengan cara menabung. Namun, faktanya ini adalah cara baru pemerintah memalak rakyat.


Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kini, kepesertaan Tapera diwajibkan untuk seluruh pekerja, meliputi ASN, TNI, Polri, Karyawan BUMN/ BUMD/ BUMDes, dan pekerja mandiri yang berpenghasilan setara UMR. (Kompas.id, 4/6/2024)


Berdasarkan Pasal 15 ayat 1 PP tersebut, iuran Tapera ditetapkan sebesar 3% yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara, besaran simpanan untuk peserta pekerja mandiri ditanggung sendiri sebesar 3%. (Detik.com, 29/5/2024)


Pro Kontra Tapera

Sontak, kebijakan ini menuai respon dari beberapa pihak. Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto, mengungkapkan bahwa investasi properti di kuartal I 2024 berada pada nomor 4 kontribusinya terhadap PDB. Sehingga sektor properti sangat penting dan akan sangat bisa mengungkit ekonomi. 


Joko mengatakan kita harus lihat backlog (defisit perumahan). Msalahnya sudah ada hampir 20% keluarga belum memiliki rumah. Makin lama semakin tidak tertangani. Ini akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat karena hunian layak jadi indikator kesejahteraan. Joko juga menyebut, backlog perumahan di Indonesia saat ini mencapai 9,9 juta. (CNBC Indonesia, 12/6/2024)


Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno, mengatakan iuran Tapera akan menambah banyak potongan gaji buruh. Potongan 2,5 % yang ditanggung pekerja juga tidak langsung menjamin buruh mendapatkan rumah dalam waktu cepat. 


Harusnya pemerintah fokus untuk pengadaan rumah bagi buruh dari anggaran negara. Bukan memotong gaji buruh yang kecil. Saat ini saja gaji buruh sudah harus dipotong 1% untuk BPJS, 2% untuk Jaminan Hari Tua (JHT), 1% untuk pensiun, PPh 5%, koperasi dan sekarang Tapera 2,5%. Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) juga merasa keberatan karena akan menjadi beban tambahan bagi pekerja dan pengusaha.


Presiden Jokowi menyatakan besaran iuran Tapera sudah dihitung dan mengatakan memang awalnya banyak penolakan. Namun, setelah berjalan banyak orang yang merasakan manfaatnya seperti BPJS dahulu. Hal ini sangat bertentangan dengan fakta hari ini, di mana beban yang ditanggung masyarakat sudah sangat berat. Bank Dunia menyebut ada 40% atau 110 juta penduduk Indonesia masuk kategori miskin.


Karena sifatnya wajib, ada sanksi bagi yang menolak program ini. Mulai dari sanksi administratif, denda hingga ancaman pencabutan izin usaha untuk pengusaha. Tentu ini semua menambah penderitaan rakyat!


Haram Melakukan Pungutan Paksa!

Mengambil harta seseorang secara paksa adalah jalan batil yang diharamkan agama. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa ayat 29, yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan batil, kecuali  melalui perdagangan atas dasar suka sama suka di antara kalian.”


Pelaku ghasab bisa individu juga para penguasa yang mengambil harta rakyat. Dengan cara tidak sesuai syariat Islam. Seperti berbagai pungutan atas penghasilan, kendaraan, tanah, rumah, barang belanjaan, dan lainnya. Hal ini diibaratkan oleh Rasulullah saw. seperti penggembala yang kasar terhadap gembalaannya.


Setelah mendapatkan banyak penolakan publik. Pemerintah mengisyaratkan bahwa pelaksanaan PP No. 21/2024 tentang perubahan atas PP No. 25/2020 tentang Tapera akan ditunda. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, mengatakan rencana ini akan diundur apalagi kalau DPR, MPR minta diundur. ( Tirto.id, 6/6/2024)


Sementara itu, Komisaris Badan Pengelola Tapera Heru Pudyo Nugroho, mengungkapkan bahwa penerapan iuran Tapera untuk karyawan swasta bisa mundur dari 2027. Penundaan ini seolah hanya jurus ninja untuk menyelamatkan wajah pemerintah agar seolah masih berpihak dan mendengarkan aspirasi rakyat. 


Padahal ini hanya sekadar mengetes reaksi publik. Jika banyak penolakan akan ditunda, jika tidak terus berlanjut. Selama penundaan ini, pemerintah bisa melakukan lobi-lobi agar pihak yang menolak bisa melunak dan bahkan bisa jadi pihak yang mendukung kebijakan zalim ini.


Tapera juga berpotensi menjadi lahan basah korupsi. Agus Sunaryanto, Koordinator ICW mengatakan, kemungkinan Tapera akan menjadi lahan korupsi baru seperti kasus Asabri, BPJS, Jiwasraya dan Taspen.


Sistem administrasi hari ini yang ribet dan lama memungkinkan nantinya Tapera akan menimbulkan banyak masalah. Tidak seindah harapan para pekerja yang ikut Tapera.


Rumah adalah Kebutuhan Dasar

Dalam Islam rumah adalah kebutuhan dasar selain sandang dan pangan. Kewajiban ini dibebankan pada setiap kepala rumah tangga. Allah Swt. berfirman dalam QS At-Thalaq ayat 6, yang artinya:

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana saja kalian tinggal sesuai kemampuan kalian, janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka.”


Dengan adanya rumah aurat terjaga, terlindungi dari panas dan hujan, terjaga dari pandangan orang di luar rumah, serta dari gangguan lainnya. Kepemilikan rumah tergantung kemampuan suami, bisa dengan mengontrak, tinggal di rumah mertua, meminjam rumah saudara atau teman, membeli rumah yang layak dan nyaman ketika ada kemampuan finansial.


Setiap orang berhak memiliki rumah yang layak karena merupakan salah satu yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Nabi Muhammad saw. bersabda:

Ada empat perkara yang termasuk kebahagiaan yaitu; istri yang salihah,  tempat tinggal yang lapang, teman atau tetangga yang baik, serta kendaraan yang nyaman.” (HR Ibnu Hibban)


Negara membantu rakyat agar mudah memiliki rumah. Mekanismenya dengan menciptakan iklim ekonomi yang sehat. Sehingga rakyat memiliki penghasilan yang cukup untuk memiliki rumah, baik pribadi atau sewaan.


Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas. Sehingga setiap kepala keluarga bisa bekerja dan memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya termasuk rumah.


Jika suami tidak mampu karena alasan syar'i, kewajiban ini beralih kepada wali wanita. Jika mereka tidak ada atau tidak mampu maka negara langsung mengambil alih tanggung jawab ini. Negara melarang segala praktik ribawi dalam jual beli rumah seperti saat ini. Riba untuk tujuan dan sebesar apapun tetap haram dan dosa besar.


Negara Islam juga mengatur terkait lahan. Negara menghilangkan segala penguasaan lahan yang luas oleh swasta apalagi asing. Dalam Islam, ada pengaturan kepemilikan dan cara pengembangan harta. Saat ini tidak ada batasan dan kontrol terhadap penguasaan lahan. Sistem kapitalis memberi peluang siapa saja menguasai lahan seluas apa pun yang mereka mau. 


Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada tahun 2019, melaporkan ada lima perusahaan pengembang besar telah menguasai 28 kota yang baru dibangun di kawasan Jabodetabek. Mereka juga memonopoli kepemilikan lahan. Fenomena ini disebut land banking, yaitu penguasaan atas lahan yang luas yang belum digarap. Akibatnya, rakyat kesulitan membeli tanah, dan properti, kecuali melalui para pengembang dengan harga sangat tinggi.


Dalam Islam lahan yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya akan disita. Dan bisa diberikan kepada siapa saja yang sanggup mengelolanya. Hal ini akan membuka kesempatan bagi rakyat untuk memiliki lahan dan hunian dengan cara mudah.


Negara Islam akan mengelola langsung SDA sehingga manfaatnya bisa dirasakan langsung atau tidak langsung oleh rakyat. Negara juga mengatur industri sehingga memungkinkan harga  bahan bangunan terjangkau oleh rakyat. Dengan begitu rakyat akan lebih mudah membangun rumah.


Dalam Islam harta milik umum adalah milik bersama. Hutan misalnya bisa dimanfaatkan siapa saja dengan mengambil kayu untuk bahan bangunan, bebatuan, dan pasir di sungai. Atau negara mengelolanya lalu menjual pada rakyat dengan harga terjangkau, bahkan bisa memberikan secara gratis.


Negara juga memiliki sistem administrasi yang mudah, cepat dan efisien. Negara bisa membangun sendiri perumahan untuk rakyat, atau memberi peluang bagi para developer sehingga memudahkan rakyat memiliki rumah. Keberadaan mereka akan makin menyempurnakan fungsi negara dalam menjamin pemenuhan perumahan rakyat.


Islam juga mengatur kriteria rumah yang layak untuk seorang muslim. Dalam beberapa kitab ulama terdahulu ditulis aturan terkait pemilihan lokasi, ketinggian rumah, jumlah kamar, teras, pagar,  ventilasi, hingga batas bangunan agar tidak menzalimi orang lain. Kebijakan ini telah diterapkan oleh para Khalifah pada masa lalu.


Rumah dalam Islam juga memiliki fungsi diantaranya untuk edukasi, ibadah, reproduksi, perlindungan, kasih sayang, ekonomi, dan lainnya. Bahkan ada istilah rumahku surgaku, yang menggambarkan bahwa rumah adalah tempat ternyaman, dan paling dirindukan.


Negara Islam juga memiliki sistem ekonomi yang memungkinkan untuk negara menjamin pemenuhan kebutuhan rumah rakyatnya. Semua mekanisme ini hanya akan bisa terwujud, ketika sistem Islam diterapkan secara kafah dalam segala aspek kehidupan. Kesejahteraan akan bisa dinikmati semua rakyat, dan keberkahan akan senantiasa menyertai negeri ini.


Ingatlah firman Allah Swt., “Seandainya pendukung negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan  (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa  mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A'raf: 96) Wallahualam bissawab. [SH-Dara/MKC]