Alt Title
Peringatan Darurat: Umat Butuh Islam sebagai Obat

Peringatan Darurat: Umat Butuh Islam sebagai Obat

 


Kesadaran umat untuk melakukan protes bila dilihat lebih jauh lagi belum menyuarakan solusi

Kemarahan akan ketidakadilan yang dialami mayoritas rakyat belum dapat menyimpulkan solusi apa yang diinginkan mereka

______________________________


Penulis Ummu Hanan

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pekan kemarin sosial media Indonesia ramai dengan tagar #PeringatanDarurat. Tagar yang dibuat secara tak sengaja ini berangkat dari kekecewaan masyarakat terhadap adanya pelanggaran konstitusi pasca Badan Legislasi atau Baleg DPR memutuskan threshold atau ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20% dari jumlah kursi di parlemen. Hal itu tertuang dalam draf Revisi UU No 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.


Keputusan Baleg DPR yang disahkan pada Rabu, 21 Agustus 2024 itu, otomatis menjadi koreksi atas putusan MK yang sebelumnya telah menghapus threshold atau ambang batas tersebut. Ketum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menganggap bahwa Revisi UU Pilkada yang disahkan oleh Baleg DPR tersebut sebagai cacat hukum atau melawan konstitusi. (nasional.tempo.co, 22/8/2024)


Pasalnya jika keputusan MK diabaikan, maka calon kepala daerah yang masuk ke Pilkada 2024 hanya akan berasal dari koalisi partai mayoritas. Masyarakat merasa bahwa hal tersebut mencederai demokrasi yang seharusnya membuka banyak pilihan calon pemimpin daerah bagi masyarakat.


Aksi yang didorong oleh geramnya masyarakat terhadap negara yang berada dalam cengkeraman oligarki memperlihatkan bahwa kapitalisme sudah menelan rakyat sebagai korban kerakusan kebijakannya, sehingga akhirnya mereka bisa dengan tidak tahu malu mengubah aturan sesuai dengan kepentingan penguasa.


Sayangnya, kesadaran umat untuk melakukan protes bila dilihat lebih jauh lagi belum menyuarakan solusi. Kemarahan akan ketidakadilan yang dialami mayoritas rakyat belum dapat menyimpulkan solusi apa yang diinginkan mereka.


Baru saja negeri ini merayakan kemerdekaannya, nyatanya kemerdekaan rakyat masih jauh dari nyata. 79 tahun negeri ini berjuang di bawah silih bergantinya kepemimpinan, namun belum sekalipun tercicip kesejahteraan.


Tingginya gedung, kokohnya jembatan, bahkan gagahnya infrastruktur negeri seolah bertolak belakang dengan makna kemapanan rakyat negeri ini.


Jelas sekali bahwa megahnya sarana dan fasilitas bukan indikator kebahagiaan rakyat di negeri ini. Masih ada perut yang lapar yang perlu diisi. Anak-anak perlu pendidikan sebagai bekal masa depan. Perumahan dan lapangan pekerjaan menjadi jauh lebih signifikan daripada istana baru yang didirikan.


Bukan hanya terpenuhinya kebutuhan jasmani, rakyat butuh rasa aman dan nyaman. Anak-anak dan perempuan dimuliakan, dijaga hak dan kehormatannya. Laki-laki diberi kesempatan untuk bertanggung jawab dalam nafkah sebagaimana kodratnya. Pergaulan, moral, dan akhlak terjaga.


Silih bergantinya pemimpin di negeri ini adalah bukti nyata bahwa pribadi sebaik dan secakap apa pun nyatanya belum bisa membawa rakyat dalam kondisi terbaik. Bukan personalnya, namun aturan yang ia terapkan. Setinggi apa pun titel pendidikannya, sebaik apa pun akhlaknya, atau segagah apa pun badannya. 


Ibarat seorang sopir, meskipun tangguh dan berpengalaman pasti akan sulit menjalankan mobil yang rusak. Begitupun negara, sehebat apa pun pemimpinnya, rakyat akan sulit sejahtera bila sang pemimpin tetap keukeuh menjalankan aturan yang salah.


Rakyat hanya bisa bahagia dan sejahtera bila semua kebutuhan tercukupi, bila terasa aman dan nyaman secara lahir dan batin. Tentu saja, ini bisa diwujudkan jika ada aturan tepat yang membuat kebahagiaan lahir batin tidak rusak.


Ada tiga ideologi yang menjadi basis pemerintahan yang juga pernah memimpin dunia. Sosialisme yang pernah memimpin Uni Soviet lalu tumbang di tahun 1991. Kapitalisme yang meraja sejak Renaisans tetapi sering sakit dan hanya menguntungkan pemodal saja, lalu Islam yang berhasil memimpin 2/3 dunia sejak masa Rasulullah saw. di Madinah yang kemudian dipaksa runtuh pada 1924 di Turki.


Dari ketiga kepemimpinan di atas, hanya Islam yang jelas mampu bertahan, menyebar, dan mengakar. Bahkan hanya Islam yang memiliki aturan yang jelas dan adil. Dalam pemerintahan Islam, hanya terdapat 200 kasus kriminalitas dalam rentang waktu 1300 tahun.


Islam dalam masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz bahkan bisa membebaskan banyak budak karena uang zakat pada saat itu utuh, tidak ada fakir, miskin, dan pos zakat lainnya kecuali membebaskan budak. Dengan kata lain, rakyat dalam pemerintahan Islam hidup sejahtera.


Perpustakaan Al Azhar pada masa Abbasiyah merupakan perpustakaan terbesar yang mana menjadi bukti bahwa pendidikan Islam pernah begitu berpengaruh. Bahkan nama Al Azhar masih ada sampai saat ini dan menjadi universitas tertua dan terbaik. Selain itu, ada Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Al Battani, dan masih banyak lagi ilmuwan Islam berpengaruh dalam ilmu saat ini. 


Islam bukan hanya sekadar agama yang turun dari langit, Rasulullah mewariskan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang merupakan pedoman untuk berkehidupan dalam aturan Islam. Aturan yang jika dipenuhi oleh manusia, Allah Swt. akan menjadi rida sehingga turun semua kebaikan dari langit dan tumbuh kebaikan-kebaikan dari dalam bumi. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Araf ayat 96:

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."


Tentunya akan lebih baik, jika masyarakat memahami bahwa Islam bukanlah demokrasi yang ternyata mengecewakan rakyat. Tentunya, aksi yang dilakukan sejumlah lapisan masyarakat pekan lalu akan lebih indah dan tepat jika menuntut solusi Islam dalam masalah ketidakadilan yang dihadapi rakyat negeri ini.


Oleh karena itu, marilah kita sebagai kaum muslimin yang rindu dengan penerapan sistem Islam, untuk senantiasa mengajak dan mengingatkan teman-teman di tanah air ini untuk bersama-sama menyuarakan Islam. Karena sejatinya negeri ini memang sedang dalam kondisi darurat dan Islam adalah satu-satunya obat yang dibutuhkan umat. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Membangun Keluarga Bahagia dengan Landasan Islam

Membangun Keluarga Bahagia dengan Landasan Islam

 


Penerapan sistem kapitalisme saat ini, menjadi faktor utama hilangnya keluarga yang bahagia, dan harmonis

Banyak kepala keluarga yang kesulitan untuk mencari nafkah, sehingga tidak dapat menafkahi istri, dan anak-anaknya

______________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Potret keluarga saat ini makin jauh dari kata harmonis, dan bahagia. Bagaimana tidak, banyak kisah keluarga yang berujung tragis. Seperti, kisah terbaru yang dikutip dari kompas.com, 27/08/24 bahwa seorang anak berinisial ANA usia 6 tahun meninggal dunia, ibu tirinya telah merenggut nyawanya, kemudian dibungkus ke dalam karung di sekitar rumahnya.


Selain itu, ada juga kisah lain yang membuat geger, seorang anak membunuh ibu kandungnya. Dikutip dari Balikpapan.com, Jumat, 23/8/2024, sekitar pukul 21.13 Wita, di Jl. Sepakat RT 46, Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan Balikpapan Barat, seorang ibu bernama Hj RK meninggal secara tragis dibunuh oleh anak kandungnya sendiri bernama AR. Pelaku diduga mengalami gangguan jiwa, menebas leher ibunya menggunakan parang. Setelah melakukan perbuatan keji, tersangka AR pun melarikan diri.


Miris, melihat kisah dua keluarga ini, tampak potret keluarga yang sangat jauh dari kata bahagia. Ini baru sebagian kecil keluarga yang terekspos di media, masih banyak kasus yang tidak terekspos. Banyak pula keluarga yang akhirnya memutuskan untuk bercerai dengan berbagai alasan. Di antaranya karena alasan faktor ekonomi, hingga mereka memilih untuk bercerai. 


Penerapan sistem kapitalisme saat ini, menjadi faktor utama hilangnya keluarga yang bahagia, dan harmonis. Karena kebahagiaan, dan keharmonisan keluarga dilandasi oleh materi, atau uang. Uang menjadi penentu kebahagiaan keluarga. Di sisi lain kesulitan mencari pekerjaan pun menjadi masalah. Banyak kepala keluarga yang kesulitan untuk mencari nafkah, sehingga tidak dapat menafkahi istri, dan anak-anaknya. 


Dampak dari faktor ekonomi ini telah menghancurkan sebuah keluarga. Orang tua berpisah, anak kehilangan peran orang tua, dan menjadi korban. Jika dilihat dari kasus kedua di mana seorang anak yang diduga mengalami gangguan jiwa membunuh ibu kandungnya sendiri, ini pun banyak faktor yang melatarbelakanginya.


Seseorang tidak mungkin begitu saja mengalami gangguan jiwa. Bisa jadi karena faktor trauma pengasuhan orang tua, lingkungan sekitar yang membuatnya depresi, atau faktor lainnya. Ketika anak membunuh ibu kandungnya tanpa melihat kondisi anaknya, ini menunjukkan ada masalah dalam keluarganya. Sekali lagi, ini memperlihatkan potret keluarga yang buruk, padahal dalam Islam sebuah keluarga, harus dibangun dengan landasan sakinah, mawadah, dan warahmah.


Untuk saat ini, kita tidak bisa menyalahkan pada anggota keluarga saja. Ketika terjadi masalah di dalamnya, karena di dalam penjagaan, dan pembentukan keluarga agar sakinah, mawadah, dan warahmah. Ini juga harus ada peran negara, sebab peran negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in (pemelihara urusan rakyat). 


Dalam konteks ini negara harus mampu menciptakan faktor pendukung untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Di antaranya dengan menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki. Karena yang bertugas mencari nafkah adalah laki-laki, sedangkan perempuan bertugas menjadi ibu  dan harus fokus menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. 


Inilah pentingnya negara untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, terkait tugas, dan peran masing-masing. Dalam sistem Islam kafah, negara memiliki sistem pendidikan yang berkualitas. Berasaskan pada akidah Islam, sehingga akan mendidik setiap warga negara untuk menjaga hubungan keluarga agar tetap harmonis. 


Negara akan menerapkan Islam secara kafah, sehingga terwujud sistem kehidupan yang baik, keluarga pun akan baik, dan terjaga. Negara akan mewujudkan maqashid syariah, di antaranya mashlahat dharuriyyah, yaitu menjaga agama (hifdz ad-din), menjaga jiwa (hifdz an-nafs), menjaga akal (hifdz al-aql), menjaga keturunan (hifdz an-nasl), dan menjaga harta (hifdz al-mal). Sehingga kebaikan akan terwujud di dalam keluarga, masyarakat, serta negara.

Wallahualam bissawab. [MGN-SH/MKC]


Penulis Fransiska, S.Pd.

Aktivis dakwah

Ibu Jual Bayinya, Buah dari Kapitalisme

Ibu Jual Bayinya, Buah dari Kapitalisme

 


Kondisi ekonomi yang sulit menjadi alasan utama para ibu ini untuk menjual bayi mereka

Mereka harus menghadapi masalah sendirian, tanpa dukungan dari suami, keluarga, atau kerabat

______________________________


Penulis Aning Juningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kasus yang memprihatinkan kembali mencuat, terutama bagi kaum perempuan. Di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatra Utara, seorang ibu terpaksa menjual bayi yang baru saja ia lahirkan karena tekanan ekonomi. Ibu tersebut SS (27 tahun), menjual bayinya melalui perantara MT (55 tahun) kepada YU (56 tahun) dan NJ (40 tahun) seharga Rp20 juta. (Kompas.com, 14/8/2024)


Kasus serupa juga terjadi pada Februari lalu di Tambora, Jakarta Barat, di mana seorang ibu, berinisial T (35 tahun), menjual bayinya seharga Rp4 juta kepada AN (33 tahun) dan istrinya, EM (30 tahun).


Sebelumnya, pada Agustus 2023, seorang ibu lainnya juga menjual bayi perempuannya yang baru berusia lima bulan melalui media sosial seharga Rp11 juta. Alasan yang mereka kemukakan adalah impitan ekonomi.


Sungguh memilukan melihat keadaan ini. Beberapa ibu karena tekanan ekonomi, kehilangan akal sehat dan naluri keibuannya. Mereka rela menjual bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan hanya untuk mendapatkan sejumlah uang. Bayi yang seharusnya dirawat dengan penuh kasih sayang setelah lahir, justru dijual tanpa ada rasa kasihan atau kekhawatiran akan nasib bayi yang tak berdosa tersebut.


Kondisi ekonomi yang sulit menjadi alasan utama para ibu ini untuk menjual bayi mereka. Kebanyakan dari mereka berada dalam kesulitan ekonomi dan harus menghadapi masalah ini sendirian, tanpa dukungan dari suami, keluarga, atau kerabat. Tidak ada yang membantu mereka secara ekonomi atau mencegah mereka dari tindakan nekat.


Faktor lain yang berperan adalah keluarga yang juga miskin atau bersikap individualis, sibuk dengan urusan masing-masing. Ketika tidak ada dukungan dari siapa pun, para ibu ini menjadi putus asa dan nekat menjual bayinya.


Sungguh memprihatinkan bahwa kasus ibu menjual bayinya bukanlah fenomena baru, tetapi sudah beberapa kali terjadi. Dari banyaknya kasus ini, jelas bahwa penyebabnya bukan hanya faktor individu, melainkan juga kondisi lingkungan masyarakat yang memperburuk situasi hingga para ibu kehilangan naluri keibuannya.


Saat ini, negara seakan lepas tangan dalam mengurus rakyatnya, terutama karena kita hidup di bawah sistem ekonomi kapitalis. Sistem kapitalis membuat para penguasa sibuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan kerabat mereka. Mereka juga terlalu ambisius dalam mengejar kekuasaan politik, sehingga lalai terhadap kesejahteraan rakyat.


Lihat saja, harga barang-barang kebutuhan pokok kini melambung tinggi, sulit dijangkau oleh rakyat. Kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, BBM, listrik, dan gas juga mahal dan sulit diakses.


Pemerintah terus membebani rakyat dengan berbagai pungutan dan pajak seperti PPh, PPN, PBB, PKB, pajak air, serta potongan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKK & JKm), dan rencana iuran Tapera. Semua ini membuat pendapatan rakyat semakin kecil dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga.


Kondisi ini mendorong terjadinya tindakan-tindakan nekat seperti menjual bayi hanya untuk mendapatkan uang, yang pada kenyataannya tidak seberapa. Ketika manusia kelaparan, pikirannya akan terfokus pada bagaimana cara menghilangkan rasa lapar tersebut, bahkan jika harus melakukan tindakan yang tidak masuk akal, seperti menjual bayi.


Tekanan ekonomi membuat pikiran mereka sempit, sehingga setiap hari mereka hanya memikirkan cara bertahan hidup untuk bisa makan esok hari.


Biaya melahirkan, merawat, dan membesarkan bayi juga tidak murah, yang menjadi beban tambahan bagi mereka. Beberapa ibu menjual bayinya untuk membayar biaya melahirkan, karena biaya tersebut tidak sedikit, terutama jika harus melalui operasi caesar.


Meskipun ada BPJS Kesehatan, iurannya tidak gratis dan harus dibayar setiap bulan untuk seluruh anggota keluarga. Ini memberatkan rakyat kalangan ekonomi rendah, apalagi penerima bantuan iuran (PBI) jumlahnya terbatas. Jika menunggak, peserta harus melunasi tunggakan terlebih dahulu untuk mendapatkan pelayanan BPJS, yang membutuhkan biaya tambahan lagi.


Biaya merawat bayi juga tidak sedikit, mulai dari popok, susu, pakaian, hingga biaya berobat. Semua ini menambah beban yang sudah ada. Apalagi ketika memikirkan biaya pendidikan saat bayi memasuki usia sekolah. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, ini bisa membuat para ibu stres dan mengambil keputusan pendek dengan menjual bayinya agar tidak menjadi beban.


Faktor pendidikan juga berperan besar dalam kasus ini. Maraknya kasus ibu yang menjual bayinya menunjukkan kegagalan sistem pendidikan di negeri ini dalam menghasilkan orang-orang yang bertakwa.


Hal ini tidak lepas dari asas pendidikan yang sekuler dan tujuan pendidikan yang materialistis. Saat ini, Islam dijauhkan dari sistem pendidikan, sehingga menghasilkan individu yang tidak takut dosa.


Output pendidikan saat ini adalah orang-orang yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dalam setiap amal perbuatan, tanpa peduli pada halal-haram. Mereka juga lalai akan kesadaran atas hari perhitungan, di mana setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Taala, serta ancaman azab yang pedih jika melakukan maksiat.


Ini menunjukkan bahwa output pendidikan sekuler hanya menghasilkan orang-orang yang berpikiran dangkal tentang kehidupan di dunia, tanpa memikirkan konsekuensi di akhirat.


Islam Punya Solusi

Dalam sistem Islam, semua masalah pasti memiliki solusi, karena Islam bukan hanya sekadar agama, melainkan juga ideologi yang memecahkan berbagai persoalan kehidupan. Seperti halnya kasus maraknya ibu yang menjual bayinya saat ini, hal tersebut tidak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Sebab, dalam Islam, negara berperan sebagai raa'in, yakni pengurus rakyat yang bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis:

"Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR Bukhari)


Penguasa dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan setiap rakyatnya, karena kedudukan negara sebagai raa'in. Negara dengan sistem Islam akan memberlakukan kebijakan ekonomi dengan asas Islam yang memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Selain itu, negara juga akan mewujudkan kemampuan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.


Negara Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan ini, antara lain dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya melalui industrialisasi yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, negara juga akan hadir untuk memberikan modal baik uang atau skill bagi rakyat yang ingin membuka peluang usaha.


Di sisi lain, negara akan memberikan tanah yang tidak produktif kepada rakyat untuk dikelola hingga tanah tersebut menjadi produktif dan menjadi sumber mata pencaharian.


Negara juga menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dengan menghilangkan pungutan bagi pemilik usaha. Dengan demikian, biaya produksi menjadi efisien dan harga barang lebih terjangkau oleh rakyat.


Negara juga menerapkan sistem ijarah atau pengupahan yang adil, sehingga pekerja mendapatkan upah yang layak, sesuai dengan manfaat dan kebutuhan yang mereka berikan. Upah ini diterima utuh oleh pekerja tanpa ada potongan pajak atau iuran lainnya, karena pendidikan dan kesehatan sudah dijamin oleh negara.


Negara juga memastikan bahwa setiap laki-laki dewasa yang sehat dan kuat harus bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Dengan nafkah yang cukup dan jaminan negara, perempuan tidak wajib bekerja dan tidak berada dalam kondisi terpaksa bekerja. Dengan demikian, perempuan dapat fokus menjadi istri dan ibu yang mengurus anak-anaknya tanpa harus khawatir memikirkan nafkah, biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya.


Jika seorang perempuan tidak memiliki suami, maka nafkahnya dipenuhi oleh walinya. Jika wali dan kerabatnya tidak ada atau tidak mampu, kewajiban nafkah jatuh kepada negara. Negara akan memberikan santunan untuk para janda dan duafa. Selain itu, rakyat juga akan memberikan bantuan kepada kalangan duafa, karena sistem Islam mendorong masyarakat untuk memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan suka tolong-menolong.


Negara bahkan mendorong para ibu untuk memiliki anak. Negara akan mensubsidi, bahkan menggratiskan layanan kesehatan, termasuk bagi ibu hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, orang tua tidak akan bingung memikirkan biaya pemeriksaan, persalinan, dan pengobatan anaknya.


Negara juga dapat memberikan santunan bagi ibu yang baru melahirkan, seperti yang dilakukan pada masa Umar bin Khaththab ra.. Beliau memberikan santunan kepada para ibu segera setelah mereka melahirkan, yang menambah kebahagiaan mereka.


Negara juga akan memperhatikan gizi ibu, bayi, dan balita, sehingga tidak ada kasus kurang gizi atau stunting. Dengan demikian, orang tua tidak perlu khawatir akan masa depan anak-anak mereka, karena negara menjamin kesehatan dan pendidikan anak hingga mereka dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya.


Dengan dukungan sistem Islam yang melibatkan suami, wali, kerabat, masyarakat, dan negara, para ibu akan berada dalam lingkungan yang kondusif untuk menjaga, mengurus, dan mendidik anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang. Negara juga menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkepribadian Islam.


Setiap amal perbuatan anggota masyarakat dalam Islam ditimbang berdasarkan syariat Islam. Sebelum bertindak, setiap orang akan mempertimbangkan balasan dari perbuatannya di dunia dan akhirat. Hanya halal-haram yang menjadi tolak ukur perbuatan, bukan asas kebebasan atau prinsip materialistis, sehingga masyarakat terbentuk dari individu-individu yang bertakwa.


Negara juga mewujudkan suasana ketakwaan di tengah masyarakat dengan mengatur media massa sesuai prinsip syariat. Dalam negara Islam, tidak ada kebebasan berpendapat, berperilaku, atau berekspresi.


Setiap ucapan, tulisan, dan tayangan harus sesuai dengan ajaran Islam. Konten-konten yang bertentangan dengan Islam akan dilarang tayang di media massa atau media sosial. Dengan demikian, opini umum di masyarakat akan terkondisikan menjadi islami.


Dengan diterapkannya sistem Islam secara kafah di tengah masyarakat, tidak menutup kemungkinan masih ada sebagian orang yang berniat melakukan kejahatan. Namun, negara akan melakukan pengawasan dan menjamin keamanan masyarakatnya, sehingga kejahatan tidak akan semarak seperti saat ini. Dengan pengawasan dan penjagaan keamanan tersebut, masyarakat akan merasa aman dan tenteram, tidak menjadi korban kejahatan.


Penerapan Islam secara kafah akan melindungi warga dari berbagai bentuk kejahatan. Fungsi keluarga pun menjadi optimal, dengan ayah berperan sebagai pemimpin keluarga dan ibu mengatur rumah tangga.


Keduanya dapat mendidik anak-anak mereka dengan baik berdasarkan syariat Islam, sehingga anak-anak terjaga keamanannya, tidak terlantar apalagi dijualbelikan. Hanya dengan penerapan Islam kafah, semua akar persoalan dapat diselesaikan dengan tuntas. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Kala Sekularisme Merusak Keluarga

Kala Sekularisme Merusak Keluarga

 


Sekularisme juga membuat manusia tidak meyakini peran Tuhan dalam hidupnya

Apalagi yakin bahwa Allah Swt. Maha Pengatur dan setiap manusia harus terikat dengan hukum syariat

__________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontribut Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Keluarga merupakan wadah yang strategis untuk melahirkan dan membina generasi emas, darinya muncul orang-orang yang beriman, kokoh lagi berkarakter kuat dan berprinsip. Keluarga merupakan bagian penting terutama dalam sebuah negara, mengingat keluarga yang tengah membina rumah tangga hanya menginginkan satu tujuan, yaitu lahirnya orang-orang yang bertakwa kepada Allah Swt..


Sehingga negara akan berupaya semaksimal mungkin agar bagaimana setiap keluarga dapat sejahtera dalam hidupnya. Tidak terlibat dalam berbagai persoalan pun juga hadir kriminal-kriminal yang dapat merusak keutuhan rumah tangga tersebut. Jika melihat fakta hal ini seringkali terjadi, dan sampai sekarang masih menerka apa yang menjadi penyebabnya?


Sebagaimana yang penulis kutip dari media (detik.com, 24/08/2024) bahwasanya Polisi menangkap pria bernama Andy Rahmat (31) yang membunuh ibu kandungnya, Rukiyah (57) di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Pelaku dibekuk saat beristirahat di masjid. "Ya alhamdulillah pelaku sudah kami amankan kurang dari 24 jam setelah kejadian," ujar Kapolresta Balikpapan, Kombes Anton Firmanto. 


Pelaku ditangkap di masjid Da'watul Islam Karang Joang, Balikpapan Utara sekitar pukul 12.30 Wita. Pelaku singgah di masjid tersebut usai berjalan kaki sejauh 6 kilometer. Anton mengatakan saat ini pelaku telah diamankan di Mapolresta Balikpapan. Dia mengaku pihaknya masih mendalami motif pelaku membunuh ibu kandungnya.


Sungguh ironis, Keluarga yang merupakan batu pertama dalam melahirkan generasi akhirnya melahirkan para kriminal dan lebih menyedihkan lagi adalah sampai berani membunuh ibu kandungnya sendiri. Padahal sebagai anak tentu saja dalam hatinya hendaklah memiliki kasih sayang yang besar bukannya malah sebaliknya.


Seharusnya hal ini tidak terjadi, jika negara sadar akan posisinya sebagai pelayan umat. Negaralah yang paling bertanggung jawab untuk menjaga keluarga baik dari pendidikannya, ekonominya pengurusan hajat hidupnya, keamanan dan kesehatannya. Namun, sepertinya hal ini hanya akan menjadi definisi semata tanpa didalami dan direnungi. 


Negara seakan buta, tidak tahu tentang masalah utamanya. Sedangkan solusi terus disampaikan, pembinaan psikologis terus dilakukan tetapi lupa bahwa manusia tidak hanya membutuhkan faktor dari luar tetapi juga faktor dalam, yaitu akidah. Sebuah pandangan hidup yang akan menjadi kontroling terbaik dalam hidupnya.


Hal tersebut tidak bisa didapatkan melalui fase hidup yang sekarang. Di mana seluruh negara menerapkan sistem kapitalisme demokrasi yang berakidah sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Pemisahan inilah yang membuat manusia terus dikawal oleh nafsu duniawi sehingga tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Tidak mampu membedakan mana yang halal dan mana yang haram.


Sekularisme juga membuat manusia tidak meyakini peran Tuhan dalam hidupnya. Apalagi yakin bahwa Allah Swt. Maha Pengatur dan setiap manusia harus terikat dengan hukum syariat. Sekularisme juga membuat manusia menganggap, bahwa ibadah adalah urusan pribadi. Padahal, seluruh pribadi terikat dengan ibadah sesuai dengan tujuan penciptaannya yakni, beribadah kepada Allah Swt. Tidak hanya individu, tetapi keluarga, masyarakat bahkan negara. 


Sehingga wajar jika sekarang tidak ada yang namanya ikatan keluarga, tidak ada yang namanya kasih sayang, yang ada hanyalah untung dan rugi. Sehingga kriminalitas bisa menyerang siapa saja entah itu orang lain ataupun keluarga sendiri. Sungguh sadis pengaruh dari sekularisme ini yang nyata merusak kesadaran, keyakinan dan moralitas manusia.


Maka sudah sepantasnya, sistem ini diganti dengan sistem Islam yang diterapkan melalui negara Khilafah. Sistem yang menjamin pendidikan yang berorientasi pada halal dan haram sehingga tercipta manusia yang bertakwa, berkepribadian kuat dan berprinsip. Rasa takutnya kepada Allah Swt. akan menjaganya untuk tetap stabil dalam emosi dan bersabar dalam ujian.


Sehingga, setiap masalah yang ada akan dihadapinya dengan gagah berani dan rasa percaya diri yang kuat. Semua itu karena Islam telah mengkristal dalam dirinya. Tidak hanya pendidikan, tetapi ekonomi bahkan politik juga akan diatur sesuai dengan aturan Islam. Di mana semua akan merata didapatkan, tidak bagi yang kaya saja tetapi untuk seluruhnya.


Islam juga akan menghilangkan berbagai praktik syirik, ribawi bahkan pelanggaran terhadap hukum syariat, sehingga tidak akan ada yang terpengaruh oleh praktik haram yang tentu saja akan merusak otak dan kesadaran. Jika demikian terjadi maka manusia bisa saja lebih rendah dari pada binatang.


Maka dengan demikian, sistem Islam harus diterapkan sebagai solusi bagi persoalan hidup seluruh dunia.


Namun patut disadari, sistem Islam sendiri bisa diterapkan hanya jika Khilafah Rasyidah tegak kembali di atas muka bumi ini. Karena Islam tidak dapat diterapkan oleh negara yang menggunakan sistem demokrasi yang kotor.


Maka jelaslah khilafah harus tegak terlebih dahulu jika rakyat menginginkan solusi yang tuntas bagi persoalan kehidupan. Khilafah dapat tegak jika seluruh masyarakat sadar dan bersatu kemudian menyerukan untuk tegakkan kembali khilafah sehingga Islam bisa diterapkan olehnya. 


Ketika khilafah tegak dan diterapkannya maka seluruh regulasi yang bersumber dari Islam akan diterapkan secara langsung seluruhnya. Sehingga masyarakat dapat segera merasakan keamanan, kesejahteraan dan ketentraman hidup dalam sistem Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Wallahualam bissawab. [SM-EA/MKC]

Islamophobia di Balik Larangan Hijab

Islamophobia di Balik Larangan Hijab

 


Dalam sistem kapitalisme sekuler, pengamalan ajaran IsIam seringkali dipermasalahkan

Agama sengaja dijauhkan dari kehidupan

____________________


Penulis Iis Nur

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Therapis dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Beberapa waktu yang lalu, jelang peringatan HUT RI ramai pemberitaan tentang pelarangan hijab pada anggota Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) untuk acara upacara kemerdekaan 17 Agustus 2024. Namun kemudian diralat setelah mendapat kecaman dari berbagai pihak.


Larangan di atas nampak jelas bahwa hal tersebut bertentangan dengan konstitusi dan nilai Pancasila yakni UUD 1945 pasal 29: Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Juga mengabaikan Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.


Alasan bisa dicari, karena untuk keseragaman, sebab sudah setuju dengan segala ketentuan atau yang lainnya. Namun, sebagian pihak justru menilai ada Islamophobia di negeri mayoritas muslim ini. Berhijab sebagai bagian dari ajaran Islam malah dianggap mengganggu keseragaman. Bertolak belakang dengan seruan Bhineka Tunggal Ika.


Dalam sistem kapitalisme sekular, pengamalan ajaran Islam seringkali dipermasalahkan, sengaja dijauhkan dari kehidupan. Yang menyerukan Islam kafah dituduh radikal atau ekstrimis. Islam dianggap hanya sebatas pengaturan ibadah ritual antara individu dengan penciptanya dan dianggap mengganggu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Juga dianggap tidak bisa dijadikan sebagai pijakan dalam hidup bernegara saat ini karena dinilai sudah ketinggalan jaman dan bukan bagian dari agama.


Ciri khas yang menonjol dalam sistem kapitalisme adalah kehidupan menuju liberal. Contohnya, kebijakan terbaru mengenai penyediaan alat kontrasepsi pada remaja dalam PP No. 28/2024 dan frasa “sexual consent” yang terkandung dalam Permendikbud No. 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang justru melindungi dan melegalisasi perzinaan.


Diterapkannya sekularisme (memisahkan agama dari pengaturan kehidupan) faktanya menumbuhsuburkan kerusakan dalam segala hal. Darurat utang, darurat pergaulan bebas, darurat narkoba, darurat korupsi, dan berbagai darurat lainnya.

 

Berbeda dengan Islam, sistem ini  sangat menjaga kehormatan, harga diri dan martabat perempuan. Salah satunya dengan mewajibkan setiap muslimah untuk menutup aurat sempurna bila berada di luar rumah atau berhadapan dengan non mahram. Derajat wajibnya pun sama seperti salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.


Ketentuannya diterangkan dalam  al-Qur’an. Firman Allah Swt. dalam surat Al Ahzab ayat 59:

Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.


Seorang pemimpin dalam Islam, dia mengemban amanah besar yang kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt., termasuk dalam mengontrol pelaksanaaan ajaran Islam oleh setiap muslim maupun muslimah, agar mereka terbebas dari azab Allah kelak di akhirat. Negara pun akan menindak tegas terhadap siapapun yang menghalangi pengamalan ajaran Islam terlebih yang melakukan pemaksaan, kekerasan terhadap perempuan atau melecehkan perempuan.

 

Alkisah pada tahun 837 M, di masa pemerintahan Khalifah Al-Mu’tashim Billah, seorang  muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar, diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya. Wanita itu lalu berteriak seraya memanggil sang  khalifah. Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka negara pun mengutus puluhan ribu tentaranya untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki). Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana kekhilafahan di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki).


Kondisi di atas sangat bertolak belakang dengan kapitalisme, yang membiarkan umat Islam berlaku lancang pada agamanya sendiri. Padahal, siapapun yang memeluk agama Islam memiliki kewajiban untuk mentaati seluruh ajaran-Nya bukan menyelisihinya. 


Maka hanya dalam sistem Islam lah, kehidupan umat akan terjaga, terjaga akidahnya, terjaga pelaksanaan syariatnya. Karena agama dijadikan pijakan dalam mengatur negara, masyarakat, maupun individu. Wallahualam bissawab. [SM-EA/MKC]

Stop Boros Pangan, Solusi Wujudkan Ketahanan Pangan?

Stop Boros Pangan, Solusi Wujudkan Ketahanan Pangan?

 


Jelaslah yang terjadi bukan karena boros beras, tetapi negara yang membuka impor sebanyak-banyaknya

 Sehingga banyak pangan lokal yang akhirnya terbuang sia-sia

________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Indonesia, negara yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Dari tangan, upaya, dan keringat mereka, Indonesia bisa hidup hingga sekarang. Para petani yang berjuang untuk ketahanan negara melalui pangannya, menjadikan Indonesia tidak perlu bergantung kepada negara lain dalam urusan pangan.


Mengingat Indonesia merupakan negara penghasil beras terbesar dibandingkan negara-negara lain. Namun, entah mengapa negeri penghasil beras terbanyak ini mengalami berbagai kesulitan, bahkan terimpit oleh masalah ekonomi. Padahal, harga beras sekarang sangat mahal, tetapi mengapa para petani masih banyak yang kesulitan untuk bertahan hidup, ada apa sebenarnya?


Bahkan sampai terdengar berita mengenai stop boros beras agar tidak terjadi impor beras. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Kompas.com, (29/07/2024), bahwasanya Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) meyakini Program Gerakan Stop Boros Pangan bisa membuat Indonesia bebas dari impor pangan. Dia mengungkapkan, berdasarkan data BPS, dan organisasi pangan dunia, ada sebanyak 30 persen pangan yang hilang akibat terbuangnya makanan. Angka itu dinilai setara dengan memberikan makanan kepada 60-120 juta jiwa penduduk.


Bapanas menggencarkan sosialisasi Stop Boros Pangan melalui tulisan, konten video kreasi, hingga inovasi pengolahan pangan berlebih menjadi varian menu baru. Hal ini sebagai upaya menarik anak-anak muda untuk bisa bergerak mendukung upaya tersebut. Dari hal ini, akan timbul pertanyaan baru. Apakah terjadinya impor beras ini adalah murni permintaan rakyat? Pasalnya selama ini pemerintah sudah berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat, dengan mengimpor banyak beras, dan pangan-pangan lainnya, hingga mencapai 2-3 juta ton dari Thailand, dan Vietnam.


Lalu dengan adanya gerakan di atas, apakah bisa menyudahi persoalan impor beras? Meskipun kedaulatan ada di tangan rakyat, tetapi regulasi masih bisa dipermainkan oleh petinggi gedung putih. Dengan demikian, jelaslah yang terjadi bukan karena boros beras, tetapi negara yang membuka impor sebanyak-banyaknya dari asing ke Indonesia. Yang mengakibatkan banyak pangan lokal, yang akhirnya terbuang sia-sia karena tidak ada yang membeli. 


Bahkan supermarket yang ada hanya mengambil impor saja, padahal jika membeli beras lokal, tentunya masalah ketahanan pangan dapat teratasi dengan baik. Pasalnya ketahanan pangan merupakan bagian yang wajib dimiliki oleh setiap negara, terutama jika ingin menjadi negara adidaya. Dengan ketahanan pangan yang mandiri, dan berkualitas, maka tidak akan ada intervensi yang dilakukan oleh asing terhadap Indonesia.


Apalagi Indonesia dianugerahi tanah yang amat subur, sehingga bisa ditanami, dan panen setiap kali. Ini merupakan suatu hal yang patut disadari oleh negara Indonesia. Bukan malah membiarkan masalah impor beras terus berlanjut, dan membiarkan rakyat membeli beras yang diimpor, padahal kualitas lokal tidak kalah sama sekali.


Namun, inilah ironi hidup dalam kapitalisme, di mana setiap langkahnya selalu berorientasi pada keuntungan materi. Meskipun hal itu dapat merugikan orang lain, bahkan tidak peduli jika yang rugi adalah negaranya sendiri. Sistem ini menjadikan untung rugi sebagai standar pengambilan keputusan, sehingga tidak terletak pada halal, dan haramnya, ataupun baik, dan buruknya bagi rakyat.


Maka jika kita melihat fakta yang dihasilkan dari sistem kapitalisme itu sendiri, haruslah umat sadar, dan segera meninggalkan sistem tersebut. Mengingat solusi yang ditawarkan tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada, bahkan menambah masalah yang baru. Oleh sebab itu, kita harus mengganti kapitalisme dengan sistem Islam.


Sebuah sistem yang berasal dari Sang Pengatur, yakni pencipta alam semesta Allah Swt.. Bukan seperti sistem kapitalisme yang berasal dari kegeniusan manusia yang sifatnya terbatas. Sistem Islam menegaskan, bahwa ketahanan pangan merupakan satu bentuk untuk menjaga kedaulatan negara, sehingga tidak dapat diintervensi, apalagi dijajah dengan perjanjian-perjanjian internasional yang di luar nalar.


Sistem Islam juga menjadikan setiap individu bermanfaat bagi diri, dan juga orang lain, sehingga akan melalukan segalanya dengan suka rela, dan memahami bahwasanya ini merupakan kewajiban. Yakin menjaga negara agar tetap independen dalam segala urusan, tanpa tunduk, dan patuh terhadap pengaruh negara lain.


Bahkan dengan sistem Islam, sebuah negara dapat menjadi negara adidaya di seluruh dunia. Sebab, aturannya yang sesuai dengan kehidupan yang ada, dan sederhana pelaksanaannya, sehingga hal ini akan membuat suatu negeri dapat sejahtera. Namun, sistem Islam tidak bisa diterapkan tanpa adanya khilafah Islamiyah. Hanya khilafah saja yang dapat menerapkan sistem Islam.


Tanpa khilafah, Islam tidak dapat diterapkan, dan ia hanya akan menjadi agama bagi individu saja. Bahkan pengaturannya hanya diterapkan oleh individu, dan kelompok kecil. Oleh karena itu, selama khilafah belum tegak, semua masalah yang terjadi saat ini tidak akan pernah usai. bahkan masyarakat akan terus dikendalikan, dan dipengaruhi oleh sistem kufur buatan manusia, yakni kapitalisme yang berasal dari kegeniusan manusia yang sifatnya terbatas.


Oleh sebab itu, orang-orang yang beriman, dan sadar akan wajibnya khilafah, harus mengerahkan seluruh energinya untuk menyadarkan umat. Dengan terus berdakwah, menyebarkan opini Islam, dan membongkar kebusukan, serta propaganda yang dilakukan oleh antek-antek penjajah yang merongrong setiap negeri. Dengan penyadaran inilah, Indonesia bisa dibebaskan dari penghambatan kepada selain Allah, baik berupa sistem, keyakinan, atau perbuatannya. Wallahualam bissawab. [SH/MKC]

Seberapa Pantas?

Seberapa Pantas?




Memang semua butuh proses

Meski hanya satu persen, tetapi seharusnya ada progresnya

______________________________


Penulis Ummu Zhafira 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Pembelajar


KUNTUMCAHAYA.com,  MOTIVASI - Siang dan malam silih berganti. Waktu melesat begitu cepat. Kita sering kali mengeluh, tak cukup waktu untuk melakukan semua amanah itu. Sesibuk itukah kita? Benarkah titipan waktu yang Allah kasih ini tak lagi cukup memenuhi kebutuhan kita untuk beramal saleh?


Hei, katanya semua itu karena masalah datang silih berganti, seolah tak ada henti. Sebagaimana labirin setan yang menyesatkan. Berputar-putar tak tentu arah, hingga kita lelah dan teramat payah. Satu masalah tak kunjung usai, datang lagi lainnya. Semua waktu, energi, dan pikiran seolah habis dibuatnya. Tapi, kok masalahnya masih begitu-begitu saja. Salahnya di mana?


Siapa yang tak ingin diberikan petunjuk dan pertolongan dari-Nya? Kita semuanya mau itu. Kita meyakini cuma Dia yang bisa menolong kita. Dialah Tuhan Yang Maha Pengasih. Kita ingin kehidupan yang lebih baik. Kita pun berharap ada cukup harta untuk bekal ibadah dan sedekah. Ada juga di antara kita yang menanti tibanya saat akad di majelis nikah.


Dalam surah Maryam ayat 65, Allah berfirman, “(Dia-lah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?”


Dia-lah pemilik semua ini. Dia-lah Raja di atas raja. Kita tahu itu, kita paham itu. Tapi, kenapa kita masih ragu pada janji-Nya? Dia menjanjikan pertolongan itu pada hamba-Nya yang istimewa. Dalam surah Muhammad ayat 7 Dia menjelaskannya pada kita, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”


Di antara kita ada yang baru belajar mencari tahu seperti apa agama mulia ini, semoga keistikamahan menemani. Ada pula sebagian kita yang sudah lama menjadi bagian dari penolong agama, mengambil jalan mulia ini semata-mata hanya karena-Nya. Sayang seribu sayang, rantai gajah terlampau kuat membelenggu. Hari demi hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun berlalu, nyatanya kita masih saja begitu. Terbelenggu.


Kita pikir kita sudah melakukan segalanya, tapi kenyataannya itu sekadar angan-angan yang membius. Kita semua tertipu oleh sihir nafsu syahwat yang menguasai. Pernahkah kita menyadari Allah menyindir kita dalam ayat-Nya yang mulia? Tepatnya dalam surah Al-Kahf ayat 103-104, “Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya."


Allah..ampuni kami! Ini memang bukan hanya tentang mereka yang tak beriman, tapi juga pada diri kami yang mengaku beriman. Kami mengira, kami ini mulai pantas saat menjadikan dakwah sebagai pilihan dalam hidup kami. Kenyataannya, kami masih saja terpenjara dalam benalu pemikiran sekuler kapitalis, gagap dengan jebakan hidup yang serba materialistis.


Memang semua butuh proses. Meski hanya satu persen, tapi kan seharusnya ada progresnya. Apalagi ini perkara yang Allah amanahkan untuk kita tukar dengan pertolongan-Nya. Makanya, kalau pertolongan itu rasanya tidak datang-datang, coba tanyakan pada hati yang mungkin mulai gersang. Masih seyakin itukah kita pada janji-Nya? Seberapa pantas kita untuk ditolong-Nya? (muslimahnews.net, 11/05/2024)


Saudariku, kita ini sebagai orang beriman melihat segala sesuatu tidak sebatas dengan mata. Lebih dari itu, kita memandang segalanya dengan iman. Ini merupakan warisan dari Baginda Nabi yang mulia. Boleh jadi kondisi kehidupan kita tak karuan. Boleh jadi sepertinya esok kita tak bisa lagi makan. Tak apa, kita memang hidup dalam poros kehidupan tanpa keadilan.


Boleh saja apa pun terjadi dalam hidup ini, saudariku. Tapi jangan pernah luntur keyakinan akan janji-Nya. Keyakinan inilah yang akan terus menggerakkan kita, memberi kita napas di tengah terik medan peperangan yang mencekik, menjadi pemantik bara saat nyala api perjuangan dipermainkan oleh syahwat duniawi. Ia juga laksana aktivator bagi akal yang membeku akibat beratnya medan pertempuran pemikiran.


Boleh saja apa pun terjadi dalam hidup ini, saudariku. Kita punya Dia yang tak pernah ingkar pada janji-Nya. Kita punya Dia sebaik-baiknya pembalas di hari pembalasan. Tugas kita bukan menanti pertolongan itu datang, tapi memantaskan diri agar pertolongan itu Dia datangkan. Jadi, sudah seberapa pantaskah kita? Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Remaja dalam Jeratan Narkotika, Islam Solusinya

Remaja dalam Jeratan Narkotika, Islam Solusinya




Maraknya penggunaan sinte di masyarakat terutama di kalangan anak muda, selain karena harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan narkoba alami seperti ganja

juga mudah diperoleh secara daring melalui media sosial

______________________________


Penulis Afriyanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Peredaran dan penggunaan narkotika sintetis semakin merebak di masyarakat. Menurut Humas BNN Pusat, Slamet Pribadi, di seluruh dunia ada lebih dari 600 narkoba jenis baru yang sudah diketahui namanya. Sedangkan di Indonesia, hingga Januari 2017 terdapat 46 jenis.


Ke 46 jenis narkoba itu mengandung synthetic cannabinoid yang lebih dikenal sebagai ganja sintetis, di antaranya AB-VHMINACA yang populer di masyarakat dengan sebutan tembakau gorila. Lebih lanjut, Slamet menjelaskan bahwa ganja sintetis merupakan zat induk yang terbuat dari bahan kimia dalam rupa cairan atau bubuk; zat tersebut kemudian menghasilkan jenis narkotika baru (CNN Indonesia, Rabu, 4/1/2017)

Baru-baru ini, tiga orang remaja diamankan polisi saat kedapatan membawa 34 bungkus klip yang berisi ganja sintetis atau sinte. Peristiwa ini terjadi di Jalan Raya Kampung Sawah, Pondok Melati, Kota Bekasi, Jumat, 19 Juli 2024 malam. Ketiganya ditangkap saat polisi sedang patroli. Karena tindak-tanduknya mencurigakan, polisi akhirnya menginterogasi ketiganya dan didapatkan 34 bungkus sinte siap edar yang disembunyikan di dalam jok motor. (Poskota.co.id, 19/7/2024)

Sinte didefinisikan sebagai zat kimia yang dibuat di laboratorium mirip berbagai jenis narkotika, salah satunya ganja. Efek ketergantungan yang tinggi bisa disebabkan oleh zat psikoaktif buatan ini. Bahkan dikatakan lebih berbahaya daripada ganja. Hal ini disebabkan oleh adanya zat kimia yang terkandung dalam sinte. Selain menyerang jaringan otak, juga menyerang organ tubuh lainnya seperti jantung dan ginjal, sehingga perlahan dapat mengakibatkan kematian.

Maraknya penggunaan sinte di masyarakat terutama di kalangan anak muda, selain karena harganya yang relatif terjangkau dibandingkan dengan narkoba alami seperti ganja, juga mudah diperoleh secara daring melalui media sosial.

Ketidaktahuan remaja akan potensi bahayanya serta rasa penasaran juga mendorong mereka untuk mencoba sinte jenis ini, karena mengira tidak terlalu berbahaya dibandingkan ganja asli. Padahal, sebenarnya sinte bisa menyebabkan ketergantungan yang lebih tinggi daripada ganja dan tentunya memiliki efek berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental.

Semakin meluasnya penggunaan sinte di masyarakat, terutama di kalangan anak muda, khususnya mahasiswa dan pelajar, serta potensi bahaya yang akan ditimbulkan baik bagi pengguna maupun masyarakat, mendorong pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dengan melakukan penyuluhan dan pengawasan transaksi sinte via daring.

Selain itu, penggunaan sinte telah diatur dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 4 Tahun 2021. Berdasarkan aturan tersebut, sinte termasuk jenis narkotika golongan I yang penggunaannya dilarang, kecuali untuk keperluan penelitian. Namun, sepertinya upaya yang dilakukan pemerintah tidak mampu mencegah dan menanggulangi penyebarannya.

Hal itu disebabkan penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalis telah melahirkan individu-individu yang jauh dari nilai-nilai keimanan dan Islam. Mereka mengabaikan nilai halal dan haram dalam hal yang dikonsumsi, dan dalam hal aktivitas yang dilakukan. Gaya hidup individunya sudah gaya hidup hedonis. Sementara masyarakat pun cenderung cuek dan permisif  terhadap perilaku individu-individu yang salah dan menyalahi hukum, baik hukum positif maupun hukum syarak, contohnya terhadap para pengguna narkoba.

Selain itu, kehidupan yang sulit secara ekonomi akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang menciptakan jurang lebar antara yang kaya dan yang miskin. Kekayaan negara hanya dikuasai oleh segelintir orang, sehingga menciptakan mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, kondisi ini diperparah dengan lapangan pekerjaan yang semakin sulit.

Pada sisi yang lain biaya hidup semakin tinggi, dan gaya hidup hedonis yang menyebabkan sebagian masyarakat tidak terkecuali kalangan generasi muda, tergoda mencari uang dengan jalan instan. Dari jalan yang tidak halal, salah satunya menjadi pengedar atau kurir narkoba. Mereka tidak peduli dengan risiko bahaya yang mengancam keselamatan, baik bagi dirinya maupun orang lain atau masyarakat secara umum.

Dalam hukum Islam, narkoba apa pun bentuknya dihukumi sebagai barang haram. Sebagaimana sabda Nabi saw. "Bahwa Nabi telah melarang setiap zat yang memabukan (muskir) dan zat yang melemahkan (muftir)." (HR. Abu Dawud no. 3686 dan Ahmad no. 26676)

Demikian juga sinte diharamkan berdasarkan kaidah fikih tentang bahaya (dharar) yang berbunyi: Al-ashlu fi al-madhar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram) (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad Al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah 1/24).

Berbeda dengan sistem kapitalis yang dibangun di atas asas sekuler dengan meletakkan materi di atas segalanya, sistem Islam dibangun di atas asas keimanan yang melahirkan hukum-hukum akidah dan syariat yang mampu menyelesaikan semua permasalahan secara komprehensif.

Penyelesaian setiap masalah dilakukan dengan semangat keimanan kepada Allah dan ketaatan kepada syariat-Nya. Individu, masyarakat, dan negara sebagai pilar pelaksanaan hukum syariat akan menjalankan fungsinya.

Individu yang bertakwa akan menjaga dan menahan dirinya dari melakukan aktivitas yang melanggar hukum syarak. Masyarakat akan menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial dengan hukum syariat sebagai acuannya, sementara negara akan menjalankan fungsinya sebagai periayah dan junnah dari rakyatnya. Negara akan berusaha menyediakan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya, tak terkecuali menyediakan lapangan pekerjaan agar rakyatnya tidak kesulitan mencari pekerjaan, sehingga tidak terjerumus pada pekerjaan yang diharamkan.

Selain itu, negara akan melindungi rakyatnya dengan menerapkan sanksi yang adil dan tegas bagi yang melanggar hukum syarak agar memberikan efek jera. Demikian pun yang berkaitan dengan narkoba, baik bagi pengguna, pengedar, maupun produsen. Mereka akan dikenai sanksi takzir yang kadarnya berbeda sesuai dengan kesalahannya.

Lebih dari itu, negara juga akan memproteksi semua fasilitas yang berperan dalam penyebaran narkoba ini, seperti media sosial yang digunakan untuk transaksi maupun promosi.

Sebaliknya, media sosial dan teknologi akan digunakan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Dalam hal narkoba akan dijelaskan secara rinci, baik hukumnya dan sanksinya menurut Islam serta bahaya yang dapat ditimbulkan dari narkoba.

Hanya dengan Islam remaja bisa diselamatkan dari jeratan berbagai macam jenis narkotika. Remaja justru akan dimaksimalkan potensinya dalam menempuh pendidikan, menjadikan seluruh waktu yang dimiliki untuk menggapai cita-cita. Maka, remaja akan tumbuh menjadi generasi-generasi terbaik untuk memulihkan peradaban yang tinggi. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Generasi Cemerlang Hanya Lahir dari Pendidikan Islam

Generasi Cemerlang Hanya Lahir dari Pendidikan Islam


 


Islam akan diajarkan secara menyeluruh tanpa dicampur dengan pemikiran lain

seperti kapitalisme, liberalisme, dan paham sesat lainnya

______________________________


Penulis Ai Siti Nuraeni

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Agama merupakan perkara mendasar yang perlu diajarkan kepada anak sejak dini, baik di rumah juga di sekolah. Tujuannya agar mereka tidak kehilangan arah dalam kehidupan dan memiliki nilai moral yang tinggi. Oleh sebab itu, pemerintah hadir untuk mendukung terwujudnya pendidikan terhadap agama yang mumpuni dan diajarkan oleh orang-orang yang memiliki ilmu serta akhlak yang baik.


Minggu (11/8/2024), pemerintah Kabupaten Bandung  menggelar silaturahmi akbar serta seminar nasional dengan tema "Optimalisasi Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan, Tantangan dan Peluang Menuju Bandung Bedas." Ribuan peserta hadir di acara yang bertempat di Dome Bedas Soreang Kabupaten Bandung. Bupati Bandung Dadang Supriatna berkesempatan hadir dalam acara tersebut dan memberi sambutannya. (Bandungkab.go.id, 14/08/2024)

Acara silaturahmi ini bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada guru PAI yang telah banyak berjasa dalam memberi pelajaran agama kepada para murid. Bupati mendorong mereka untuk lebih serius dalam mencerdaskan siswa dan menghiasinya dengan akhlak baik agar sejalan dengan tujuan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bupati menjanjikan perlakuan yang lebih baik kepada para guru dengan memberikan dorongan untuk membuat sertifikasi, memberi BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan serta bantuan pembangunan sarana.

Begitu mulia tugas yang diemban oleh seorang guru, namun tantangan yang mereka hadapi begitu banyak. Di sekolah, guru agama memiliki keterbatasan waktu mengajar karena mata pelajaran ini hanya termasuk muatan lokal. Apalagi jika wacana dihapusnya pendidikan agama dari kurikulum benar-benar terealisasi. Artinya, peran guru agama mencerdaskan murid dengan Islam akan sulit terwujud karena saat ini waktu ajar yang diberikan tidak sebanding dengan mata pelajaran yang lain seperti matematika, bahasa Indonesia, atau bahasa Inggris.

Tantangan lainnya adalah kurikulum merdeka dan moderasi beragama yang terus diembuskan pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kementerian agama. Karena, kedua program tersebut adalah upaya sekularisasi yang diinginkan Barat di lembaga pendidikan. Para peserta didik digiring memahami pengetahuan umum saja dan dipersempit terhadap ajaran agama. Program bupati dalam memahamkan Islam dengan benar pada siswa tidak akan berjalan baik, karena tidak sejalan dengan kebijakan pusat yang justru berpikir untuk menjauhkan agama.

Di sisi lain, aturan baru yakni PP No. 28 Tahun 2024 yang telah diteken pemerintah turut menjadi tantangan terbesar dan terberat bagi guru. Karena, dalam PP tersebut memberikan peluang kepada remaja untuk menggunakan alat kontrasepsi. Di saat guru menginginkan anak-anak terbebas dari pergaulan bebas dan jauh dari perzinaan, aturan tersebut justru membuka peluang remaja terutama kaum pelajar bebas berinteraksi dengan lawan jenis.

Adapun tantangan dari luar sekolah berupa media, baik media sosial maupun media massa yang seperti bola liar yang diisi dengan hal positif maupun negatif. Ini membuat anak-anak terpapar dengan segala macam pemahaman dan pemikiran bahkan yang berasal dari luar Islam. Budaya berpakaian terbuka, challenge tarian yang mengundang syahwat, aksi kekerasan, bullying dan perilaku lain yang dilarang agama akan kian marak dan tak malu lagi dipertontonkan.

Belum lagi pergerakan penganut L68T yang tidak berhenti menyuarakan ide mereka membuat pelakunya semakin hari semakin bertambah banyak. Ini adalah sekelumit rintangan yang dihadapi guru agama (PAI) dalam mendidik para muridnya.

Dalam menghadapi rintangan-rintangan tersebut, peran pemerintah sangat dibutuhkan. Karena, pemerintah yang memiliki otoritas tertinggi untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Penguasa harus memosisikan diri sebagai pendukung dalam mendidik generasi, bukan sebaliknya menjadi salah satu rintangan. Pemerintah melalui kebijakannya harus menjauhkan paham di luar Islam dari kurikulum serta membuat aturan yang mendukung dalam menjauhkan generasi dari pergaulan bebas.

Seperti Rasulullah saw. yang begitu peduli dengan pendidikan. Beliau menjamin pendidikan rakyat dan membuat mereka bisa mendapatkannya dengan mudah. Salah satu contohnya adalah perlakuan Rasul terhadap tawanan Badar. Mereka diminta untuk mengajarkan baca tulis kepada anak-anak muslim sebagai syarat mendapat kemerdekaan. Dengan pengaturan ini, tawanan bisa merdeka dan rakyat mendapatkan ilmu dengan gratis.

Hal tersebut merupakan salah satu bentuk jaminan kepala negara yakni Rasulullah memberikan pendidikan sebagai hak warga negara. Baca tulis merupakan pendidikan dasar kaum muslim terutama generasi bisa membaca Al-Qur'an dan hadis, memahami, dan mengamalkannya. Karena hal tersebut tersirat dalam Al-Qur'an yang artinya: "(Allah) Yang Maha Pengasih,Yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara."(QS. Ar-Rahman ayat 1-4)

Oleh karena itu, pemahaman agama adalah hal pertama yang harus dikuasai oleh siswa sebelum ilmu yang lainnya. Negara akan memfasilitasinya dengan pendidikan agama yang layak sejak awal dalam waktu yang cukup. Islam akan diajarkan secara menyeluruh tanpa dicampur dengan pemikiran lain seperti kapitalisme, liberalisme, dan paham sesat lainnya. Agar terlahir generasi yang paham Islam dengan utuh.

Pendidikan generasi juga didukung oleh keluarga dan masyarakat. Apa pun yang diajarkan di sekolah akan diterapkan juga di rumah dan di lingkungan masyarakat. Dengan begitu, pengetahuan anak mengenai Islam bisa membekas dan terlihat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Negara juga tidak akan tunduk pada aturan internasional yang bisa merusak generasi dan menghantarkan mereka pada pergaulan bebas. Terlebih aturan tersebut berasal dari kafir penjajah. Media akan berada dalam pengawasan bagian penerangan yang akan membatasi konten yang berisi pergaulan bebas, kekerasan, menampilkan aurat, dan hal buruk lainnya.

Dengan cara itu, Islam mampu menciptakan generasi cemerlang. Sesuatu yang mustahil untuk bisa terwujud dalam sistem kapitalis seperti saat ini. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

 Hambatan-Hambatan Merdeka

Hambatan-Hambatan Merdeka




Hambatan merdeka hadir dari pembuat aturan berbangsa dan bernegara

Aturan menginjak rakyat dengan nada ini suara rakyat


______________________________


Penulis Hanif Kristianto

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, PUISI - Ada jalan terjal di tikungan tajam menuju kemerdekaan

Boneka-boneka penjajah berwajah indie seperti warga biasa

Manis tutur kata di depan

Busuk wicara di belakang


Mustahil merdeka di titik akhir
Pada manusia manula pemilik nafsu durjana
Kongkalikong dengan penjajahan
Kompromi dengan setiap kehinaan

Hambatan merdeka hadir dari internal bangsa
Penguasa sibuk melapisi kursinya dengan emas darah
Hiasan ditambah dengan kematian nurani berempati
Demokrasi sudah mati dibunuhi praktik koruptif politik

Hambatan merdeka hadir dari peniup peluit isu
Riuh berita yang membodohi rakyat yang sudah bodoh
Opini memandu yang tak tahu mengikuti yang mau
Kebohongan terus berproduksi untuk khidmat di kursi

Hambatan merdeka hadir dari pembuat aturan berbangsa dan bernegara
Aturan menginjak rakyat dengan nada ini suara rakyat
Malpraktik konstitusi kalau hukum diserahkan pada manusia yang ringkih
Belenggu sistem manusia mengeja dan mendikte masalah demi masalah

Hambatan merdeka hadir dari yang mengakui baik-baik saja
Tipuan mata mengalihkan ke persoalan lainnya
Tuna terburuk tuna politik
Kekacauan terburuk krisis ekonomi dan eksistensi bangsa ini

Hambatan merdeka hadir dari yang menjual negara atas jutaan rakyatnya
Berdekatan pemilik dan penguasa modal di sana
Menggelar karpet merah dan menyerahkan leher pribadinya
Jutaan rakyat jadi budak dan kekayaan dikuasai korporat

Hambatan merdeka hadir dari yang tak mau berpikir
Sibuk urusan diri sendiri tanpa peduli
Ajakan berpikir pengaturan kehidupan rasanya berat dan meletakkan bukan urusan saya
Penjajah lebih merasukkan malas berpikir untuk hedonis dan individualistik

Hambatan-hambatan merdeka
Kreasi membelenggu bangsa merdeka dengan pikiran terjajah
Yang tak kompeten ditopang konstitusi yang impoten
Yang tak kredibel didukung manusia yang bebal

Hambatan merdeka
Merdeka menghambat untuk sejati bebas dari penjajahan semua
Merdeka menghambat untuk totalitas berpikir kelas atas
Segala populer jutaan rakyat jadi teler [Dara/MKC]

Bunuh Diri yang Bikin Ngeri

Bunuh Diri yang Bikin Ngeri


 

Sungguh jika pemuda dibentuk dalam suasana lingkungan Islam

maka pemuda tidak akan mudah mengambil solusi dengan cara yang salah

______________________________


Penulis Siti Rahmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tahun 2023, inisial EN Mahasiswa Udinus Semarang diduga bunuh diri. Di samping jenazahnya, ditemukan secarik surat berisi pesan kepada seseorang yang diduga pacarnya, karena masalah cinta.


Jumat 2 September 2022, seorang mahasiswa Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Semarang bunuh diri dengan cara meloncat dari kamar 22 lantai 9 sebuah apartemen di Banyumanik. Korban berusia 19 tahun dan berstatus mahasiswi baru. Korban merupakan warga Taman Sari Persada Bogor, Jawa Barat.

Mahasiswa Fakultas Hukum Undip Semarang berinisial MFSP tewas bunuh diri dengan cara menggantung di pojok Lapangan Tembak 600 m, Kodam 1V Diponegoro, RT 001 RW 001 Kelurahan Tembalang Kecamatan Tembalang, Semarang.

Lalu yang terbaru adalah peristiwa bunuh diri mahasiswi anestesi PPDS Undip. Bukan hanya terjadi satu kali di lingkungan kampus Kota Semarang. (Radar Semarang, 15/8/2024)

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah Swt.. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Mereka seharusnya memiliki semangat untuk terus berkembang dan selalu mengupgrade dirinya menjadi lebih baik dan terutama bisa berguna bagi banyak orang.

Mahasiswa yang notabene sebagai orang terpelajar, harusnya bisa menyelesaikan permasalahannya dengan baik. Tetapi banyaknya kasus bunuh diri pada mahasiswa memperlihatkan bahwa mahasiswa sekarang tidak sedang baik-baik saja.

Semua menggambarkan kompleksnya permasalahan yang dihadapi. Semua erat kaitannya dengan sistem hidup yang dijalankan sekarang termasuk sistem liberal dan sistem pendidikan yang sekuler. Sistem ini gagal melahirkan generasi pemuda yang kuat. Mentalnya lemah, pikirannya tidak mendalam.

Menyoroti banyak kasus bunuh diri mahasiswa diduga dilatarbelakangi beragam faktor. Mulai dari persoalan asmara, depresi utang, pinjol, bullying, hingga tekanan dalam proses studi. Cara yang dilakukan untuk bunuh diri pun bermacam-macam, ada yang menyuntikkan obat bius, gantung diri hingga terjun dari gedung.

Memang kondisi generasi sekarang diserang terus-menerus dengan tontonan-tontonan bermuatan pesimisme, kedangkalan berpikir dan akidah, serta tayangan pornografi dan pornoaksi. Akhirnya tidak sedikit dari para pemuda mudah mengambil keputusan tanpa berpikir untuk masa depannya. Bergaul bebas dalam kesehariannya, dan instan menyelesaikan masalahnya dengan solusi bunuh diri.

Dalam Islam, pemuda menjadi panutan bangsa, pemuda harus ikut berperan dalam perubahan, dari kebatilan menuju kebenaran. Karena masa depan Islam ada di tangan pemuda. Oleh karena itu, tugas negara harus bisa membentuk para pemuda islam yang kuat dan berkepribadian Islam yang pola pikir dan pola sikapnya sesuai Islam.

Imam Syafi'i pernah berkata, "Hidupnya seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa."

Dengan ilmu dan takwa itulah Rasulullah berhasil mendidik dan membina para sahabat sebagai pejuang Islam yang tangguh. Pemuda menjadi peranan penting dalam fondasi peradaban Islam. Sungguh jika pemuda dibentuk dalam suasana lingkungan Islam, maka pemuda tidak akan mudah mengambil solusi dengan cara yang salah.

Pendidikan Islam yang berakidah Islam menjadi dasar dalam kurikulum sistem belajar mengajar. Negara akan menerapkan politik ekonomi Islam untuk mewujudkan pendidikan yang terbaik. Pembiayaan pendidikan dari pos Baitulmal, sehingga pemberian pendidikan bisa gratis secara merata ke seluruh rakyat.

Negara pun melakukan pembinaan Islam secara komunal, sehingga suasana keimanan lebih terasa dalam kehidupan masyarakat, karena negara menjaga pergaulan kehidupan rakyatnya. Pintu maksiat ditutup rapat dan memberikan sanksi yang jera bagi pelaku maksiat.

Dengan penerapan aturan Islam yang diterapkan secara sempurna, maka tidak ada kasus pemuda bunuh diri, karena negara menjamin nyawa setiap rakyatnya.

Berbeda dengan sistem sekuler, di mana kondisi nyawa umat Islam murah dan mudah melayang dengan banyaknya masalah yang mengimpit kehidupannya. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Islam: Solusi Tuntas untuk Pidana, Bukan Obral Remisi

Islam: Solusi Tuntas untuk Pidana, Bukan Obral Remisi


 

Obral remisi, yang merupakan solusi pragmatis dalam sistem sekuler

terbukti tidak mampu menyentuh akar masalah tingginya angka kejahatan

______________________________


Penulis Aning Juningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Setiap tahun, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, pemerintah mengagendakan pemberian remisi kepada narapidana. Seperti pada HUT ke-79 RI yang jatuh pada Sabtu, 17 Agustus 2024, sebanyak 176.984 narapidana dan anak binaan menerima Remisi Umum (RU) dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPUAN) 2024.


Pemerintah mengeklaim bahwa remisi ini bukanlah hadiah, melainkan bentuk apresiasi kepada narapidana yang menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin tinggi dalam mengikuti program pembinaan. (metro.tempo.co, 18/07/24)

Namun, di balik kebijakan tersebut, terdapat sisi yang cukup mengkhawatirkan. Pemerintah juga menyatakan bahwa pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini dapat menghemat anggaran negara sebesar Rp274,36 miliar, yang seharusnya digunakan untuk biaya makan narapidana dan anak binaan.

Menurut data Institute for Crime and Policy Justice Research, pada tahun 2021, Thailand, Indonesia, dan Filipina termasuk di antara 10 negara dengan populasi penjara terbesar di dunia. Selain itu, Filipina, Thailand, dan Kamboja masuk dalam 10 besar negara dengan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang kelebihan kapasitas, sementara Indonesia berada di peringkat ke-22.

Pada Maret 2023, lapas di Indonesia telah mengalami overkapasitas hingga 89 persen. Kapasitas hunian lapas di Indonesia sebenarnya hanya untuk 140.424 orang, namun penghuninya mencapai 265.346 orang. Data Ditjen PAS Kemenkumham 2021 menunjukkan bahwa kepadatan ini tidak merata di setiap penjara.

Dari 526 penjara dan rumah tahanan (rutan) di seluruh Indonesia, 399 di antaranya mengalami overkapasitas. Dari jumlah tersebut, 215 penjara dan rutan bahkan mengalami overkapasitas di atas 100 persen, atau dua kali lipat dari kapasitas aslinya.

Ada juga enam lapas yang mengalami overkapasitas di atas 500 persen, seperti di Lapas Kelas IIA Bagansiapiapi, Provinsi Riau, yang mencapai 813 persen. Sementara itu, terdapat 127 lapas atau rutan yang tidak mengalami overkapasitas.

Berdasarkan data dari Institute for Crime and Policy Justice Research, jumlah orang yang dipenjara di Indonesia pada tahun 2020 meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan tahun 2000, atau terjadi peningkatan hampir 10.000 orang per tahunnya. Indonesia membutuhkan tambahan kapasitas penjara untuk 10.000 orang per tahun, yang setara dengan tambahan 34.000 meter persegi ruang tidur baru di penjara.

Anggaran yang dibutuhkan untuk bangunan penjara saja lebih dari Rp3,5-5 triliun, belum termasuk pengadaan lahan. Penambahan kapasitas penjara juga akan diikuti dengan penambahan anggaran untuk pengawasan, baik berupa sumber daya manusia (SDM) maupun peralatan yang diperlukan.

Selain itu, anggaran untuk konsumsi, program pembinaan, serta pemeliharaan aset juga akan meningkat. Hanya untuk kebutuhan makan narapidana saja, anggarannya mencapai Rp2 triliun per tahun.

Tidak mengherankan, semua ini dianggap memberatkan keuangan negara. Tingginya angka overkapasitas penjara dan anggaran pemeliharaannya menegaskan bahwa angka kejahatan di negeri ini sangat tinggi.

Melihat kenyataan ini, tidak sedikit orang yang berkali-kali masuk penjara, baik karena kasus yang sama maupun berbeda. Masuk penjara kini bukan lagi aib, melainkan sudah menjadi hal biasa. Banyak yang tidak berubah menjadi lebih baik setelah keluar dari penjara. Sebaliknya, mereka malah menjadi lebih jahat dan sadis karena efek penjara yang tidak menjerakan. Tujuan narapidana untuk bertobat seolah-olah jauh dari kenyataan.

Kondisi penjara yang overkapasitas dan maraknya angka kriminalitas menunjukkan bahwa hukuman yang diberlakukan oleh sistem hukum saat ini tidak dapat membuat pelaku kejahatan jera. Negara mengalami kerugian besar dan krisis generasi sebagai akibat tingginya angka kriminalitas juga terjadi.

Sistem hukum yang berlaku ternyata tidak dapat membina warga binaan secara efektif, meskipun mereka sudah bertahun-tahun dipenjara. Besarnya anggaran untuk pemeliharaan narapidana dan lapas menjadi beban bagi negara. Oleh karena itu, remisi bagi narapidana bukanlah solusi yang tuntas.

Negara seharusnya memiliki sistem hukum yang tegas, sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dan mencegah orang lain melakukan kejahatan. Namun, maraknya praktik jual beli hukum membuat pelaku kejahatan tidak jera, yang menunjukkan betapa buruknya sistem hukum di negeri ini.

Melihat fakta saat ini, sulit berharap angka kriminalitas menurun sehingga dapat mengurangi beban anggaran negara maupun obral remisi. Lalu, apa jaminannya bahwa narapidana yang telah diberi remisi tidak akan berbuat kejahatan lagi setelah keluar dari penjara?

Solusi bagi polemik obral remisi ini tidak bisa dilakukan dari satu sisi saja, melainkan harus bersifat sistemis. Banyaknya penjahat mencerminkan lemahnya kepribadian individu, yang tidak terlepas dari lemahnya keimanan dan kegagalan sistem pendidikan. Ditambah lemahnya sistem sanksi dan hukum yang semakin memperburuk kondisi ini.

Sistem pendidikan di Indonesia saat ini lebih erat dengan kapitalisasi dan komersialisasi. Aturan hidup yang serba materialistis, hedonis, permisif, dan konsumtif menjadikan individu bebas berperilaku. Sekolah hanya menjadi tempat mengisi waktu luang tanpa adanya ruh keimanan dalam menuntut ilmu. Akhirnya, generasi yang dihasilkan bukanlah sosok-sosok yang unggul dan berkepribadian luhur, melainkan generasi yang lemah dan mudah terjerumus ke dalam kejahatan.

Selain itu, tekanan ekonomi meningkatkan angka anak putus sekolah yang lebih memilih bekerja demi bertahan hidup. Krisis sosial memperburuk keadaan, dengan anak-anak korban keluarga broken home sering kali harus berjuang lebih keras untuk menghidupi adik-adiknya.

Ketimpangan dalam sistem pendidikan ini diperparah oleh sistem sanksi dan hukum yang kacau balau. Hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas menunjukkan bahwa hukum hanya memihak kepada yang kuat, baik itu secara ekonomi, jabatan, maupun jaringan orang dalam. Hukum begitu mudah dikomersialkan, sementara pihak yang lemah sering kali menjadi korban kecurangan hukum.

Tidak heran, residivis yang keluar masuk penjara malah menjadi lebih keji dalam melakukan kejahatan. Di dalam penjara, bukannya belajar menjadi lebih baik dan menyadari kesalahan, mereka justru seolah-olah belajar untuk berbuat semakin jahat lagi.

Yang lebih miris, pemerintah tampaknya tidak memikirkan pentingnya suasana hidup yang kondusif di tengah masyarakat untuk mencegah terjadinya tindakan kejahatan. Dengan sistem sekuler saat ini, pemerintah merasa nyaman dan tidak peduli dengan karut-marutnya generasi.

Banyaknya kasus kejahatan dengan berbagai macam jenis menunjukkan bahwa solusi masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dari satu sisi, melainkan harus secara sistemis. Apabila penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalis telah terbukti gagal mengurus urusan manusia, satu-satunya solusi adalah mengganti sistem dengan sistem Islam.

Akar masalah krisis generasi pelaku kriminal adalah tidak adanya landasan yang sahih dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan sekuler saat ini hanya mengejar target prestasi akademik dan orientasi bekerja, minim penanaman adab dan pembentukan kepribadian luhur. Bobot pelajaran agama Islam di sekolah dan kampus pun tidak maksimal.

Sistem Pendidikan Islam dan Solusi terhadap Kejahatan


Sistem pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, yaitu membentuk generasi dengan karakter islami. Sistem ini dirancang untuk membentuk pola pikir dan perilaku peserta didik agar sesuai dengan hukum syariat. Dengan demikian, sistem pendidikan Islam menjadi alat yang efektif dalam mencetak individu-individu dengan tingkat ketakwaan yang tinggi, yang nantinya akan dibina untuk aktif dalam dakwah dan penyebaran ajaran Islam.

Peserta didik diarahkan untuk menjadi pribadi yang cerdas dan mampu memberikan kontribusi bagi umat, bukan semata-mata disiapkan menjadi pekerja atau pengusaha dalam sektor industri atau ekonomi. Pendidikan Islam bukan sekadar teori, tetapi menjadi panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan sistem ini tecermin dalam terbentuknya pribadi yang mulia, di mana pendidikan tentang adab diberikan sebelum mempelajari ilmu-ilmu lainnya.

Selain individu, masyarakat juga memerlukan lingkungan yang kondusif, di mana setiap anggota memiliki pemikiran, perasaan, dan aturan yang didasarkan pada syariat Islam. Lingkungan seperti ini mendukung aktivitas amar makruf nahi mungkar dan mencegah sikap individualis, karena mereka percaya bahwa membiarkan kemaksiatan sama dengan menjadi "setan bisu." Masyarakat Islam yang demikian akan menghasilkan individu-individu yang hidup sesuai dengan syariat Islam.

Untuk mengatasi kejahatan dan masalah narapidana, diperlukan penerapan sistem sanksi dan hukum yang tegas oleh negara. Sistem sanksi dalam Islam tidak membeda-bedakan, adil, dan tidak mengenal kompromi atau praktik jual beli hukum. Dalam konteks ini, remisi bukanlah solusi yang hakiki dalam sistem Islam.

Sistem sanksi Islam tidak mengenal tebang pilih, berbeda dengan yang sering terjadi saat ini. Hukum Islam diterapkan secara merata, jauh dari fenomena "tajam ke bawah, tumpul ke atas." Sebagaimana diriwayatkan oleh 'Urwah bin Zubair ra., Nabi saw. bersabda:

"Sesungguhnya umat sebelum kalian telah binasa ketika orang-orang terpandang yang mencuri dibiarkan tanpa hukuman, namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka diwajibkan menjalani hukuman had. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari Muslim)

Al-Qur'an juga menegaskan bahwa hukuman (uqubat) diterapkan secara adil kepada semua manusia, baik muslim maupun non-muslim. Semua orang yang melanggar hukum harus dikenai sanksi yang sama, karena Islam memandang manusia memiliki potensi yang sama untuk melakukan kebaikan atau keburukan.

Uqubat dalam Islam juga berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (kuratif). Sanksi berfungsi sebagai pencegah agar orang yang ingin melakukan kesalahan yang sama dapat dicegah. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an QS. Al-Baqarah 2:179.

Selain itu, uqubat juga berfungsi sebagai sarana untuk memaksa pelaku kejahatan menyesali perbuatannya, sehingga mereka benar-benar bertobat. Penerapan sanksi di dunia ini juga dapat mencegah hukuman yang lebih berat di akhirat.

Dengan pendekatan ini, Islam mampu memberikan solusi sistematis bagi permasalahan kehidupan manusia. Obral remisi, yang merupakan solusi pragmatis dalam sistem sekuler, terbukti tidak mampu menyentuh akar masalah tingginya angka kejahatan.

Pemerintah yang memberikan remisi dengan alasan penghematan anggaran untuk pemeliharaan narapidana dan lapas menunjukkan kurangnya keseriusan dalam memutus rantai kejahatan.

Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan juga tidak diatasi secara menyeluruh, sehingga kasus-kasus kejahatan terus bermunculan tanpa ada solusi yang jelas. Inilah cerminan dari sistem sekuler yang mencengkeram kehidupan saat ini, di mana berbagai masalah menjadi semakin rumit tanpa penyelesaian yang memadai. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]

Sebaik-baik Lelaki Adalah yang Terbaik Sikapnya terhadap Istri

Sebaik-baik Lelaki Adalah yang Terbaik Sikapnya terhadap Istri


 


"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga.

Dan aku adalah yang terbaik diantara kalian terhadap keluargaku." (HR. Ibnu Majah)

______________________________


Penulis Erna Astuti Amd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selalu terjadi di setiap tahunnya. Di mana kasus KDRT tidak hanya berupa kekerasan fisik kepada pasangan, tapi beragam macam lainnya.

Seperti terdapat jenis KDRT lainnya yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). KDRT merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal, di mana pelakunya merupakan orang yang dikenal baik dan dekat dengan korban.

Menurut Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy, ternyata sepanjang 2024 bahwa sebanyak 34.682 perempuan menjadi korban tindak kekerasan. Dijelaskan bahwa kekerasan dominan terjadi di ranah personal, dialami oleh korban kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual sebanyak 15.621, kekerasan psikis sebanyak 12.878 kasus, dan kekerasan fisik sebanyak 11.099 kasus. Jenis kekerasan lain dicatat sebanyak 6.897 kasus. (Kompas.co, 13 Agustus 2024)

Andy menambahkan, "Data di atas menjadi modal penting untuk menuju perubahan dalam kebijakan perilaku di masyarakat."

Zalimnya Kapitalisme


Bila kita melihat dan mendengar munculnya berbagai masalah yang melanda dan dihadapi oleh masyarakat pada saat ini, kita bisa kelompokkan:


- Masalah ekonomi mencakup (kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi)

 
- Masalah biologis mencakup (kependudukan, keharusan makan, mempertahankan diri, wabah penyakit baru, makanan beracun, kurang gizi)


- Masalah psikologis mencakup (penyakit saraf, aliran sesat)

 
- Masalah budaya mencakup (perceraian, kenakalan remaja, konflik SARA)

 

Masalah itu semua muncul karena gagalnya sistem aturan hidup yang diterapkan di negeri ini. Sistem kapitalis sekuler adalah sistem yang rusak. Sistem yang menzalimi rakyat. Siapa saja yang hidup dalam penerapan sistem ini tidak bisa menghindar dari berbagai persoalan yang muncul, seperti lingkaran setan yang selalu melingkupinya. Baik posisinya sebagai pelaku, saksi, maupun korban. Baik dia sebagai seorang suami, istri, orang tua, maupun anak.

Emosi begitu mudahnya tersulut, secara agresif dan reaktif. Yang pada akhirnya terjadi kekerasan. Kekerasan yang terjadi baik fisik seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun kekerasan psikis seperti kekerasan verbal, makian, hujatan, hingga body shaming. Ditambah kekerasan seksual, kekerasan massal yang melibatkan masyarakat kebanyakan.

Fakta-fakta di atas sangat jelas sekali terlihat bahwa sistem kapitalis sekuler benar-benar merusak hubungan antara suami dengan istrinya, juga dengan anak-anak mereka. Interaksi yang terjadi di antara mereka hanya sebatas materi. Sedangkan standar perbuatan bukan lagi pada halal haram, materi sebagai standar tertinggi dalam pandangan manusia. Kewajiban suami bukan lagi menjadi pelindung bagi istri dan anaknya, tetapi malah sebaliknya menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangganya.

Pada sistem kapitalis di bidang ekonomi, ternyata faktor ini yang paling dominan yang memicu terjadinya kekerasan dalam keluarga, timbulnya kemiskinan secara struktural dan sistematis. Lapangan pekerjaan yang sangat sulit untuk laki-laki, banyaknya lowongan pekerjaan bagi perempuan, sehingga yang terjadi laki-laki tidak mampu untuk menafkahi istri dan anaknya. Hilanglah marwah suami di depan istri, selanjutnya keharmonisan keluarga pun terganggu. Yang pada akhirnya memicu KDRT, perselingkuhan, hingga perceraian.

Di sisi lain fungsi istri sebagai ummu warabatul bait pun terkikis, ketika memikul dua peran yaitu sebagai ibu pencari nafkah, juga sebagai pendidik untuk anak-anaknya terabaikan, yang terjadi selanjutnya anak-anaknya terlantar dan terjebak dalam berbagai masalah. Dampaknya hancurlah bangunan keluarga. Inilah dampak dari liberalisme yang diterapkan di negeri ini.

Bila kita melihat fakta-fakta yang terjadi di atas pernahkah terbetik pertanyaan dalam hati kita, "Kapankah persoalan KDRT akan selesai?" Kapankah istri kembali seutuhnya melaksanakan perannya sebagai ummu warabatul bait?"

Islam diturunkan oleh Allah Subhanahu wa taala sebagai rahmatan lil'alamin yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia. Seperti dalam firmanNya:

وما ءارسلنك الارحمة للعلمين
Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (TQS. Al-Ambiya:107)

Akidah sebagai standar dalam seluruh perbuatan manusia. Pernikahan dalam pandangan Islam adalah untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, yang tujuannya beribadah kepada Allah Swt. bukan yang lain. Seperti firman Allah Swt.:

وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
Artinya : Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (TQS. Adz-Dzariyat: 56)

Dengan tujuan yang jelas inilah masing-masing anggota keluarga akan berusaha semaksimal mungkin menjalankan hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam Islam.

Islam menetapkan bahwa seorang suami/ayah memiliki kewajiban:
- Pemimpin rumah tangga
- Pencari nafkah
- Pelindung keluarga
- Pemberi teladan dalam ketaatan kepada Allah yang baik bagi istri dan anak-anaknya
- Pendidik bagi istri dan anak-anaknya
- dan lain-lain

Sedangkan istri/ibu memiliki peran:
- Pengatur rumah tangga
- Madrasah pertama bagi anak-anaknya
- Menghiasi rumah dengan penuh kasih sayang dan keindahan
- Menciptakan rumah tangga berdasarkan agama
- Menciptakan rumahku adalah surga terindahku
- dan sebagainya

Poin-poin di atas merupakan peran yang jika diamalkan oleh keduanya baik suami/ayah dan istri/ibu, bukan sesuatu yang tidak mungkin terciptanya keluarga yang diidam-idamkan banyak orang. Anak-anak yang dihasilkan pun menjadi generasi muda yang bertakwa, yang bersyakhshiyah Islamiyah. Yang tentu saja didukung oleh masyarakat yang beramar makruf nahi mungkar.

Ditambah negara yang melaksanakan perannya yaitu menjaga dan mengawasi secara menyeluruh rakyatnya dalam menjalankan aktivitas kehidupan.

Rasulullah saw. bersabda:


خيركم خيركم لا هله، وءاناخيركم لاهلي

"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku." (HR. Ibnu Majah)
Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]