Aborsi Butuh Solusi Sistematis serta Ketakwaan Negara dan Individu
Surat Pembaca
Peningkatan kasus pemerkosaan menunjukkan krisis keamanan bagi perempuan
Pandangan sekuler kapitalistik terhadap perempuan sebagai komoditas ekonomi memperburuk situasi
______________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Presiden Jokowi, baru-baru ini mengesahkan PP 28/2024 yang mengatur pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, termasuk ketentuan aborsi untuk mencegah praktik ilegal. PP ini mengizinkan aborsi hanya dalam keadaan darurat medis atau pada korban pemerkosaan yang menyebabkan kehamilan. (tirto.id, 30/7/24)
Sejatinya tindakan aborsi berisiko tinggi bagi perempuan, termasuk risiko kematian akibat pendarahan atau infeksi. Selain itu, aborsi secara moral dianggap sebagai tindakan menghilangkan nyawa janin.
Dengan melegalkan aborsi untuk korban pemerkosaan, hanya akan menambah beban korban yang sudah mengalami trauma dan rasa malu. Korban juga harus menghadapi beban hukum karena menghilangkan nyawa janin, sehingga menambah penderitaan mereka.
Penting untuk memahami latar belakang meningkatnya kasus pemerkosaan untuk menemukan solusi mendasar. Komnas Perempuan mencatat banyak kasus kekerasan seksual berawal dari media sosial, dengan modus yang makin canggih, dan melibatkan pemalsuan akun serta penyebaran konten porno.
Fenomena "perangkap cinta" menjadi lebih umum sejak pandemi COVID-19. Di mana isolasi sosial membuat orang mencari teman di media sosial, sehingga memudahkan penipu memanfaatkan mereka. Kurangnya kontrol diri dan pandangan yang tidak berlandaskan syariat memperburuk situasi. Terlebih korban sering kali mempertontonkan diri secara bebas di media sosial.
Peningkatan kasus pemerkosaan menunjukkan krisis keamanan bagi perempuan. Selain itu, pandangan sekuler kapitalistik terhadap perempuan sebagai komoditas ekonomi memperburuk situasi. Aparat hukum juga sering gagal menegakkan hukum dengan adil, lebih memilih praktik kotor jual beli hukum.
PP yang melegalkan aborsi bagi korban pemerkosaan menunjukkan kegagalan UU TPKS dalam mengatasi kasus kekerasan seksual. Kritikan publik terhadap frasa "sexual consent" dalam UU TPKS yang dianggap melegalkan seks bebas diabaikan pemerintah. Data Komnas Perempuan menunjukkan peningkatan kasus kekerasan seksual berbasis elektronik, pelecehan seksual, dan pemerkosaan, menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini.
Dalam Islam, aborsi hanya diperbolehkan jika nyawa ibu terancam. Rasulullah saw. menetapkan diat ghurrah bagi janin yang digugurkan. Menggugurkan janin setelah 40 hari sejak awal kehamilan adalah haram dan dipandang sebagai pembunuhan.
Islam memiliki solusi komprehensif untuk masalah kehidupan, melalui hukum yang tegas dan menyeluruh. Alhasil, memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dan mencegah orang lain melakukan hal serupa.
Dalam sistem kapitalis sekuler, hukum sering berubah dan tidak menimbulkan efek jera. Sebaliknya, sistem Islam menutup celah-celah kejahatan seksual dengan sanksi tegas dan penerapan syariat secara menyeluruh.
Hukum Islam untuk pemerkosaan melibatkan hukuman had atau takzir, tergantung pada bukti dan situasi kejahatan. Sanksi yang tepat diberikan untuk menimbulkan efek jera dan menegakkan keadilan.
Dalam Islam, aborsi bukanlah solusi bagi korban pemerkosaan. Penyelesaian masalah ini harus sistematis, mulai dari akar hingga ke daunnya, melalui penerapan syariat Islam yang menyeluruh oleh negara. Wallahualam bissawab. [SH-SJ/MKC]
Aning Juningsih