Alt Title

Antara Naluri atau Desakan Ekonomi

Antara Naluri atau Desakan Ekonomi



Sungguh ironis, bahkan seorang ibu sudah kehilangan naluri karena desakan ekonomi

Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab akan masalah ini?


______________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Anak merupakan anugerah yang dititipkan oleh yang Maha Kuasa bagi orang tua. Bahkan sering kali disebut hadiah yang diberikan kepada orang tua yang bertahun-tahun belum mendapatkan momongan, sehingga keberadaan anak disebut melengkapi keluarga dan menjadi sumber kebahagiaan. Bahkan kebahagiaan seakan sempurna dengan kehadiran sang buah hati dalam kehidupannya.


Maka kehadiran anak menjadi bagian terpenting bagi seorang ibu, mengingat gelar ibu tidak akan disematkan jika tidak adanya keturunan dalam dirinya, sehingga keberadaannya menjadi sumber kebahagiaan yang tidak dapat digantikan dengan apa pun. Bahkan jika ada yang ingin membeli seorang anak tentu saja tidak akan diberikan, berapa pun banyaknya nominal harga yang ditawarkan. Karena bagi orang tua, anak adalah sumber kebahagiaan.

Namun apa jadinya, jika anak yang disayanginya bahkan baru dilahirkannya terpaksa dijual kepada orang lain demi desakan ekonomi. Sebagaimana yang penulis kutip dari Sumut.inews.id (14/08/2024) bahwasanya seorang ibu muda berinisial SS (27) ditangkap polisi karena tega menjual bayi yang dilahirkannya ke orang lain. SS menjual bayi darah dagingnya sendiri dengan harga Rp20 juta.

Wakasat Reskrim Polrestabes Medan, AKP Madya Yustadi mengatakan, SS sampai hati menjual bayinya karena motif ekonomi. Ia menyebut tak memiliki kemampuan finansial untuk membesarkan sang bayi. Fakta ini sungguh menyayat hati, bayi yang baru dilahirkannya tega dijual dengan harga Rp20 juta sedangkan untuk melahirkannya ia bertaruh nyawa.

Apabila seorang ibu masih memiliki naluri, ketika tidak mampu merawat bayinya maka harusnya diberikan saja kepada yang bersedia untuk merawatnya. Bukannya malah menjual demi menyelamatkan ekonominya sendiri. Harusnya ia percaya dan yakin bahwa anak itu anugerah dan setiap anak memiliki rezekinya masing-masing.

Hal itu sepertinya tidak berlaku bagi ibu tersebut, pasalnya ia hanya membutuhkan peningkatan ekonomi bukan anak yang merupakan anugerah. Sungguh ironis, bahkan seorang ibu sudah kehilangan naluri karena desakan ekonomi. Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab akan masalah ini? Tentu saja seluruh masyarakat baik dari skala terkecil sampai skala terbesar yakni negara.

Negara haruslah bertanggung jawab untuk memberikan keselamatan dan keamanan hidup bagi setiap orang. Terjamin hajat hidup dan kebutuhannya baik itu sandang, pangan, dan papan. Namun sayang seribu sayang, masyarakat lupa bahwa negara saat ini tengah menerapkan kapitalisme. Sebuah sistem yang regulasinya hanya berorientasi kepada materi, materi, dan materi semata.
 

Jadi wajar jika solusi yang diberikan sering kali kabur bahkan serampangan. Maka dari itu masyarakat tidak mengalami perubahan bahkan bekerja puluhan tahun pun tidak mengalami perubahan. Bagaimana tidak, masyarakat tengah diserang dari berbagai arah, baik impitan ekonomi, kurangnya lapangan pekerjaan bahkan biaya pajak yang sering kali meningkat.

Kapitalisme juga menjadikan manusia kehilangan arah, tidak kenal dengan identitasnya sebagai seorang muslim yang dirinya terikat dengan hukum-hukum Allah Swt. dalam setiap hidupnya. Bahkan tidak menyadari bahwa perbuatannya itu merupakan perbuatan yang salah. Namun karena kapitalisme, perbuatan keji seperti menjual bayi pun menjadi satu pilihan yang harus diambil dan dilakukan. Padahal harusnya dalam benak seorang ibu, tidak ada hal-hal seperti ini.

Jika demikian, lalu apa kabar nasib anak ke depannya jika bagi orang tua anak hanyalah beban. Hal ini akan makin lumrah terjadi jika kapitalisme terus diselamatkan, diterapkan, dan didukung. Oleh sebab itu, hendaklah masyarakat segera sadar bahwa demokrasi sudah nyata-nyata merusak bahkan lebih besar lagi kerugian yang didapat.

Sistem ini harus diganti dengan sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai Daulah Islam. Sebuah sistem yang menjamin hajat hidup rakyat baik dari sandang, pangan, dan papan. Sistem Islam dengan regulasi yang sederhana kemudian penerapan praktisnya membentuk pribadi yang takwa, kuat dan berjiwa pemimpin. Bahkan melalui sistem ini, seorang ibu akan fokus untuk merawat dan mendidik anaknya dengan sukacita tanpa harus ikut menanggung masalah ekonomi.

Karena semua hal sudah dijamin oleh negara, dan sudah tentu setiap orang akan fokus untuk membina diri dalam tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta. Islam sendiri, merupakan sistem yang diturunkan oleh Allah Swt. sebagai solusi bagi setiap persoalan hidup, sehingga setiap masalah seakan jadi ringan jika bertemu dengan pengaturan Islam.

Oleh sebab itulah, Islam harus segera diterapkan agar seluruh rakyat dapat sejahtera dalam hidupnya. Tidak akan terjadi masalah seperti menjual bayi atau hal-hal yang serupa. Bahkan jika anak tidak memiliki orang tua, maka negara sendiri yang akan menjamin hajat hidupnya. Apalagi seorang ibu yang bergelar ibu tunggal, tidak memiliki sanak saudara maka negara jugalah yang akan menjamin hajat hidupnya. Sungguh luar biasa jika negara ini diatur oleh sistem Islam.

Sebelum itu, Islam harus dikenal oleh masyarakat luas. Untuk dapat dikenal oleh masyarakat, maka para pengemban dakwah haruslah berupaya sekuat tenaga meski dengan jumlah yang sedikit tetapi hal itu tidak boleh menggoyahkan tekad untuk membuat umat terpahamkan dengan Islam. Bahkan jika bisa, umat harus merasa membutuhkan adanya Islam yang diterapkan dalam naungan Daulah Islam.

Jika umat sudah butuh, maka mudahlah jalan persatuan umat Islam untuk bersama meminta ditegakkannya Daulah Islam, kemudian diterapkan sistem Islam di dalamnya. Sebagaimana janji Allah Swt. bahwa kamu muslim akan kembali memimpin dunia melalui penerapan Islam di kancah dunia dengan diterapkannya dalam negara Islam. Wallahualam bissawab. [AS-DW/MKC]