Barang Murah China Membunuh Industri Dalam Negeri
Analisis
Ketika negara yang tidak memiliki kemandirian manufaktur, maka harus bergantung pada negara lain
Hal ini akan membuka peluang penjajahan ekonomi karena negara hanya fokus merevisi aturan tanpa memperbaiki pengelolaan SDA
__________________________
Penulis Raodah Fitriah, S.P
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Ekonom Universitas Brawijaya, Wildan Syafitri, mengatakan impor barang dari China sangat mengkhawatirkan pasar domestik RI. Karena, barang dengan harga murah terus berdatangan. Hal ini terjadi akibat inovasi dan penetrasi pasar yang dilakukan melalui penguatan ekonomi, menyebabkan biaya rata-rata yang rendah sehingga komoditi mereka makin kompetitif.
Perubahan selera pasar yang terjadi secara terus menerus, ditambah dengan masuknya barang-barang dari luar, lambat laun akan mematikan industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga industri dalam negeri dari serangan impor serta menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga tenaga kerja di industri manufaktur tetap bekerja.
Wildan menambahkan, dalam lima tahun terakhir data manufacturing value added (MVA) Indonesia yang dirilis World Bank menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Data terbaru kinerja sektor industri manufaktur menunjukkan sektor industri pengolahan nonmigas. Pada triwulan I tahun 2024, penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional terbesar, yaitu 17,47%, dengan pertumbuhannya sebesar 4,64 persen dan memberikan penerimaan pajak terbesar hingga 26,9%. (CNBC, 26/07/2024)
Sementara, Ketua Komite Tetap Asia Pasifik Kadin Indonesia, Yohanes Lukiman, menyebutkan naiknya ekspor dan turunnya impor China akan turut mempengaruhi Indonesia. Mengingat China merupakan salah satu mitra dagang RI. Saat ini over capacity produk China telah berdampak pada banjirnya produk China ke Indonesia. Namun, di sisi lain kinerja impor China yang turun membuat permintaan komoditas dari negara mitra dagang termasuk Indonesia juga akan merosot (CNBC, 15/07/2024)
CAFTA Menjadi Gerbang Masuknya Produk China ke Indonesia
China Asean Free Trade Area (CAFTA) adalah perjanjian multiteral yang bertujuan mewujudkan kawasan perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China, termasuk Indonesia, yang telah bergabung pada tahun 2012. Hal ini menjadi peluang besar bagi China untuk mengeskpor produknya ke Indonesia. Barang yang masuk ke Indonesia pun membludak. Meski, wacana besaran bea cukai masuk akan di naikkan 100-200% dari harga barang. Namun, hal ini tidak akan memberikan dampak yang merugikan bagi China dan tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Menurut editor CNBC, Damiana Cut Emini, dalam Squawka Box mengatakan, bahwa Kenaikan bea masuk 200% diberlakukan hanya untuk keramik. Langkah ini untuk menebus kesalahan 3 tahun terakhir yang telah membebaskan impor. Pemberlakuan bea cukai juga bukan hanya diberlakukan untuk barang impor China tetapi dari negara lain yang menimbulkan injury (cedera) (CNBC, 08/07/2024).
Menariknya, China menjual barang-barangnya dengan harga murah dengan variasi produk yang mengikuti tren pasar. Misalnya dalam perindustrian manufaktur, China sangat didukung oleh negara dengan meminimalisir biaya operasional. Hal ini menjadi warning bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi industri lokal dari persaingan bebas dengan komoditas industri China.
Sayangnya, sebagai antisipasi over capacity barang dari China, pemerintah hanya menerbitkan aturan seperti Permendag no. 37 tahun 2023, dengan tujuan memperketat arus impor dari luar negeri. Di mana salah satu poinnya adalah mengatur agar pekerja migran Indonesia (PMI) tidak dikenakan pajak, atau dengan batas maksimal 500 dolar untuk 56 jenis barang. Selain itu, semua barang konsumen harus memenuhi persyaratan yang ketat, baik berupa pakaian, elektronik, alas kaki, kosmetik dan produk lainnya.
Sebelum pengesahan peraturan tersebut, barang langsung masuk ke toko atau konsumen tanpa sekat seperti yang tercantum dalam Permendag. Baru-baru ini muncul lagi aturan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan impor, tetapi kenyataannya produk China tetap membanjiri pasar Indonesia. Pemerintah tidak berdaya menghalau masuknya produk-produk China. Karena prakteknya, peraturan tersebut masih belum mampu untuk mengatasi barang yang melimpah akibat kebijakan post border (pemeriksaan setelah melewati kawasan pabean) menjadi border (pemeriksaan dalam kawasan pabean).
Hasil Liberalisasi Perdagangan
Dampak dari pasar bebas tentu saja akan mengakibatkan beberapa pabrik industri ditutup dan berimbas pada pemutusan hubungan kerja. Menurut data Kementrian Ketenagakerjaan pada periode Januari-Juni 2024 terdapat 32.064 ribu orang yang di PHK. Ini menunjukkan adanya peningkatan sebanyak 21,45% dari periode tahun lalu yang berada di angka 26.400 orang. Daerah paling tinggi angka PHK adalah DKI Jakarta, yakni sekitar 23,29% dari jumlah keseluruhan (atau mencapai 7.469 orang). (Konta.co.id, 01/08/2024)
Kondisi ini telah menggambarkan ketika negara yang tidak memiliki kemandirian manufaktur, maka harus bergantung pada negara lain. Sehingga akan membuka peluang penjajahan ekonomi karena negara hanya fokus merevisi aturan tanpa memperbaiki pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dari sisi hulu hingga hilir. Ditambah lagi nihilnya penjagaan aktivitas industri hingga pada perbaikan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menciptakan produk yang mampu bersaing dengan produk luar negeri. Wajar jika negeri ini akan terus terjajah dan tidak bisa independen dalam urusan perdagangan.
Sedangkan untuk masyarakat, mereka yang tidak bijak dalam mengkonsumsi barang akan memudahkan terkena virus hedonisme. Karena, rasa takut tertinggal dalam mengikuti tren, atau dikenal dengan fear of missing out (FOMO). Pada akhirnya, mereka akan disibukkan dengan mengejar promo di toko online maupun offline. Sekadar untuk membeli barang tanpa memikirkan nilai guna suatu barang. Beginilah keadaan negara yang mengabaikan sistem Islam dan hanya mengejar kepentingan juga keuntungan yang terus digaungkan oleh kapitalisme yang berasaskan sekuler.
Kesempurnaan Islam dalam Mengatur Hubungan Luar Negeri
Negara dengan sistem Islam menjamin hubungan luar negeri dengan cermat demi mengutamakan kepentingan rakyat. Memastikan senantiasa sejalan dengan tuntunan syariat. Kepala negara adalah raa’in atau pengurus urusan umat, yang bertanggungjawab penuh atas kesejahteraan mereka. Termasuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, individu per individu.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban negara untuk membangun manufaktur secara mandiri tanpa campur tangan negara lain untuk memudahkan terpenuhinya kebutuhan rakyat. Dalam Islam, pembangunan industri manufaktur dilaksanakan oleh negara berasaskan pada kepentingan perang dengan mengutamakan dua jenis industri. Yakni, industri berat dan industri pengolahan harta milik umum agar negara dapat mandiri dan berdikari.
Industri berat adalah industri yang memproduksi mesin atau alat persenjataan, sedangkan pengolahan harta milik umum berupa pengolahan minyak bumi, batu bara, tambang, mineral dan segala hal yang termasuk dalam harta milik umum yang mutlak milik rakyat sepenuhnya.
Berarti, pabrik kendaraan, tekstil dan pakaian, makanan, minuman dan obat-obatan harus dibangun dengan cermat agar memudahkan dari aspek konsep maupun praktis. Dan bisa dialihkan untuk keperluan militer sesuai kebutuhan. Jika keperluan militer dan kebutuhan rakyat bisa dipenuhi oleh negara, secara otomatis tidak akan bergantung pada negara lain.
Dalam Islam, kegiatan ekspor impor itu ada untuk memenuhi kebutuhan komoditi yang tidak ada dalam negara. Perdagangan luar negeri merupakan aktivitas jual beli yang berlangsung antar bangsa dan umat. Bukan antar individu dari suatu negara baik perdagangan antar dua negara maupun antar dua individu yang masing-masing berasal dari negara yang berbeda untuk membeli komoditi untuk ditransfer ke negaranya.
Aktivitas perdagangan tersebut di bawah kontrol negara untuk mengendalikan hubungan satu negara dengan negara lain. Bahkan negara akan ikut andil untuk mencegah dikeluarkannya beberapa komoditi dan membolehkan beberapa komoditi sesuai kebutuhan negara. Negara tidak akan cawe-cawe terkait hubungan dagang dengan kafir harbi, karena sebagian besar haram dilakukan. Negara akan memberikan arahan pada rakyatnya, sehingga tidak hanya mengejar keuntungan materi semata.
Untuk mendukung hal itu, negara akan membangun pos-pos perbatasan negara, sehingga setiap pelaku bisnis yang melewati tempat tersebut diperiksa dan dipastikan tidak melakukan pelanggaran syariat yang dapat membahayakan negara, dunia dan akhirat. Wallahuallam bissawab. [MGN-Dara/MKC]