Alt Title

Birrul Walidain, Wajib dalam Islam

Birrul Walidain, Wajib dalam Islam

 


Kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu menggapai rida Allah Taala

Salah satu jalannya adalah birrul walidain

______________________________


Penulis Alfaqir Nuuihya

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Pemerhati Sosial


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Luqman Al-Hakim adalah salah satu hamba Allah yang sangat saleh, sehingga namanya diabadikan menjadi salah satu nama surah di dalam Al-Qur'an, meskipun beliau bukan nabi.


Surah dalam Al-Qur'an yang berisikan tentang nasihat dan sikap seorang anak terhadap orang tua, meskipun ternyata orang tua tersebut menyuruh untuk berbuat maksiat. Sebagai anak kita tetap harus bersikap baik terhadap orang tua.


Di dalam Islam, tidak hanya sikap yang harus diperhatikan, tetapi juga perkataan. Seperti dalam surah Al-Isra ayat 23, bahkan berkata “ah” saja terhadap orang tua adalah suatu hal yang dilarang. Berbicara dengan orang tua diwajibkan hormat dan lemah lembut.


Dikisahkan dalam suatu hadis dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra., seorang sahabat mendatangi Rasulullah saw. lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah saw. bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Kemudian ia menjawab, "Masih." Rasulullah bersabda, "Pada (perawatan) keduanya, berjihadlah." (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)


Sangat jelas, bagaimana pentingnya kedudukan orang tua dan kewajiban memelihara keduanya sampai-sampai dibandingkan dengan jihad. Bahkan lebih dari satu hadis yang menyatakan bahwa merawat orang tua itu lebih utama dibandingkan jihad.


Dikisahkan pula di hadis yang lain bahwa orang tua adalah salah satu jalan menuju pintu surga yaitu pintu yang tengah. Maka dari itulah, setiap anak tidak boleh menyia-nyiakan orang tuanya dan wajib merawat mereka.


Dari sahabat Abu Darda ra., seseorang mendatanginya dan berkata, "Aku mempunyai seorang istri, tetapi ibuku memintaku untuk menceraikannya." Abu Darda ra. berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Jika mau, kau boleh menyia-nyiakan pintu tersebut atau kau boleh merawatnya." (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Namun di zaman sekarang, betapa banyak peristiwa anak-anak yang menyia-nyiakan orang tua yang telah merawatnya. Bahkan terkadang, kurangnya komunikasi dan interaksi antara anak dengan orang tua. Ketika orang tua meninggal pun, luput dari pengetahuan sang anak.


Dikutip dari kompas.com (17/07/2024), seperti yang dialami oleh pasangan suami istri di Desa Singajaya, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, yaitu Hans Tomasoa (83) dan istrinya Tita Tomasoa (73), mereka ditemukan telah meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang sudah membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap. Kejadian ini terungkap pada Selasa (16/7/2024), di kediaman pasangan tersebut.


Bermula saat warga sekitar merasa curiga karena beberapa hari terakhir tidak pernah melihat kedua pasangan ini. Ketika warga memeriksa rumahnya, tercium bau tidak sedap dari rumah tersebut. Di saat warga membuka paksa pintu rumah tersebut, ternyata kedua pasangan ini telah terbujur kaku di tempat tidur.


Menurut warga sekitar, istri dari pasangan lansia ini menderita stroke. Meskipun memiliki tiga anak, tetapi ketiga anaknya sangat jarang mengunjungi apalagi merawat orang tuanya. Sibuk, sering kali dijadikan alasan klasik anak untuk tidak mengunjungi atau bahkan merawat orang tua.


Tersebab kesibukan bekerja, demi mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, anak sering kali abai untuk birrul walidain (berbuat baik) terhadap orang tua. Akibat dari sekularisme, sering kali materi dijadikan acuan untuk mencapai kebahagiaan. Padahal, kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu hidup di jalan yang Allah ridai. 


Kebahagiaan sejati adalah ketika kita mampu menggapai rida Allah Taala. Salah satu jalannya adalah birrul walidain. Buah dari sistem sekuler kapitalis, kini betapa banyak anak yang durhaka terhadap orang yang telah melahirkan dan merawatnya.


Sering kali menjadikan orang tua sebagai beban, tidak peduli jika orang tua sakit, bahkan banyak kejadian anak yang memasukkan orang tuanya ke panti jompo. Perhatian anak telah teralihkan untuk urusan duniawi. Kalaupun mereka mengurusi orang tua, sering kali untung rugi dijadikan pertimbangan. 


Kapitalisme menjadikan manusia lebih banyak menghabiskan waktu di dunia kerja, tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan materi, sehingga tidak memiliki waktu untuk mengurusi orang tua.


Negara yang bersistem sekuler kapitalis pun sering kali tidak ambil pusing atas kejadian seperti ini. Sebab bagi sistem sekuler kapitalis, urusan seperti ini adalah urusan masing-masing dan bukan urusan negara. 


Dalam Islam, birrul walidain adalah perintah Allah. Maka, barang siapa yang tidak memenuhi perintah tersebut akan menerima konsekuensi berupa dosa. Begitu pun sebaliknya, Allah Swt. ketika menganugerahi kita gharizah nau (naluri kasih sayang) adalah agar kita mampu menyayangi dan merawat orang tua sebagai salah satu jalan menuju surga.


Di dalam syariat Islam, negara memiliki kewajiban meriayah seluruh rakyatnya agar mendapatkan kesejahteraan. Maka, tatkala kesejahteraan rakyat tercapai, tidak akan ada anak yang sibuk mencari materi dan tentunya bisa fokus merawat orang tua.


"Rida Allah tergantung rida orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.” (HR Tirmidzi dan Al-Hakim)


Sejatinya, ketika anak memahami kewajiban tentang birrul walidain maka yang akan dia peroleh adalah rida orang tua dan keberkahan yang Allah berikan. Tentunya, ketika syariat Islam diberlakukan secara kafah, sehingga hal yang pertama terwujud adalah terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [SM-SJ/MKC]