Alt Title

Ekonomi Sekuler Kapitalis Akibatkan Hilangnya Fitrah Seorang Ibu

Ekonomi Sekuler Kapitalis Akibatkan Hilangnya Fitrah Seorang Ibu




Pengelolaan sistem ekonomi dalam Islam

benar-benar dioptimalkan demi kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan sandang, pangan, dan papan

______________________________


Penulis Mariah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik Generasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Hidup di negeri yang katanya sudah merdeka dari penjajahan, ternyata keadaan rakyatnya masih jauh dari kata merdeka. Pada faktanya, masih banyak rakyat yang hidup terbelenggu kesulitan dan mirisnya mereka harus mencari solusinya sendiri.


Sebagaimana yang terjadi pada seorang ibu, dengan dalih impitan ekonomi lantas tega menjual bayinya. Dilansir dari media online metro.tempo.co, 16/8/2024, Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan, yang terlibat transaksi jual dan beli bayi seharga Rp20 juta, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan, terungkapnya kasus berawal dari informasi masyarakat, bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percutseituan, pada 6 Agustus 2024.

Berdasarkan informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan, dan mendapati MT (55 tahun) warga Medan Perjuangan sedang menggendong bayi dengan menumpangi becak bermotor menuju Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. MT akan menemui YU (56 tahun), dan NJ (40 tahun), untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS (27 tahun), ibu kandungnya.

Miris rasanya, peristiwa tersebut bisa terjadi. Padahal, pada dasarnya fitrah seorang ibu adalah menyayangi anaknya dan tidak akan tega jika anaknya harus ditukar dengan sejumlah uang. Namun, hal seperti ini bukan pertama kali terjadi.

Mendambakan kehidupan yang layak, di negeri yang menerapkan ekonomi dengan sistem sekuler kapitalis rasanya hanya sebuah angan belaka. Tentulah benar, karena dalam sistem sekuler kapitalis adanya pemisahan agama dari kehidupan. Di mana yang menjadi tolok ukur kebahagiaan dan layaknya sebuah kehidupan adalah materi, juga keuntungan semata, maka yang terjadi adalah kekacauan.

Para pemangku jabatan sibuk dengan urusannya masing-masing. Sibuk menyejahterakan kehidupan pribadi dan golongannya, tanpa memikirkan nasib rakyatnya. Sedangkan rakyat yang dalam hal ini adalah tanggung jawab dari penguasa, hanya bisa pasrah dengan keadaan yang ada. Mencari solusi sendiri atas permasalahan yang dihadapi, rasanya sudah terbiasa terjadi. Impitan ekonomi mengaburkan solusi halal dan haram atas suatu persoalan. Hal ini mencerminkan gagalnya negara dalam mengurus rakyatnya.

Pada aspek ekonomi, negara gagal menyejahterakan rakyatnya dan berefek domino. Kebutuhan ekonomi yang sangat sulit terpenuhi saat ini, akibat dari maraknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di mana-mana. Sulitnya lapangan kerja, yang mengakibatkan rakyat melakukan segala cara untuk mendapatkan uang guna mencukupi kebutuhannya. Baik dengan jalan yang benar, ataupun dengan jalan yang salah, sehingga mengakibatkan tindakan kriminal.

Selain itu, sistem pendidikan pun berpengaruh dan mengalami kemerosotan. Di mana banyak anak-anak yang putus sekolah, sehingga melahirkan generasi minim ilmu dan lemahnya iman, serta lemahnya adab dan akhlak.

Berbeda halnya dalam sistem Islam, di mana pemimpin sebagai pengurus rakyat yang dilandasi ketakwaan pada Allah Swt., sehingga dalam menjalankan amanahnya, penguasa akan benar-benar mengupayakan kehidupan yang baik dan layak bagi rakyatnya.

Dalam hadis riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan, “Imam (Khalifah) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”

Pemimpin dalam sistem Islam juga akan bekerja keras dan amanah, karena sadar bahwa apa yang dilakukan pasti akan dipertanggungjawabkan di peradilan akhirat. Begitu juga pada sistem ekonomi yang berasaskan Islam. Mekanisme negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat dilakukan dengan adil dan merata, sehingga tidak akan ada ketimpangan.

Pengelolaan sistem ekonomi dalam Islam, benar-benar dioptimalkan demi kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Dengan mengoptimalkan pendapatan negara, hanya untuk kesejahteraan rakyat. Pengelolaan sumber daya alam dan manusia berikut sarana dan prasarana di berbagai sektor, serta menciptakan lapangan kerja. Dengan begitu, rakyat tidak akan kesusahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Begitupun dalam menjaga pendidikan rakyatnya, agar tidak mengalami kemunduran. Sistem pendidikan Islam mengedepankan pendidikan islami yang menguatkan tauhid untuk taat pada syariat Islam. Dengan demikian, dapat mencetak individu atau masyarakat islami, yang ketika menyelesaikan suatu persoalan hidup selalu mengacu pada aturan syariat. Dilandasi kuatnya tauhid yang menimbulkan rasa takut pada Allah Swt.. Sudah seharusnya sistem Islam segera diterapkan, agar tercipta hidup bahagia dan sejahtera. Wallahualam bissawab. [SH/MKC]