Alt Title

Ekspor Kopi, Benarkah Menumbuhkan Industri dalam Negeri?

Ekspor Kopi, Benarkah Menumbuhkan Industri dalam Negeri?



Seandainya Indonesia mampu mandiri dalam produksi dari bahan baku menjadi bahan jadi, lalu mengolahnya sendiri dari bahan baku menjadi bahan jadi dengan bernilai tinggi, 

pasti keuntungan dapat dirasakan oleh rakyat bahkan bisa menambah devisa negara


____________


Penulis Neny Nuraeny

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Ibu Rumah Tangga



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seiring berjalannya waktu, popularitas kopi dalam negeri khususnya dari wilayah Kabupaten Bandung kian meroket dan dikenal oleh pasar mancanegara. Hal ini telah mendorong pemerintahan Kabupaten Bandung melakukan ekspor kopi ke Manila, Filipina. Kopi dari Bandung, khususnya dari wilayah Ciwidey ini dapat bersaing di kancah internasional.


Pada saat yang sama Bupati Bandung Dadang Supriatna menyebutkan bahwa, cita rasa kopi dari Kabupaten Bandung dilirik oleh pasar mancanegara, bahkan para pembeli kopi datang langsung ke Bandung.


Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Agus Widjojo menyatakan dalam kesempatan tersebut berhasil membawa sebanyak 20 pembeli dari Manila, Filipina yang akan membeli kopi Bandung secara langsung. Ia juga menyebutkan bahwa saat ini masih memfokuskan pada ekspor kopi dan kakao coklat. Maka ia terus fokus memberikan peluang ekspor ke negara Filipina. (detikjabar.com,11/07/202)


Aktivitas ekspor dan impor sendiri sesungguhnya dua istilah yang sering digunakan untuk perdagangan internasional. Yang katanya akan memberikan dampak positif dan berperan penting bagi perekonomian negara. Digadang-gadang dapat menambah devisa negara, memperbanyak lapangan kerja, menumbuhkan industri dalam negeri, memperluas pasar, meningkatkan kegiatan produksi, menghindari persaingan lokal, mengatasi kekurangan dalam negeri, dan menghindari monopoli produk.


Namun sangat disayangkan, faktanya pihak yang sering diuntungkan dari kegiatan ekspor dan impor adalah negara-negara yang memiliki modal besar. Negara kapital ini akan membeli bahan baku dengan harga murah, lalu oleh mereka diolah menjadi bahan jadi dan produk yang bagus dengan bernilai jual tinggi atau mahal. 


Negara-negara yang punya modal besar ini, akan memborong (impor) bahan mentah dari negara penghasil dengan harga yang rendah. Lalu setelah sampai di negaranya, mereka mengolah bahan mentah (baku) menjadi produk olahan yang bernilai tinggi. Lalu produk yang sudah bernilai jual tinggi itu mereka lempar lagi ke pasar internasional, tidak terkecuali Indonesia. Seperti halnya Starbucks, dari bahan mentah kopi biasa lalu diolah, dikemas dan penyajian ala kafe sehingga membuat harganya melambung tinggi  berbeda jauh dari harga kopi lainnya.


Seandainya Indonesia mampu mandiri dalam produksi dari bahan baku menjadi bahan jadi, lalu mengolahnya sendiri dari bahan baku menjadi bahan jadi dengan bernilai tinggi, pasti keuntungan dapat dirasakan oleh rakyat bahkan bisa menambah devisa negara.


Namun, yang terjadi saat ini negara dikendalikan oleh kekuatan global atau dengan ide globalisasi. Ada negara utama yang memonopoli kekuatan internasional. Jargon ekspor bisa jadi hanya omong kosong belaka, ibarat peribahasa tong kosong nyaring bunyinya. Berkoar-koar bahwa ekspor akan menstabilkan perekonomian negara, namun kenyataanya nihil.


Hal ini terjadi karena dunia saat ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis liberal, termasuk Indonesia. Membuat negara-negara ketiga tunduk kepada permainan dunia adidaya dan para korporasi yang selalu mengambil keuntungan dalam setiap kesempatan termasuk dalam ekspor kopi. Alhasil, bagi petani hanya kecipratan untung, adapun yang meraih keuntungan besar adalah para korporat itu sendiri.


Sudah sepatutnya pemerintahan berkaca dan membuat revolusi yang baru. Membangun kemandirian dalam ekonomi dan politik. Agar tidak mudah dikendalikan oleh negara adidaya yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam negeri ini.


Negara harus membangun kekuatan dengan mempersiapkan sumber daya manusia. Agar SDM ini menjadi manusia yang mumpuni dalam mengelola bahan baku menjadi bahan jadi yang bernilai tinggi. Maka, dibutuhkan adanya political will untuk mewujudkan kemandirian industri ini.


Potensi dan kapasitas SDM yang dimiliki negeri Indonesia sesungguhnya akan mampu bersaing di dunia Internasional. Dengan syarat negara memberikan dukungan agar anak bangsa bisa mengembangkan potensi diri lebih baik.


Negara bisa melakukannya dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang kemampuan intelektualnya. Menyediakan sarana dan prasarana riset dan laboratorium yang akan mencetak generasi yang penuh inovasi dan memiliki motivasi yang tinggi.


Lihatlah, ketika negara abai dalam hal tersebut. Maka negara saat ini hanya memosisikan diri sebagai regulator semata. Tunduk dan memihak pada para korporat asing dan aseng.


Apalagi perdagangan luar negeri tidak terlepas dari konstelasi internasional. Dengan kata lain, negara kita hanya sebatas negara pembebek yang harus tunduk dan patuh pada ketentuan lembaga internasional, seperti WTO (World Trade Organization). Akhirnya negara kita dikendalikan oleh negara adidaya demi meraih kemanfaatan dan kepentingan mereka saja. 


Islam sebagai agama sekaligus ideologi, memiliki konsep yang khas dalam dalam mengatur perpolitikan internasional termasuk masalah ekspor dan impor. Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran yang sangat penting, kepala negara Islam memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatur regulasi perekonomian agar terwujud negara yang mandiri dan negara yang disegani.


Tugas pemimpin dalam Islam adalah sebagai raa'in dengan tugas me-riayah umat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).


Ketika negara menerapkan Islam secara kafah, persoalan impor maupun ekspor akan diatur sesuai syariat. Ekpor dan impor hanya dilakukan dengan tujuan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Rakyat dan negara akan bekerja sama dalam mewujudkan keamanan, ketentraman, dan kesejahteraan.


Negara Islam akan mengatur dan mengurus rakyat hanya menggunakan syariat Islam, berlandaskan akidah membangun ketaatan kepada Allah Swt. Rasa syukur terhadap anugerah sumber daya alam yang melimpah direalisasikan dengan mengelola SDA sesuai syariat. Kegiatan eksplorasi diperbolehkan dengan syarat tidak merusak lingkungan dan alam itu sendiri. 


Hukum ekspor impor dalam pandangan Islam adalah mubah atau boleh. Dengan syarat produknya halal, dan tidak berkerjasama dengan negara kafir harbi yang memerangi Islam. Tujuannya jelas yakni mengutamakan kemandirian dalam negeri dengan memproduksi semua kebutuhan rakyat sendiri. 


Ketika negara dalam kondisi darurat seperti bencana alam atau paceklik, negara akan mengambil jalan impor agar kebutuhan rakyat dalam negeri tetap terpenuhi. Adapun kebijakan ekspor dalam negara Islam hanya dilakukan ketika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi atau produksinya surplus dan akan diupayakan berupa produk jadi yang bernilai tinggi. 


Semua itu akan terealisasi ketika negara menerapkan sistem Islam kafah. Menggantikan sistem kapitalisme neoliberal. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengganti sistem kapitalisme yang nyata telah merugikan negeri ini. Berganti kepada sistem Islam dengan penerapan syariat secara sempurna. 


Sudah saatnya kita memilih solusi hakiki yang diberikan Islam. Hanya Islam satu-satunya yang mampu memfasilitasi pengelolaan komoditas mentah semisal  kopi menjadi berdaya jual tinggi karena sudah diolah dengan kualitas terbaik.


Tentu tegaknya Islam akan memberikan kemaslahatan bagi umat yang akan menciptakan negeri yang baldatun tayibatun wa Rabbun gafur. Hanya dengan Islam, permasalahan ekspor impor akan menguntungkan dan bernilai kebaikan. Wallahuallam bissawab. [EA - Dara/MKC]