Alt Title

Fenomena di Bulan Kemerdekaan, Rakyat Tertekan?

Fenomena di Bulan Kemerdekaan, Rakyat Tertekan?




Demi investasi asing, harga BBM negeri ini harus bersaing dengan pasar dunia,

sehingga tidak jauh beda dengan harga BBM Pertamina dan swasta


______________________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-A’raf ayat 96 yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”


Di segala aspek kehidupan saat ini, kita meninggalkan hukum Allah dalam mengatur kehidupan. Menggunakan hukum buatan manusia, sehingga hilang keberkahan dari langit dan bumi. Salah satunya, negeri ini kaya akan tambang minyak, semestinya menjadi berkah dapat digunakan oleh rakyat untuk kebaikan. Namun, rakyat merasakan kesulitan karena BBM naik dan akan berimbas pada kenaikan bahan pangan lainnya.

Dikutip dari cnbc.com (10/8/2024), harga BBM kembali naik, Pertamina melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax (RON92) yang berlaku efektif mulai 10 Agustus 2024.

PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No.62 K/12/MEM/2020 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis bahan bakar minyak umum. Jenis bensin dan minyak solar yang disalurkan melalui stasiun pengisian bahan bakar Umum.

Miris, di bulan kemerdekaan negeri ini, justru rakyat harus menerima kenyataan yang menambah beban hidup rakyat. Faktanya, kenaikan BBM bukan fenomena spontanitas, tetapi bagian dari amanat undang-undang. Demi investasi asing, harga BBM negeri ini harus bersaing dengan pasar dunia, sehingga tidak jauh beda harga BBM Pertamina dengan swasta.

Inilah sistem kapitalis, tentu saja yang sangat diuntungkan dalam fenomena ini adalah para pemilik modal yang mengelola tambang dari hulu ke hilir. Penguasa hanya sebagai regulator, mempermudah jalannya investor untuk menguasai sumber daya alam. Maka, terwujudlah liberalisasi migas. Alhasil, BBM naik, rakyat tertekan.

Semestinya, pengelolaan migas yang benar oleh negara, dapat memberikan pada rakyat harga BBM yang murah. Namun, hal itu sulit dilakukan di dalam sistem kapitalis saat ini. Karena kentalnya pengaruh segelintir orang untuk menguasai harta kepemilikan umum, seperti halnya tambang migas.

Dalam Islam, kepemilikan umum seperti hasil tambang harus dikembalikan pada rakyat untuk kemaslahatan rakyat. “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)

Dalam Islam, negara harus turun tangan langsung mengelola industri dan  eksplorasi minyak dari perut bumi. Negara tidak boleh memberikan pengelolaan tersebut pada swasta, lokal ataupun asing. Jika dalam pelaksanaannya membutuhkan tenaga ahli yang belum tersedia di dalam negeri, negara dapat mempekerjakan tenaga asing dengan waktu yang ditentukan, bukan selamanya.

Dengan pengaturan minyak sesuai syariat Islam, negara tidak semata-mata mengambil keuntungan dari rakyat dalam penjualan komoditas minyak. Untuk kemaslahatan rakyat, negara menetapkan BBM dengan harga murah, untuk biaya produksi dan distribusi. Maka, seluruh rakyat dapat mengakses BBM dengan harga terjangkau dari semua kalangan, baik menengah ataupun kaya.

Demikian Islam memberikan solusi untuk problematik BBM saat ini, hanya dapat diselesaikan dengan menerapkan syariat Islam di seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Daulah Islam. Wallahualam bissawab. [SM-EA/MKC]

Novita Tristyaningsih