Hak Asasi Versi Kapitalisme, Membuat Hukum yang Menjauhkan dari Norma Agama
Opini
Larangan menggunakan kerudung yang saat ini terjadi pada para paskibraka perempuan sudah tentu melanggar prinsip kebebasan beragama
Juga terlihat jelas tidak konsisten dengan aturan yang dibuat dalam Pancasila dan UUD 45 itu sendiri
Penulis Nita Nuraeni, A.Md
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Viral, paskibraka muslimah dilarang memakai kerudung oleh Badan Pembinaan Pendidikan Pancasila dan Pembinaan Ideologi (BPPI). Banyak yang bereaksi atas kabar berita ini. Dari berbagai kalangan terutama dari masyarakat muslim yang berpendapat bahwa kebijakan yang dibuat ini melanggar hak asasi dan kebebasan beragama. Kerudung yang merupakan identitas kaum muslimah, tentu saja menjadi bagian dari negeri ini, karena Indonesia mayoritas beragama Islam.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi jadi sorotan publik setelah adanya aturan paskibraka putri di tingkat nasional tidak boleh memakai kerudung saat pengukuhan dan upacara kenegaraan 17 Agustus. Adanya surat Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 mengenai Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Tak ayal, banyak masyarakat mempertanyakan atas kebijakan tersebut yang dinilai telah melanggar hak asasi.
Kerudung merupakan simbol kesopanan dan ketakwaan, mengapa dianggap menjadi penghalang bagi paskibraka dalam melaksanakan tugasnya mengibarkan bendera merah putih?
Dilansir dari Kompas.com,18/8/2024 Arif Sahudi selaku Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mengatakan, “Aturan itu, melanggar aturan Pasal 22 Undang-Undang Hak Asasi Manusia pada dasarnya, kebebasan beragama dan menganut kepercayaan." kata Arif Sahudi, Kamis,15/7/2024.
Ada tiga tuntutan yang ditujukan kepada kepala BPIP tersebut, yakni di antaranya menuntut ganti rugi sekitar Rp100 juta untuk diberikan kepada paskibraka yang melepas kerudung, meminta pencopotan jabatan apabila BPIP kepada presiden, dan terakhir agar presiden dan kepala BPIP minta maaf secara terbuka kepada khalayak luas.
Pancasila yang menjadi dasar negara selalu dijunjung tinggi mengenai kebebasan beragama. Hal itu tertuang dalam sila ke satu, yang isinya "Ketuhanan yang Maha Esa." yang artinya, setiap warga negara berhak untuk menjalankan ibadah dan keyakinan mereka sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Artinya negara Indonesia mengakui dan menghormati perbedaan keyakinan yang ada dan memberikan kebebasan bagi setiap individunya untuk menjalankan ajarannya, termasuk di dalamnya masalah kerudung.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Pasal 28E Ayat 1: "Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya."
Namun, pada kenyataannya kapitalisme sekularisme-lah yang di emban negara ini. Kapitalisme sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan berhasil merenggut hak asasi manusia sesuai fitrah Islam. Karena salah satu yang menjadi pokok landasan kapitalisme adalah kebebasan individu yang di dalamnya mencakup kebebasan berfikir, berpendapat, serta berkarya demi keberlangsungan hidupnya.
Dalam kasus ini, seseorang membuat aturan yang sangat bertentangan dengan Islam. Yakni melarang memakai kerudung yang merupakan identitas seorang muslimah. Membuat undang-undang yang nyatanya bertentangan dengan kenyataannya dan selalu mengaitkan seolah sesuai dengan Islam. Seakan Islam adalah pemahaman yang bertentangan dengan undang-undang itu sendiri.
Sejatinya, kerudung bukan hanya sekedar pakaian, tetapi merupakan perintah Allah Swt. yang mana hukumnya wajib dipatuhi oleh setiap kaum muslimah. Dalam kejayaan Islam, tidak ada larangan oleh pemerintah atau penguasa untuk mengenakan kerudung. Wanita yang mengenakan kerudung akan dilindungi haknya karena itu bagian dari keyakinannya. Dan jika ada yang melarang, sudah tentu masuk ke ranah pelanggaran hak asasi. Bahkan jika ada yang sengaja membuka kerudung, maka akan berdosa. Karena itu aturan dari Allah Sang Maha Pencipta.
Larangan menggunakan kerudung yang saat ini terjadi pada para paskibraka perempuan sudah tentu melanggar prinsip kebebasan beragama. Juga terlihat jelas tidak konsisten dengan aturan yang dibuat dalam Pancasila dan UUD 45 itu sendiri. Wallahualam bissawab. [AS-DW/MKC]