Harga BBM Terus Naik, Rakyat Makin Tercekik
Opini
Kenaikan BBM merupakan buah sistem kapitalisme
yang menjadikan negara sebagai regulator
______________________________
Penulis Anis Nuraini
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - PT Pertamina Patra Niaga menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di seluruh SPBU Pertamina pada Sabtu 10 Agustus 2024, pukul 00.00 waktu setempat.
Kenaikan harga Pertamax yang adalah BBM RON 92 ini menjadi Rp13.700 per liter (harga untuk wilayah dengan PBBKB 5%) dari sebelumnya Rp12.950 per liter. Harga Pertamax ini masih paling kompetitif untuk di Indonesia. (liputan6.com, 11/8/2024)
Alasan pemerintah bahwa BBM subsidi yang digunakan rakyat telah memberatkan APBN, sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM nonsubsidi disebabkan kenaikan minyak mentah dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sekarang ini nilai 1 dolar AS setara dengan Rp14.700.
Kebijakan kenaikan harga BBM ini akan menambah beban bagi rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat berat. Susahnya mencari pekerjaan, ditambah lagi naiknya BBM nonsubsidi pasti akan diikuti dengan kenaikan harga-harga barang lainnya, juga menurunnya daya beli masyarakat. Jasa transportasi, angkutan umum (angkot), sama-sama merasakannya, sehingga menaikkan biaya transportasi. Padahal transportasi menjadi salah satu urat nadi ekonomi rakyat.
Dampak kenaikan BBM juga berpengaruh terhadap perusahaan, karena berkurangnya aktivitas produksi. Disebabkan bahan baku produksi ikut naik, maka akan mengurangi biaya produksi melalui pembatasan pembelian biaya bahan baku yang berujung mengurangi jumlah karyawannya. Dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sebagian karyawan untuk menstabilkan kebutuhan biaya.
Kenaikan BBM merupakan buah sistem kapitalis yang menjadikan negara sebagai regulator. Ragam kebijakan dikeluarkan penguasa sangat zalim terhadap rakyatnya. Penguasa lebih berpihak kepada oligarki (pemilik modal) yang menguntungkan para kapital, tetapi merugikan rakyat sendiri yang sejatinya pemilik SDA tersebut. Karena dengan naiknya BBM, membuat rakyat makin terbebani dan makin susah.
Apalagi setelah disahkan UU Migas pada 2020, penguasa hari ini bukan lagi sebagai pelayan rakyat, tetapi pelayan para oligarki. Migas menjadi barang publik yang dibisniskan oleh negara. Sekarang bukan negara mengelola tetapi dikelola oleh swasta, baik lokal atau asing dari hulu sampai hilir sehingga terjadi liberalisasi dalam pengelolaan SDA yang membuka peluang investor untuk mengelolanya.
Untuk mendapatkan BBM murah dan terjangkau solusi yang tepat adalah dengan penerapan sistem politik dan ekonomi Islam. Bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. BBM merupakan sumber daya alam yang melimpah, sehingga masuk dalam kategori kepemilikan umum yang akan dikelola oleh negara secara profesional dari hulu hingga hilir. Tidak akan diberikan kepada pihak swasta apalagi asing dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan negara atas rakyat. Seperti BBM murah bahkan gratis, negara hanya meminta biaya operasional saja.
Negara dalam Islam berperan sebagai raa’in yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat seperti papan, sandang, dan pangan. Termasuk BBM, kesehatan, dan pendidikan. Negara mempunyai kas negara berupa Baitulmal yaitu lembaga yang memiliki fungsi mengelola harta milik umat. Yang memiliki sumber penerimaan dari fai, kharaj, jizyah, dan harta kepemilikan umum seperti SDA. Harga BBM dalam kendali negara, yang akan mampu menjaga kestabilan harga, sehingga rakyat tidak terkena dampak buruk perubahan harga minyak dunia.
Adapun solusi nyata mengatasi masalah BBM yaitu dengan Islam, agama yang sempurna dari Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]