Alt Title

Hijab Dilarang, Umat Sakit Hati dan Berang

Hijab Dilarang, Umat Sakit Hati dan Berang

 


Larangan penggunaan hijab ini sejatinya bukan hanya karena alasan untuk keseragaman ataupun kebhinekaan

Namun juga ada aroma Islamopobia dan sekularisasi untuk generasi muslim

_________________________ 


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Member AMK dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa waktu lalu tepatnya sebelum upacara HUT RI, masyarakat dikagetkan dengan berita larangan memakai hijab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri. Terlihat saat pengukuhan ada anggota  yang tidak mengenakan kerudung. Kritikan pun datang dari berbagai pihak dan diarahkan ke Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Mereka kemudian  memberikan klarifikasi bahwa aturan itu berlaku saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan 17 Agustus di Ibu Kota Nusantara (IKN) saja.


BPIP telah menerbitkan aturan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Sedangkan SK yang ditetapkan oleh Kepala BPIP Yudian Wahyudi pada 1 Juli 2024 ini tidak menyinggung atribut terkait hijab atau ciput seperti yang tertuang dalam Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022. Lembaga ini pun akhirnya meralat bahwa tidak ada paksaan melepaskan kerudung dan meminta maaf. (www.detik.com, 16 Agustus 2024)


Berbeda dengan Kota Bandung yang membolehkan Paskibraka untuk menggunakan hijabnya saat melaksanakan tugas upacara peringatan HUT RI ke-79. Aturan kebijakan yang sempat menjadi polemik tersebut, tidak berlaku di ibukota provinsi Jawa Barat ini. Kepala Kesbangpol Kota Bandung, Bambang Sukardi mengatakan bahwa Pemkot menjunjung tinggi nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika, jadi tidak ada larangan petugas yang menaikkan bendera untuk memakai kerudung.


Meski larangan hijab tersebut tidak terjadi di Jawa Barat khususnya Bandung, tetapi pernyataan pemerintah melalui BPIP telah melukai hati umat Islam. Di mana menutup aurat bagi seorang muslimah adalah kewajiban. Kebijakan ini secara tidak langsung telah membuat umat melanggar bahkan meninggalkan ajaran agamanya. Padahal telah jelas dalam sila ke satu pancasila, negara seharusnya melindungi dan memberikan rasa aman kepada rakyat dalam melaksanakan ajaran agamanya masing-masing.


Larangan penggunaan hijab ini sejatinya bukan hanya karena alasan untuk keseragaman ataupun kebhinekaan sebagaimana yang dimaksud kepala BPIP Yudian Wahyudi, tapi juga ada aroma Islamophobia dan sekularisasi untuk generasi muslim. Sedikit demi sedikit umat dijauhkan dari ajaran agamanya, perlahan tanpa sadar umat diarahkan untuk melanggar syariat. Mereka yang minim tentang ilmu agama akan mudah terpengaruh untuk menjauhi bahkan menentangnya.


Inilah salah satu taktik siasat musuh Islam yakni Barat yang mampu dan berhasil membuat kerusakan bagi umat hingga terpecah belah. Seharusnya kemajemukan tidak boleh menjadi penghalang untuk tetap taat beribadah, melainkan sebagai sebuah warisan yang akan selalu dihargai dan dihormati. Keberadaan agama justru menjadi pemersatu bagi keragaman. Seperti saat menjalankan salat berjamaah di masjid, semua umat muslim bersama-sama tunduk dan sujud kepada Sang Khaliq Allah Taala bukan yang lain.


Larangan hijab secara langsung telah menjelaskan bahwa pemerintah tidak menjalankan konstitusi dan nilai-nilai pancasila, yakni UUD 1945 pasal 29: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Serta sila ke -1 pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.


Sistem yang dianut negeri ini berasaskan kapitalisme dengan akidah sekularisme berupaya menjauhkan umat dari ajaran Islam dengan berbagai cara. Seperti yang dialami oleh para anggota paskibraka. Mereka diharuskan taat dan patuh pada aturan yang telah dibuat meski melanggar norma-norma agama. Ini membuat anggotanya merasa dilema dan bingung karena menghadapi dua pilihan sulit.


Hukum membuka kerudung atau aurat dalam ajaran Islam adalah haram. Menutup aurat merupakan salah satu kewajiban bagi umat muslim, yang mana bila dilaksanakan akan mendapat pahala, tapi jika tidak dilakukan maka akan berdosa. Allah Swt. berfirman:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka...." (TQS An-Nur [24]: 31)


Ada sebuah kisah masyhur yang menunjukkan kepedulian dari seorang pemimpin Islam Al Mu'tashim kepada seorang muslimah. Pada tahun 223 Hijriah, terjadi penaklukan kota Ammuriah. Seorang budak muslimah di tahun 837 Masehi telah dilecehkan oleh orang Romawi. Saat itu ia tengah berbelanja di pasar, pakaian bagian bawahnya dikaitkan ke paku, hingga terlihat sebagian auratnya ketika ia berdiri. Wanita itu pun berteriak meminta tolong lalu berita ini sampai kepada khalifah Al Mu'tashim Billah. Ia pun segera mengirimkan puluhan ribu pasukan untuk memasuki daerah Ammuriah (Turki). Itulah  gambaran sosok pemimpin dalam Islam. Ia akan mengerahkan segala daya upaya untuk membela rakyatnya walau untuk hal yang dianggap sepele oleh kebanyakan orang, salah satunya  demi melindungi aurat dan kehormatan wanita.


Maka yang dibutuhkan saat ini adalah hadirnya sosok pemimpin yang taat dan patuh pada aturan Allah Swt. dan menerapkannya secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan dalam sebuah naungan kepemimpinan Islam. Kehadirannya menjadi sesuatu yang niscaya dan menjadi janji Allah yang pasti terjadi. Wallahualam bissawab. [SM-GSM/MKC]