Impitan Ekonomi Menggerus Naluri Keibuan
OpiniSungguh memprihatinkan, kondisi ekonomi yang sulit
menyebabkan para ibu kehilangan akal sehat dan naluri keibuannya
______________________________
Penulis Ida
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Apoteker
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tingginya beban hidup adakalanya membuat seseorang rela melakukan tindakan di luar nalar dan fitrahnya sebagai manusia. Hal ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga (SS) di Kota Medan, Sumatra Utara yang ditangkap karena telah menjual bayi kandungnya demi uang sebesar Rp20 juta. Transaksi jual beli bayi ini berlangsung setelah SS melahirkan bayinya. Alasan SS menjual bayinya lantaran kesulitan ekonomi. (metro.tempo.com, 16/8/24)
Kasus perdagangan bayi lainnya pernah terjadi di Tambora, Jakarta Barat pada bulan Februari. Seorang ibu berinisial T menjual bayinya demi uang Rp4 juta karena terimpit ekonomi. Menurut keterangan polisi setempat, T berasal dari keluarga tidak mampu dan memiliki suami yang tidak bertanggung jawab. Hal itu mendorong T mengambil jalan pintas dengan cara menjual bayinya seharga Rp4 juta. (medan.kompas.com, 14/8/24)
Sungguh memprihatinkan, kondisi ekonomi yang sulit menyebabkan para ibu kehilangan akal sehat dan naluri keibuannya. Mereka rela menjual bayi kandungnya demi pundi-pundi rupiah. Ibu yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anaknya, justru kebalikannya menjadi mimpi buruk bagi anaknya.
Para ibu hari ini dihadapkan pada beban ekonomi yang berat di tengah kondisi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, kenaikan pajak, dan sulitnya mencari pekerjaan. Mereka harus membuat pilihan yang sulit karena tidak adanya supporting system yang mendukung. Mereka dituntut untuk selalu berada dalam survival mode dengan berpijak di atas kaki sendiri. Ketidakhadiran suami sebagai supporting system utama dalam biduk rumah tangga serta buruknya kondisi lingkungan masyarakat secara perlahan namun pasti telah mematikan naluri keibuan.
Penderitaan para ibu hari ini tidak dapat dipandang sebagai problematik individu saja. Apabila permasalahan ini dipandang menggunakan helicopter view, dapat ditemukan bahwa secara umum kondisi ekonomi hari ini sedang tidak baik-baik saja. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, harga kebutuhan dasar seperti BBM, listrik, pendidikan dan kesehatan juga melambung tinggi. Di sisi lain, berbagai macam jenis pajak memangkas pendapatan masyarakat yang tidak seberapa.
Seluruh penderitaan masyarakat hari ini disebabkan karena penerapan sistem ekonomi kapitalis yang memasung kesejahteraan masyarakat. Kesenjangan sosial yang tinggi menjadikan hanya pemilik modal saja yang bisa menikmati hidup makmur. Sedangkan rakyat kalangan menengah ke bawah hidup dalam keadaan terlunta-lunta. Memenuhi kebutuhan perut saja mereka tidak mampu, bagaimana mungkin mereka mengurus kebutuhan lainnya?
Tidak heran apabila impitan ekonomi ini mendorong tindakan-tindakan kriminal lainnya serta tindakan di luar akal sehat, seperti menjual bayi kandungnya demi memperoleh uang yang jumlahnya tidak seberapa. Hal ini karena urusan perut mereka tidak terpenuhi. Makan dan minum adalah kebutuhan jasmani manusia yang apabila tidak terpenuhi, manusia bisa mati.
Naluri bertahan hidup yang dimiliki para ibu lebih mendominasi hingga mengikis naluri keibuannya. Segala hal akan dilakukan demi mengisi perut, termasuk hal di luar nalar sekalipun. Tidak ada yang memberikan dukungan finansial meski negara memiliki anggaran bansos sekalipun. Fakta di lapangan membuktikan, dana bansos hanya menyasar pada 20 persen golongan masyarakat terbawah.
Faktor pendidikan juga berkontribusi terhadap kerusakan berpikir para ibu ini. Adanya kasus ini membuktikan bahwa sistem pendidikan berbasis sekularisme gagal mencetak generasi yang beriman dan bertakwa. Pendidikan berbasis sekularisme hanya mengutamakan tercapainya materi, tanpa memandang karakter/kepribadian sebagai output yang utama. Lahirlah generasi minus akhlak, tidak takut pada Tuhan, menghalalkan segala cara untuk memperoleh materi.
Sungguh berbeda dengan sistem Islam yang memanusiakan manusia. Penguasa di dalam Islam adalah pelayan umat, bertugas mengurus urusan seluruh rakyatnya mulai dari urusan perut hingga urusan publik. Negara tidak akan mengadopsi sistem ekonomi kapitalis yang sarat akan kerusakan, melainkan akan mengadopsi sistem ekonomi Islam yang memakmurkan rakyat.
Untuk menjamin kesejahteraan rakyat, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Pajak tidak akan menjadi sumber utama penghasilan negara, sehingga rakyat tidak akan terjerat pungutan pajak. Subsidi gratis untuk kesehatan, pendidikan, dan transportasi akan diberikan secara merata. Tak kalah penting, suasana ketakwaan akan selalu dijaga dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]