Alt Title

Ironi Mahasiswa Krisis Identitas

Ironi Mahasiswa Krisis Identitas



Amat menyedihkan, bukan saja tidak sadar akan hilangnya peran,

tetapi mahasiswa juga tidak sadar bahwa standar hidup mereka sudah salah sejak awal

______________________________


Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Mahasiswa adalah bagian terpenting bagi negara, mengapa? Karena mahasiswa adalah generasi emas. Darinya terlahir para ilmuwan, para pendidik dan para politikus ulung. Semua tingkatan tertinggi kalangan pejabat hadir dimulai dari kata mahasiswa. Generasi yang dibutuhkan dan diharapkan, baik oleh individu, masyarakat bahkan negara.


Mahasiswa, sebuah gelar yang memiliki banyak amanah. Di mana mahasiswa inilah yang akan menjadi agen, baik untuk perubahan, kontrol masyarakat bahkan persatuan umat. Sungguh baru bergelar mahasiswa saja, masyarakat sudah sepenuhnya berharap padanya. Inilah yang dimaksud dengan mahasiswa itu. Namun apakah fakta menunjukkan hal yang demikian? Jawabannya tentu tidak.

Faktanya mahasiswa sekarang sudah berjalan pada arah yang salah, sudah tidak kenal dirinya bahkan tidak mengerti tentang peran istimewa yang dipikulnya. Saat ini, mahasiswa tengah dilanda dilema, bukan dilema memikirkan masyarakat tapi memikirkan masa depannya sendiri. Saat ini bahkan tak jarang yang hanya memikirkan penampilan, gaya hidup, dan hal-hal yang bersifat individual. Lalu kemana hilangnya kesadaran akan peran strategis ini?

Amat menyedihkan, bukan saja tidak sadar akan hilangnya peran, tetapi mahasiswa juga tidak sadar bahwa standar hidup mereka sudah salah sejak awal. Bahkan kebanyakan mahasiswa dengan mudah mengakhiri hidupnya tanpa rasa takut dan khawatir bahwa di sekitarnya ada yang mengawasi yakni Allah Swt..

Fakta bunuh diri mahasiswa sangat sering terjadi, salah satunya di wilayah Yogyakarta, sebagaimana yang dilansir dari media radarjogja.jawapos.com (26/08/2024) bahwasanya dari catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, jumlah kasus bunuh diri pada 2022 sebanyak 74 kasus. Rinciannya 11 kasus di Kulon Progo, 14 kasus di Bantul, tiga kasus di Kota Yogya, 16 kasus di Sleman, dan 30 kasus di Gunungkidul.

Sedangkan selama periode Januari hingga Juni 2024, Dinkes DIY mencatat ada 43 kasus bunuh diri. Jika dirinci, kasus di Gunungkidul masih yang terbanyak dengan 16 kasus. Diikuti Bantul 13 kasus, Sleman 10 kasus, Kulon Progo 3 kasus dan Kota Yogya 1 kasus. Kepala Dinkes DIY Pembajun Setyaningastutie mengatakan, secara umum penyebab bunuh diri karena penyakit. Kemudian faktor yang berpengaruh adalah hubungan sosial seperti asmara, tekanan ekonomi, dan tekanan gaya hidup.

Sungguh ironis, saat ini kematian bukanlah sesuatu yang harus diwaspadai lagi melainkan sesuatu yang digunakan sebagai alat melepas ikatan duniawi sesuka hati. Padahal jika ditelusuri dari sudut pandang Islam, akhirat adalah negeri yang kekal. Dunia hanya sementara sedangkan akhirat selamanya.

Sangat dimungkinkan kondisi di atas akan terus terjadi, mengingat mahasiswa saat ini sedang didera dengan sekularisme. Yaitu pemisahan pengaturan agama dari kehidupan. Yang mana manusia masih terikat dengan Allah Swt. dalam peribadatan yang sifatnya individual, namun dalam permasalahan sosial mereka bebas, padahal setiap perbuatan seharusnya terikat dengan hukum syariat.

Sekularisme ini sungguh berhasil memainkan peranannya untuk menghancurkan kepercayaan dan keyakinan manusia kepada Sang Pencipta dan Pengatur, yaitu Allah Swt.. Tuhan yang menciptakan manusia, hidup dan alam semesta, sekaligus menurunkan aturan-aturan untuk memuliakan perjalanan kehidupan manusia sebelum menjemput kematian, yakni menuju negeri yang kekal yaitu akhirat.

Namun, selama sekularisme masih bercokol dalam benak masyarakat maka sulit adanya cela untuk manusia bisa sadar dan kembali menemukan jati dirinya. Yakni sebagai hamba yang patuh dan taat terhadap perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itulah, manusia harus segera sadar bahwa jalan bunuh diri bukanlah penyelesaian melainkan permasalahan.

Kemudian mahasiswa juga harus menemukan identitasnya. Dengan mendalami ciptaan-Nya sembari mengkaji ilmu Islam yang sangat luas dan tidak terbatas pada otak kecil manusia. Di mana Islam akan menjelaskan kepada manusia, bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah kepada-Nya kemudian kematian akan menghampirinya jika Allah Swt. menghendaki. Bukan malah sebaliknya, manusialah yang bunuh diri.

Termasuk mahasiswa pun harus yakin bahwa Allah Swt. akan menjamin seluruh hajat hidupnya. Jangan hanya memikirkan masalah duniawi yang tidak ada habisnya. Maka tidak akan ada lagi, yang namanya bunuh diri karena stres dengan tuntutan gaya hidup, ekonomi, dan lainnya.

Kondisi kestabilan kehidupan hanya akan terjadi ketika diterapkan sistem Islam, sayangnya hingga sekarang sistem ini belum diterapkan.

Maka jika mahasiswa sudah sadar bahwa Islam penting untuk menjaga hidupnya, hendaklah menyerukan dan menyampaikan kepada umat bahwa setiap persoalan dapat diatasi jika sistem Islam yang diterapkan. Bukan kapitalisme apalagi demokrasi yang nyata-nyata merusak dan membawa kerugian baik individu, masyarakat bahkan negara.

Marilah sama-sama memiliki tekad yang kuat untuk menghilangkan sistem yang kufur ini. Mengubah pemikiran kita yang sempit menjadi pemikiran yang luas berdasarkan Islam.

Menjadikan setiap jiwa mulia dengan Islam dan mengembalikan peran asli mahasiswa sebagai agen perubahan, agen kontrol, dan agen sosial. Wallahualam bissawab. [AS-EA/MKC]