Alt Title

Judol dan Pinjol Ancam Generasi, Saatnya Kita Perangi!

Judol dan Pinjol Ancam Generasi, Saatnya Kita Perangi!




Meningkatnya anak muda yang terbuai jerat judol dan pinjol 

membuktikan bahwa negara tidak berhasil memberikan pendidikan berkarakter ideologis

______________________________


Penulis Aan Daryani

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus judi online di Indonesia merajalela seperti wabah penyakit yang menyebar di berbagai daerah. Indonesia berada dalam kondisi darurat judi online (judol). Bagaimana tidak? Situs judi online begitu membludak, beredar luas, dan dapat diakses di berbagai platform serta media sosial.


Pelakunya beragam, masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi, mulai dari rakyat jelata hingga kaum sosialita, bahkan para wakil rakyat ikut terjerat. Tidak hanya anak-anak, kaum terpelajar, buruh, petani, bahkan kalangan ibu rumah tangga tidak ketinggalan dalam kecanduan judol. Wajar saja, jika Indonesia menjadi negara dengan tingkat perjudian online tertinggi di dunia.

Pertengahan bulan ini, polisi meringkus AU, seorang remaja berusia 13 tahun, yang terlibat pencurian sepeda motor. Uang dari hasil penjualan motor curian itu digunakan pelaku untuk bermain judi online. Mirisnya lagi, menurut Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota AKBP Muhammad Firdaus, AU melancarkan aksinya bersama pamannya, ZA (28). (INews.id, Jumat 12/7/2024)

Selain judol, generasi juga terancam pinjol. Rista Zwestika, seorang ahli perencanaan keuangan, menyatakan bahwa pinjaman online (pinjol) telah menjerat banyak kalangan anak muda Indonesia. Para Gen Z, yakni anak muda dengan usia di bawah 19 tahun, sudah diberikan kemudahan sehingga bisa mendaftar pinjol. Setidaknya sebanyak 72.146 masyarakat Indonesia yang berusia di bawah 19 tahun, berdasarkan data sudah terlibat pinjol.

Pinjaman ini, jika diakumulasikan mencapai Rp168 miliar. Sedangkan pada kategori usia 19–34 tahun, tercatat sebanyak 10.900 orang dengan pinjaman mencapai Rp26 triliun. Mirisnya, pinjol tersebut mereka gunakan rata-rata untuk kebutuhan konsumtif, seperti berbelanja online, traveling, dan menonton konser. (Liputan 6, 21/2/2024)

Akar masalah maraknya pinjol dan judol adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis. Gaya hidup materialistis akibat penerapan sistem tersebut menjadikan seseorang memandang kebahagiaan atau pencapaian sukses hanya dari sisi materi semata. Meningkatnya anak muda yang terbuai jerat judol dan pinjol membuktikan bahwa negara tidak berhasil memberikan pendidikan berkarakter ideologis.

Sebagaimana upaya yang dilakukan penguasa untuk memberantas situs judi online, Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo sebenarnya telah membuat satgas khusus untuk memberantas situs judi online. Satgas ini dikatakan bekerja selama 24 jam dengan tiga sif untuk melaksanakan tugas. Selain itu, satgas ini telah bekerja sama dengan pihak kepolisian.

Namun, Nezar mengakui bahwa upaya memberantas keberadaan situs judi online tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah dan instansi terkait saja. Harus ada kerja sama juga dari masyarakat. Karena, setiap kali ada penindakan atau pemblokiran, akan muncul lagi situs-situs serupa.

Untuk itu, pemerintah mengimbau kepada masyarakat agar ikut andil dalam menekan angka keterlibatan judi online. Masyarakat bisa melakukannya dengan cara terlibat aktif melaporkan keberadaan situs judi online atau pihak-pihak yang secara terang-terangan mengiklankannya, termasuk situs judi online yang menjadi sponsor dari penyelenggaraan kegiatan di tengah masyarakat. (CNBC Indonesia, 17/10/2023)

Namun, hingga kini upaya yang telah dilakukan pemerintah tidak kunjung memberikan hasil yang berarti, bahkan terkesan setengah hati. Meski sudah melakukan pemblokiran terhadap ratusan ribu konten judi online, hal itu tetap tidak mampu menahan menjamurnya judi online di tengah masyarakat, khususnya generasi muda.

Upaya setengah hati tersebut terindikasi dalam beberapa poin berikut ini: Menghapus atau memblokir konten tanpa disertai adanya perubahan perilaku di tengah masyarakat, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Sebab,.masyarakat sekuler menganggap judi adalah permainan yang menyenangkan, jadi bukan menjadi soal saat mereka memainkannya sebagaimana main game. Apalagi jika ada kemungkinan mereka bisa untung ketika memainkannya.

Dalam sistem buatan manusia, judi online berpotensi besar bergeser menjadi aktivitas legal yang dibolehkan. Masih ingatkan kita dengan pernyataan seorang public figure, Deddy Corbuzier? Mualaf ini menyatakan persetujuannya agar judi online dilegalkan sebagai permainan yang menghibur, bukan untuk penipuan. Hal ini tentu sama saja dengan aktivitas haram lainnya seperti miras.

Penindakan hukum terhadap pemilik usaha dan pelaku judi online masih tergolong minim. Hal ini bisa dibuktikan dengan keterlibatan mereka dalam judi online yang belum sepenuhnya mendapatkan sanksi, terutama yang membuat mereka jera. Hal ini sejalan dengan catatan pihak PPATK, di sepanjang 2017-2022 angka judi online semakin meningkat setiap tahunnya.

Apalagi dengan adanya fakta 2,1 juta masyarakat mengakses dan memainkan situs judi online. Ini semakin memperkuat bukti betapa sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah berhasil menyesatkan mereka pada perkara maksiat yang jelas-jelas diharamkan. Sudah banyak berita tentang judi online yang diakibatkan terdesaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi. Masyarakat tergiur dengan iming-iming mendapat uang dengan cara instan.

Untuk itu, memberantas secara tuntas dengan upaya pemblokiran situs dan layanan judi online maupun pinjaman online sesungguhnya tidaklah cukup. Perlu adanya pencegahan dan penindakan yang dilakukan secara sistematis oleh negara agar kehidupan halal masyarakat terwujud dan terbebas dari hal-hal yang diharamkan.

Hanya sistem Islam satu-satunya yang tidak akan menoleransi segala kegiatan berbau judi. Sebagaimana Allah Taala berfirman : "Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS. Al-Maidah: 90)

Islam memiliki seperangkat aturan dalam menegakkan keharaman judi. Penguasa dalam sistem Islam pasti akan bersungguh-sungguh memberantas judi karena dorongan akidah. Penguasa akan melakukan edukasi, baik secara formal, nonformal, maupun informal agar masyarakat menjadi paham haramnya judi dan menjauhinya.

Penguasa juga memastikan tidak adanya penyedia layanan judi, baik itu online maupun offline. Selain itu, akan ada sanksi tegas yang diberikan negara bagi para pelaku. Dengan demikian, memenangkan peperangan terhadap judi online hanya bisa dilakukan saat Islam diterapkan. Mustahil mengharapkan itu pada sistem hari ini. Back to Islam kafah! Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]