Alt Title

Kebijakan Rasulullah saw. Perihal Tanah

Kebijakan Rasulullah saw. Perihal Tanah

 


Pemerintahan Islam akan menjamin keamanan kepemilikan tanah, baik kepemilikan secara individu maupun masyarakat

Pada masa Rasulullah saw. tidak hanya sertifikatnya yang gratis, tapi tanahnya bisa dengan cuma-cuma diberikan

____________________

Penulis Oom Rohmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member AMK


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tempat tinggal yang nyaman, dengan tanah yang luas tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun, bagi sebagian yang telah dianugerahi kekayaan tersebut tak sedikit yang bermasalah atau masih sengketa perihal lahannya. Untuk itu, sangat penting bagi pemilik membuat surat-surat tersebut secara lengkap. Hal ini, yang membuat masyarakat begitu antusias menyambut program PTSL yang menggratiskan pembuatan sertifikat tanah.


Adapun syarat yang dianjurkan adalah, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Surat Permohonan Pengajuan Peserta PTSL. Pemasangan tanda batas yang telah disepakati dengan pemilik tanah yang berbatasan. Macam-macam surat sebagai tanda bukti turut disertakan seperti (Letter C, akta jual beli, akta hibah, atau beritaacara kesaksian). Tanda bukti setor BPHTB dan PPh (kecuali bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dibebaskan dari keduanya)


Sedangkan tahapan prosedurnya dipastikan daerah tempat tinggal atau tanah yang akan diajukan termasuk wilayah PTSL. Berhubung pendaftaran harus melalui kepala desa dan Kantor Pertanahan (Kantah), informasi dianjurkan bertanya kepada pemerintah desa setempat. Selain itu, masyarakat diwajibkan mengikuti penyuluhan yang diselenggarakan oleh BPN. Di lokasi yang telah ditetapkan serta menyerahkan surat pernyataan pemasangan tadi.


Setelah yang berwenang mengumpulkan data fisik untuk pengukuran yaitu dari bidang tanah dan satuan rumah, juga data yuridis serta berkas-berkasnya. Petugas akan memproses dan meneliti. Hasil sertifikasi tanah yang diumumkan dan diserahkan selama sekitar 14 hari kerja. Waktunya bisa kurang atau lebih kepada pemohon. 


Menurut data Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, di antara yang banyak mencoba pembuatan sertifikat tanah massal, melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) itu adalah warganya. Dan ternyata di dalam pelaksanaannya, pembuatan surat-surat tersebut tidak gratis. Menurut curhatan salah satu warga Solihin (45), mereka tetap harus membayar sekitar Rp150 ribu.


Hal ini dibenarkan oleh Camat Cileunyi, Cucu Endang ketika dikonfirmasi, beliau mengungkapkan ada 6 desa yang mengikuti program ini, harapannya tahun ini bisa kelar. Terkait masalah yang dikeluhkan, ia menjawab bahwa biaya tersebut adalah hasil keputusan bersama SKB tiga menteri. Pengakuan sang camat pembayaran itu telah disosialisasikan kepada masyarakat. (KejakimpolNews.com, 4/7/2024)


Untuk mencegah terjadinya sengketa atau perebutan tanah, wajib adanya tanda bukti semisal sertifikat. Sayang, realisasinya tidak mudah di negara yang menganut sistem kapitalisme. Jika ada yang sulit mengapa dipermudah? Inilah ungkapan yang terjadi saat ini, karena para kapital memandang sesuatu dengan keuntungan materi semata. Artinya, berbagai kemudahan atau gratis bagi rakyat kecil itu mustahil. 


Faktanya pembebasan biaya hanya berlaku untuk penyuluhan, dan pemeriksaan. Seperti pengumpulan data fisik dan yuridis, pengesahan, penerbitan SK Hak, penerbitan sertifikat, serta supervisi, dan laporan. Sementara di luar itu, ada pemungutan biaya seperti untuk penyiapan dokumen, pengadaan batas atau patok, dan operasional petugas yang berwenang. 


Bahkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, meliputi Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), besaran biaya yang dipungut berbeda tiap daerahnya. Plus juga biaya lainnya seperti pembuatan letter C, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bila terkena, dan meterai, hingga fotokopi berkas juga perlu ditanggung oleh pemohon. Inilah bukti dari sistem kapitalis sekuler.


Jauh berbeda dengan Islam, pemerintahan akan menjamin keamanan, baik kepemilikan secara individu maupun masyarakat. Pada masa Rasulullah saw. tidak hanya sertifikatnya yang gratis, tapi tanahnya bisa dengan cuma-cuma diberikan. Prioritas utama atas kepemilikan sebidang tanah itu berada di tangan pemerintah, dan selanjutnya diperuntukkan untuk individual. Penguasa bisa leluasa menghadiahkan, membatasi, maupun menarik kepemilikan sebidang tanah dari seseorang untuk kemaslahatan masyarakat, bukan sebaliknya.


Ada pun hak-hak atas tanah, fikih membaginya ke dalam dua macam; pertama, tanah yang dapat dimiliki oleh pribadi haqqu al-tamlik. Kedua, tanah-tanah yang diatur oleh pemerintah untuk kepentingan umum, yang disebut dengan al-Hima. 


Di masa Nabi Muhammad saw., terlaksana pula kebijakan pembagian dari tanah terlantar, dan penetapan tanah untuk kepentingan umum. Salah satunya ketika Rasulullah saw. membagikan tanah kepada Zubair ra. sebagaimana hadis yang disampaikan dari Asma’ binti Abu Bakar ra, bahwa Rasulullah saw. telah memberikan kapling tanah kepada Az-Zubair ra di Khaibar, Abu Tsalabah al-Khusyani ra, dengan dilengkapi surat pengkaplingan tanah. Kebijakan pemberian tanah juga dilakukan Nabi kepada orang-orang yang baru masuk Islam. Di antaranya, terhadap pemuka Bani Hanifah, Mujja’ah Al-Yamamah. Yang disertai dengan sebuah surat keterangan pemberian tanah, yang berbunyi:

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah surat keterangan yang telah ditulis Muhammad Rasulullah kepada Mujja’ah bin Murarah bin Sulma. Sesungguhnya aku telah memberikan sekapling tanah kepadamu di daerah Ghaurah, Ghurabah, dan Hubul. Barang siapa yang mempersoalkan masalah ini kepadamu, maka datanglah menghadap kepadaku”.


Melalui riwayat-riwayat tersebut, berarti telah menunjukkan bahwa Rasulullah saw. melakukan tindakan saat kondisi umat Islam yang tidak mempunyai tanah dengan memberinya tanah. Supaya dengan tanah itu mereka dapat tinggal dan mengolahnya untuk kehidupannya. Sedangkan untuk orang-orang yang baru masuk Islam, Rasulullah saw. melakukannya sebagai upaya agar menguatkan hati dan keimanan mereka pada Islam. Karena, mereka adalah golongan yang rentan baik dari segi iman maupun ekonomi.


Di samping membagikan tanah untuk kemudian menjadi hak milik pihak yang diberinya, Nabi melakukan kebijakan terkait tanah larangan hima untuk kepentingan umum. Sebagaimana sabdanya; "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)


Karena itu merupakan sumber penghidupan orang banyak, dimana setiap orang mempunyai hak terhadapnya. Oleh karenanya, dalam pemerintahan Islam dilarang melakukan privatisasi terhadap ketiganya, dengan alasan agar masyarakat tidak terzalimi. Kebijakan pertanahan yang dilakukan oleh Rasulullah saw., dilanjutkan pula oleh para sahabat yang menjabat sebagai Khalifah seperti; Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra. 


Demikianlah pemerintahan yang dicontohkan tauladan kita nabi Muhammad saw., dan para sahabat. Bukan hal yang mustahil jika institusi pemerintahan Islam kembali tegak keberadaan umat manusia merasakan ketentraman dan kenyamanan, karena hak-haknya terpenuhi oleh negara. Baik tempat tinggal maupun ladang untuk bercocok tanaman sebagai sumber kehidupan Wallahuallam bissawab [DW-Dara/MKC]