Alt Title

Kecurangan PPDB Jadi Penyakit Musiman

Kecurangan PPDB Jadi Penyakit Musiman

 


Dalam sistem kapitalisme, pendidikan kerap dijadikan alat pengeruk keuntungan

Sementara pada saat yang sama negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menyediakan dan memfasilitasi pendidikan warga negaranya

_________________________


Penulis Rukmini

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Karut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seperti menjadi penyakit yang ada setiap tahunnya, salah satunya terjadi di SMAN 1 Majalaya, Kabupaten Bandung. Kecurangan tersebut terendus saat sebanyak 18 calon siswa dari Desa Panyadap, Kecamatan Solokan Jeruk tidak diterima di sekolah tersebut. Muncul dugaan praktik kecurangan mulai dari menitipkan nama anak pada KK warga milik orang lain yang dekat dari sekolah yang diinginkan, hingga pemalsuan alamat tinggal demi bisa memenuhi syarat jalur zonasi. Egi Yogaswara selaku Sekretaris Desa Panyadap membenarkan dugaan kecurangan tersebut. Berdasarkan laporan yang masuk di tahun 2024 tepatnya bulan Juli praktiknya masih sama seperti tahun 2023 lalu. Mulai dari manipulasi KK di jalur zonasi, mutasi, tipu-tipu nilai di jalur prestasi, jual beli kursi titipan orang dalam, hingga gratifikasi.


Egi mengungkapkan harga satu kursi yang diperjual belikan oleh SMAN 1 Majalaya sekitar dari Rp 5 juta hingga belasan juta rupiah, hal tersebut diketahui dari warga yang terpaksa membayar demi menyekolahkan anaknya. Namun pihak sekolah membantah hal tersebut, dan menurutnya proses PPDB telah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Detikjabar (24/7/2024)


Penerimaan peserta didik tahun ajaran baru kembali menjadi sorotan, ada dugaan kecurangan dalam proses PPDB sebagaimana peristiwa tahun-tahun sebelumnya. Tak hanya itu kecurangan PPDB juga diduga melibatkan sejumlah guru. Realitas kecurangan dalam sistem PPDB khususnya sistem zonasi ini sejatinya menunjukkan belum terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini. Ditambah lagi biaya pendidikan yang mahal khususnya pendidikan swasta membuat sebagian besar orang tua saling berebut kursi untuk memasukkan anaknya di sekolah negeri. Dalih sistem zonasi dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan nyatanya tidak terwujud.


Sengkarut sistem PPDB di negeri ini sejatinya tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang masih berada dibawah sistem pendidikan sekuler-kapitalis. Inilah akar persoalan sesungguhnya. Sistem sekuler-kapitalis telah menempatkan negara sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat, mewujudkan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Alhasil pendidikan menjadi legal untuk di komersialkan, pihak swasta diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam pendidikan, bahkan pemerintah memandang bahwa kurangnya daya tampung pendidikan yang disediakan oleh negara mengharuskan negara bermitra dengan swasta. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan kerap dijadikan alat pengeruk keuntungan. Sementara pada saat yang sama negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menyediakan dan memfasilitasi pendidikan warga negaranya.


Berbeda dengan sistem Islam, pemimpinnya adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara. Hal ini karena Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat. Negara bertanggungjawab untuk memberikan sarana prasarana baik gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya, guru kompeten, kurikulum sahih, maupun konsep tata kelola sekolahnya.


Sebagai penanggung jawab negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta, meski demikian sekolah swasta  tetap diberi kesempatan untuk hadir memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan. Namun tidak sampai mengambil alih tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya. 


Adapun persoalan anggaran pendidikan, akan diatur anggaran secara terpusat. Seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari baitulmal yakni dari pos fa'i dan kharaj serta pos kepemilikan umum. Pendidikan Islam menjamin pemerataan di seluruh wilayah negara, baik kualitas maupun kuantitas. Sistem pendidikan yang seperti inilah yang mampu menyediakan pendidikan berkualitas dan dapat diakses oleh seluruh warga negara. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]