Alt Title

Kemelut Ribawi di Kalangan Mahasiswa

Kemelut Ribawi di Kalangan Mahasiswa

 


Pinjaman online merupakan salah satu praktik ribawi yang menjadi tren di generasi zaman sekarang

Mereka tidak paham betapa buruknya efek riba ini

______________________________


Penulis Ai Nurjanah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pernyataan yang membuat geger, datang dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) yaitu bapak Muhadjir Effendy yang menyatakan bahwa pinjaman online (Pinjol) adalah salah satu sistem dan inovasi teknologi masa kini yang menjadi jalan keluar atau solusi mahasiwa dalam pembiyaan kuliah. (Tirto.id, 03/07/2024)


Beliau juga menjelaskan bahwa, ada sekitar 83 universitas yang sudah menggunakan mekanisme ini untuk pembayaran uang kuliah. 


Pinjaman online adalah salah satu fasilitas dalam hal peminjaman uang oleh penyedia keuangan yang dilakukan secara online. Namun, ada bahaya di balik menjamurnya sistem pinjaman online ini. Bisa menjadi racun dalam mematikan mental masyarakat Indonesia. 


Terdapat banyak pinjol yang tersebar baik legal maupun ilegal. Banyak masyarakat awam yang tidak paham, sehingga mereka mudah tergoda dan terjebak, tidak bisa membedakan keduanya.


Kini fenomena pinjol merambah di kalangan mahasiswa. Ketika pembiayaan kuliah makin tinggi, membuat mahasiswa kesulitan dalam melunasinya. Pada akhirnya mereka menganggap pinjol adalah salah satu dari sekian banyak solusi. Pinjol ramai digandrungi karena proses pengajuannya yang mudah dan pencairan dananya yang cepat.


Pinjaman online merupakan salah satu praktik ribawi yang menjadi tren di generasi zaman sekarang. Mereka tidak paham betapa buruknya efek riba ini. Sehingga mereka menganggap hal biasa ketika menggunakannya. 


Riba mempunyai arti bahwa setiap tambahan atau keuntungan yang diambil terhadap suatu pinjaman sebagai imbalan karena masa menunggu. 


Catatan sejarah mengungkapkan bahwa riba diperkenalkan pertama kali oleh bangsa Yahudi di Semenanjung Arab. Tepatnya di kota Thaif dan Yastrib. Kala itu orang Arab menggadaikan anak dan istri mereka di saat tidak mampu untuk membayar cicilan mereka. Bahkan ada pula di antara mereka yang rela menjadi budak sebagai tebusannya. 


Islam datang dengan pengaturan yang tegas atas praktik riba ini. Allah Swt. berfirman, "Karena kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang dahulu pernah dihalalkan, dan karena mereka sering menghalangi orang lain dari jalan Allah. Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah atau batil. Dan kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih." (TQS An-Nisa: 160-161)


Sesungguhnya, di dalam riba terdapat sembilan puluh sembilan pintu dosa. Dan yang paling ringan darinya adalah seumpama seorang anak lelaki yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jika perbuatan riba ini terus berulang pada diri manusia. Bagaimana kelak balasan Allah Swt. atas perbuatan ini. 


Aktivitas riba ini mengandung banyak kezaliman dan kemaksiatan. Dan setiap perbuatan maksiat apa pun yang manusia lakukan pasti akan ada efek buruk pada diri manusia itu sendiri. 


Sekolah sejatinya adalah wadah untuk belajar. Meraih sebanyak-banyaknya ilmu. Dan dengan ilmu pula bisa memperbaiki kehidupan generasi selanjutnya. 


Di era kapitalisme sudah sangat jarang orang yang memedulikan baik buruknya sumber nafkah. Kesulitan ekonomi dan kemerosotannya berpikir seseorang tentang agama membuatnya mengambil jalan pintas tanpa memandang halal dan haram. Padahal pendapatan dari sumber yang haram akan berdampak pada kehidupan yang jauh dari keberkahan.


Sebagai orang tua, kita wajib untuk menjaga anak-anak kita terutama penjagaan dalam akidah dan akhlak. Menyelamatkan buah hati dari aktivitas ribawi yang membahayakan dirinya, baik di kehidupan dunia maupun akhirat. Wallahualam bissawab. [EA-SJ/MKC]