Alt Title

Konsep Sanksi bagi Narapidana dalam Islam

Konsep Sanksi bagi Narapidana dalam Islam




Ada tiga pilar utama dalam penegakan hukum yang berfungsi dengan sempurna, yaitu 

ketakwaan individu, amar makruf nahi mungkar oleh masyarakat, serta penerapan sistem sanksi yang adil oleh negara

______________________________


Penulis Nurul Aini Najibah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada tanggal 17 Agustus lalu, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-79. Seluruh wilayah dari Sabang hingga Merauke dipenuhi dengan semarak perayaan kemerdekaan.

Hampir setiap daerah mengadakan berbagai kegiatan dan perlombaan untuk merayakan hari bersejarah ini, sebagai bentuk kebahagiaan mereka atas kemerdekaan Indonesia. Perayaan ini juga dirasakan oleh para narapidana, bahkan sangat dinantikan oleh mereka. Bagaimana tidak? Setiap tanggal 17 Agustus, para narapidana menerima hadiah kemerdekaan berupa remisi.

Pada Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly, mengumumkan bahwa sebanyak 176.984 narapidana dan anak binaan mendapatkan Remisi Umum (RU), dan Pengurangan Masa Pidana Umum (PMPU) untuk tahun 2024. Yasonna menyebutkan bahwa remisi ini bukanlah sebuah hadiah, melainkan bentuk apresiasi dari negara kepada narapidana yang telah menunjukkan prestasi, dedikasi, dan disiplin tinggi dalam mengikuti program pembinaan. Ia juga menjelaskan, dengan adanya remisi dan pengurangan masa pidana ini, pemerintah berhasil menghemat anggaran negara sekitar Rp274,36 miliar terkait biaya makan narapidana dan anak binaan. (metrotempo.com, 17/08/2024)

Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Remisi merupakan hak setiap narapidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Jika ditelisik lebih dalam, pemberian remisi kepada narapidana yang tercantum dalam undang-undang tersebut memang menunjukkan sisi kemanusiaan. Namun, hal ini juga semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak benar-benar serius dalam memerangi kasus kriminal. Negara seakan-akan memberikan peluang yang luas bagi para pelaku kriminal.

Di sisi lain, sungguh memalukan mengetahui bahwa salah satu alasan pemerintah memberikan remisi adalah untuk menghemat anggaran. Seharusnya, hubungan antara pemerintah dan rakyat tidak didasarkan pada asas manfaat semata. Sangat keliru jika di satu sisi pemerintah merasa terbebani dengan biaya hidup narapidana di rutan atau lapas. Namun, di sisi lain tetap membiarkan celah untuk tindak kriminal tetap ada.

Selain itu, pemberian remisi pada momen tertentu menunjukkan sistem hukum di negara ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Akibatnya, bentuk kejahatan semakin beragam, sadis, dan mengerikan. Jika dulu pembunuhan dilakukan dengan cara konvensional, sekarang banyak terjadi pembunuhan dengan cara mutilasi. Begitu pula dengan meningkatnya tingkat kriminalitas dan kejahatan seksual yang semakin mengerikan. Sistem hukum yang tidak memberikan efek jera ini menyebabkan hilangnya rasa takut di kalangan pelaku kejahatan, sehingga mereka merasa lebih berani untuk melakukan kejahatan yang lebih serius.

Meningkatnya jumlah kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini, termasuk yang dilakukan oleh mantan narapidana yang kembali melakukan tindak kejahatan, menunjukkan bahwa hukum saat ini tidak benar. Hukuman tampaknya hanya bersifat formalitas, sementara selama proses pembinaan, ada yang benar-benar bertobat, namun ada juga yang tidak. Hal ini terjadi karena hukum saat ini dibeli, atau pembinaan yang diberikan kurang tegas dan tidak konsisten.

Bahkan jika hukumannya sudah tegas dan berat, lingkungan kapitalisme tetap bisa membuat orang yang awalnya baik menjadi jahat dan orang yang telah bertobat kembali melakukan kesalahan. Sulitnya mencari nafkah dan mendapatkan pekerjaan, prinsip materialisme yang mengutamakan kekayaan, serta sikap yang membenarkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Selain itu, sekularisme yang menciptakan manusia yang serakah demi materi, semuanya berkontribusi pada masalah ini. Oleh karena itu, selama kapitalisme masih ada, kejahatan tidak akan pernah hilang. Para narapidana akan terus menghadapi kesulitan dalam hidup mereka, yang dapat membuka peluang bagi mereka untuk melakukan tindakan serupa.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam memiliki mekanisme khusus untuk mencegah dan memberantas kejahatan, sehingga tingkat kejahatan menjadi sangat rendah. Penerapan syariat Islam adalah kunci dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.

Ada tiga pilar utama dalam penegakan hukum yang berfungsi dengan sempurna, yaitu: ketakwaan individu yang mencegah perilaku kejahatan, amar makruf nahi mungkar oleh masyarakat yang memastikan setiap tindak kejahatan terdeteksi dengan cepat, dan pelakunya diberi peringatan untuk bertobat, serta penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas oleh negara.

Dalam hal pencegahan, selain ketakwaan individu, Islam juga memastikan kesejahteraan rakyat secara individu, baik melalui jaminan langsung maupun tidak langsung. Jaminan langsung berarti negara menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis, sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Sedangkan jaminan tidak langsung, negara menciptakan sebanyak mungkin lapangan kerja sehingga setiap pria dewasa dapat bekerja, dan memperoleh penghasilan untuk menafkahi keluarganya. Sementara itu, perempuan, anak-anak, dan lansia akan dinafkahi oleh pihak yang menjadi wali mereka.

Selain itu, negara juga menerapkan sistem pendidikan Islam yang menghasilkan individu beriman dan bertakwa, menjauhkan mereka dari kemaksiatan. Sistem ini memperkuat ketahanan internal individu untuk melawan hawa nafsu dan menghindari godaan melakukan kejahatan.

Pada aspek mengatasi tingkat kejahatan adalah penerapan sistem sanksi dan hukum yang tegas oleh negara. Sistem sanksi dalam Islam bersifat adil dan tanpa kompromi, tidak mengenal jual beli hukum. Oleh karena itu, remisi jelas bukanlah solusi yang sebenarnya. Setiap tindakan kejahatan akan dikenai sanksi yang tegas, baik berupa hudud, jinayah, takzir, maupun mukhalafat. Penjara bukanlah satu-satunya bentuk hukuman. Bahkan, jika penjara adalah hukuman yang dijatuhkan, tidak ada pengurangan dari masa hukuman yang sudah ditetapkan oleh hakim.

Sanksi yang tegas ini berfungsi sebagai jawabir (untuk menebus dosa di dunia agar tidak mendapatkan azab di akhirat), dan zawajir (untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa depan). Selain itu, dalam sistem yang berlandaskan ideologi Islam, semua hukum diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Setiap tindakan manusia memiliki hukum, seperti wajib, haram, sunnah, mubah, dan makruh. Dengan demikian, masyarakat akan diberi pemahaman mengenai hukum yang berlaku untuk setiap tindakan. Karena sesungguhnya, tiada hukum yang lebih baik selain hukum Allah.

Allah Swt. berfirman: “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah (5): Ayat 50)

Demikianlah, Islam dapat memberikan solusi sistemis untuk berbagai masalah kehidupan manusia. Tentu saja, keindahan penerapan hukum Islam hanya dapat terwujud jika didukung oleh sistem pemerintahan yang sejalan, yaitu sistem Islam.

Negara akan menjalankan tugasnya sesuai dengan tuntunan syariat berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Dengan sistem Islam yang sempurna, narapidana akan bertobat dengan tulus, dan masyarakat akan merasa hidupnya lebih tenang. Wallahualam bissawab. [SH/MKC]