Alt Title

Kontrasepsi untuk Remaja? Jangan ya, Dek, ya!

Kontrasepsi untuk Remaja? Jangan ya, Dek, ya!

 


Aktivitas yang memisahkan agama dari kehidupan tentu saja akan menimbulkan kemaksiatan

Aktivitas ini akan mengantarkan negeri ini ke jurang kenistaan

______________________________


Penulis Ummu Hanan 

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengkritik penerbitan peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah atau pelajar.


Dia menyesalkan terbitnya peraturan yang salah satunya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). (mediaindonesia.com, 4/8/2024)


Meskipun hal di atas sudah diklarifikasi oleh pihak Kementerian Kesehatan RI, bahwa usia remaja yang dimaksud tetap bagi remaja yang sudah menikah, namun dengan lahirnya peraturan di atas makin mengencangkan aroma liberalisasi negeri ini.


Pasalnya, legalisasi alat kontrasepsi secara real memfasilitasi usia remaja dan sekolah untuk dapat melakukan aktivitas seksual dengan aman. Meskipun yang dimaksud dengan PP UU Kesehatan di atas adalah klaim aman dari gangguan kesehatan akibat seks bebas yang tentu saja jauh dari "aman" secara syariat.


BKKBN mencatat bahwa 60 persen remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual, 20 persen remaja usia 14-15 tahun, dan 20 persen remaja usia 19-20 tahun juga melakukan hal yang sama.


Hal di atas menyebabkan RI nekat membuat aturan penggunaan alat kontrasepsi di usia remaja. Padahal keputusan gegabah ditekennya aturan tersebut jelas mengantarkan negeri ini pada predikat liberal.


Bukannya menyetop aktivitas seks bebas remaja yang makin subur di negeri ini, PP UU Kesehatan terkait penggunaan alat kontrasepsi bagi usia remaja justru memfasilitasi keberlangsungan seks bebas remaja RI.


Tentu saja, undang-undang sekuler dan liberal akan lahir dari sistem yang juga sekuler dan liberal. Negara dengan sistem kapitalis sekuler liberal sudah pasti akan menelurkan sederet peraturan yang jauh dari agama.


Aktivitas yang memisahkan agama dari kehidupan tentu saja akan menimbulkan kemaksiatan dan mengantarkan negeri ini ke jurang kenistaan. Seks bebas apalagi di usia remaja tentu akan mengantarkan efek lanjutan seperti aborsi, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan penelantaran anak akibat ketidaksiapan mereka dalam berumah tangga.


Hal-hal di atas memang wajar timbul dalam sistem yang bebas dan tidak mau terikat oleh peraturan syariat. Apalagi sistem pendidikan yang digunakan dalam sistem ini juga sistem pendidikan sekuler.


Sistem pendidikan yang diterima anak-anak dalam sistem kapitalis yang sekuler dan serba bebas hanya menuntut anak didiknya menghasilkan nilai dan prestasi duniawi, tanpa mendidik anak dengan kewajiban untuk patuh pada Rabb mereka.


Tentunya, hal-hal di atas tidak akan terjadi dalam sistem pemerintahan Islam. Sistem Islam dalam sektor pendidikan akan menguatkan akidah peserta didik, sehingga mereka mampu membedakan benar dan salah sesuai dengan rida Allah Swt..


Tujuan pendidikan dalam sistem Islam tentunya adalah mewujudkan kepribadian Islam pada peserta didik, sehingga sikap yang sesuai dengan tuntunan syarak akan terbentuk dari pemahaman aqliyah dan nafsiyah dalam sistem pendidikan Islam.


Sistem pendidikan Islam juga bertanggung jawab untuk memberikan edukasi seputar aktivitas hubungan pria dan wanita, yang juga tentunya akan melibatkan peran orang tua dan media. Alhasil, para remaja akan memahami bagaimana hubungan pergaulan antara pria dan wanita tersebut diatur dalam Islam.


Selain itu, Islam juga akan memberlakukan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan. Sanksi ini adalah sebagai jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pembuat jera). Alhasil, secara alami kemaksiatan akan dihindari dan tidak terjadi lagi di tengah-tengah masyarakat. Wallahualam bissawab. [SJ]