Alt Title

Legalisasi Aborsi Korban Rudapaksa, Solusi Pragmatis Sistem Sekuler

Legalisasi Aborsi Korban Rudapaksa, Solusi Pragmatis Sistem Sekuler

 


Selama ini, praktik aborsi di negeri mayoritas muslim ini memang dilarang

Faktanya pelaku aborsi tetap menjamur secara ilegal

___________________________


Penulis Nina Marlina, A.Md

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kejahatan rudapaksa, atau perkosaan masih terus menghantui perempuan di sistem yang rusak ini. Ancaman rudapaksa seolah membuat perempuan tidak aman di mana pun berada. Sebagai salah satu solusi untuk korban rudapaksa, pemerintah mengeluarkan peraturan terkait kebolehan aborsi bagi mereka. 


Dikutip dari laman Tirto.id, 30/07/2024, Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan, dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan, atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.


Dalam PP ini disebutkan, kedaruratan medis harus diindikasikan dengan kehamilan yang mengancam nyawa, kesehatan ibu, dan kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak bisa diperbaiki, sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan. Sementara kehamilan akibat tindak pidana perkosaan harus dapat dibuktikan, dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan.


Dikutip dari Pasal 119, pelaksanaan aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut, yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan. Selain itu, dalam proses pelayanannya harus diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan. 


Sementara itu, dalam laman Media Indonesia.com, 01/08/2024. Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Ia menjelaskan aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban rudapaksa, dan usia kehamilan sebelum 40 hari, atau sebelum peniupan ruh. Ia pun mengatakan bahwa Ulama sepakat tidak boleh dilakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh, dan usia kehamilan di atas 120 hari.


Dalam fatwa Nomor 1/MUNAS VI/MUI/2000 tercantum bahwa melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkh al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Sesungguhnya, melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh, hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis, atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat Islam. Diharamkan kepada semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan aborsi. 


Sistem Sekuler, Akar Masalah Maraknya Rudapaksa

Kehamilan tidak diinginkan dari korban rudapaksa tentu berdampak buruk baik secara fisik maupun psikologis. Terlebih bagi korban yang masih terkategori anak-anak. Tentu menjadi dilema bagi mereka antara melakukan aborsi, atau tidak.

 

Kebolehan aborsi untuk korban rudapaksa yang hamil dalam PP 28/2024 dianggap sebagai salah satu solusi untuk korban rudapaksa. Padahal sejatinya tindakan aborsi akan menambah beban korban, karena tindakan aborsi meski legal tetap berisiko, seperti terjadinya pendarahan, infeksi, dan trauma psikologis. Apalagi jika tidak ditangani oleh dokter. 


Tidak menutup kemungkinan, aturan ini akan disalahgunakan oleh para oknum untuk melegalkan aktivitas aborsi karena pergaulan bebas dengan dalih safe abortion (aborsi yang aman). Selama ini, praktik aborsi di negeri mayoritas muslim ini memang dilarang. Namun, faktanya pelaku aborsi tetap menjamur secara ilegal. Hal ini terjadi karena pergaulan bebas, dan banyaknya klinik-klinik yang memfasilitasi aborsi ini.

 

Adanya kasus rudapaksa di negeri ini sejatinya juga menunjukkan, bahwa negara tidak mampu memberi jaminan keamanan bagi perempuan, bahkan meski sudah ada UU TPKS. Oleh karena itu, negara harus mengupayakan pencegahan, dan jaminan keamanan yang kuat atas perempuan. 


Tindakan rudapaksa sering terjadi, karena hari ini marak tersebar pornografi, dan pornoaksi. Khususnya di internet, dan media sosial yang dengan sangat mudah diakses. Sungguh sistem sekularisme yang rusak, yang telah menjauhkan agama dari kehidupan ini telah menimbulkan kerusakan pula. Selain itu saat pondasi iman lemah, maka pelaku akan nekat melakukan tindakan bejat tersebut.


Perempuan Terjaga dengan Islam 

Islam adalah agama yang sangat memuliakan perempuan, sehingga memberikan jaminan keamanan yang besar kepada mereka. Hal ini direalisasikan dengan beberapa hal. 


Pertama, diterapkannya sistem sosial, atau pergaulan Islam. Islam akan mencegah interaksi bebas antara laki-laki, dan perempuan seperti aktivitas khalwat (berdua-duaan), atau ikhtilat (campur baur), dan aktivitas lain yang bisa mendekati perzinaan. 


Kedua, diterapkannya sistem pendidikan Islam sehingga mampu membentuk individu berkepribadian Islam, yaitu menjadikannya berpikir, dan berperilaku sesuai tuntunan Islam, sehingga dapat mencegah dirinya dari pergaulan bebas. 


Ketiga, penerapan sistem sanksi yang tegas, dan menjerakan. Bagi pelaku rudapaksa yang terkategori muhsan (sudah menikah) akan dikenai sanksi rajam, atau dilempari batu sampai mati. Untuk ghair muhsan (belum menikah) dicambuk 100 kali, dan diasingkan selama 1 tahun. Sementara bagi korban rudapaksa akan diberikan perlindungan oleh negara, termasuk agar sembuh dari trauma psikologisnya. 


Adapun dalam Islam hukum aborsi itu sendiri adalah haram, kecuali ada kondisi-kondisi khusus yang dibolehkan syarak seperti mengancam jiwa sang ibu. Negara pun akan mencegah, dan menindak tegas klinik-klinik yang memfasilitasi praktik aborsi. 


Demikianlah begitu besarnya perlindungan Islam kepada kaum perempuan. Jika saja sistem ini tegak, tentu akan mampu memberikan keamanan, serta kebaikan kepada kaum perempuan, dan umat secara umum. Wallahualam bissawab. (SH-GSM/MKC)