Legalisasi Zina Menghancurkan Generasi
OpiniKerusakan sosial seperti perzinaan tidak bisa dicegah hanya dengan tausiah dan doa,
melainkan harus dengan penerapan syariat Islam secara kafah di tengah masyarakat
Penulis Aning Juningsih
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di penghujung masa jabatannya, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kebijakan ini memicu reaksi yang beragam, khususnya karena dalam Pasal 103 ayat (4) disebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi, selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, dan konseling, juga mencakup tersedianya alat kontrasepsi bagi remaja usia sekolah (bahkan di sekolah). (Tribunnews.com, 5/8/24)
Beberapa pihak menganggap keputusan ini terlalu berlebihan. Abdul Fikri Faqih, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, menilai bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sesuai dengan prinsip pendidikan nasional yang mengedepankan budi pekerti dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
Melalui Ketua DPP PUI Bidang Pendidikan, Dr. Wido Supraha, M.Si., PUI menuntut pemerintah untuk membatalkan PP No. 28/2024. PUI (Persatuan Umat Islam) menolak peraturan ini karena dianggap mengandung pemikiran trans-nasional yang mendukung seks bebas, yang sangat berbahaya bagi generasi muda.
Dengan diterbitkannya peraturan ini, disadari atau tidak, telah terjadi normalisasi perzinaan di kalangan remaja dan pelajar. Banyak remaja kini menganggap hubungan seks sebelum menikah sebagai hal yang wajar. Maret lalu, Dr. Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), melaporkan peningkatan persentase remaja berusia 15-19 tahun yang melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya, dengan 74 persen di antaranya adalah remaja perempuan.
Perempuan umumnya melakukan pernikahan pada usia 22 tahun, sayangnya untuk hubungan seksual ternyata dimulai pada usia 15-19 tahun. Jadi angka perzinaan meningkat. Ini menjadi PR bagi kita semua lapisan masyarakat.
Selain itu, remaja Indonesia juga rentan terlibat dalam jaringan prostitusi. Pada bulan Juli lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ratusan ribu transaksi mencurigakan terkait prostitusi anak, dengan melibatkan 24.049 anak di bawah 18 tahun dan 130.000 transaksi dengan total mencapai Rp127 miliar.
Penerbitan PP No. 28/2024 ini adalah ciri khas ideologi sekularisme-liberalisme, yang menjamin kebebasan individu termasuk dalam hal hak reproduksi, salah satunya adalah seks di luar nikah. Untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual, masyarakat didorong dan difasilitasi dengan penyediaan alat kontrasepsi.
Namun, langkah ini nyatanya bisa menjebak masyarakat, khususnya para siswa yang berusia remaja, ke dalam lembah kegelapan yang dapat menghancurkannya.
Sebagian orang berpendapat bahwa penyediaan alat kontrasepsi lebih baik daripada pernikahan dini yang sering berakhir dengan perceraian. Namun, pandangan ini salah. Islam mendorong pemuda untuk menikah demi menjaga pandangan dan kehormatan mereka.
Rasulullah saw. bersabda, "Wahai para pemuda, siapa yang mampu menikah, hendaklah dia menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Tetapi siapa yang belum mampu, hendaklah dia berpuasa, karena puasa adalah pengekang nafsu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam adalah ideologi yang benar, yang mampu menyelesaikan segala masalah kehidupan termasuk perzinaan. Dalam Islam, zina adalah dosa besar. Imam Asy-Syaukani menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai zina sebagai dosa besar.
Allah Swt. berfirman: "Orang-orang yang tidak menyembah Tuhan lain bersama Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa melakukan itu, niscaya dia mendapat dosa." (TQS. Al-Furqan 25: 68)
Menurut Imam Al-Qurthubi, "Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kekufuran selain membunuh tanpa alasan yang benar, kemudian berzina."
Allah juga berfirman, "Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (TQS. Al-Isra' 17: 32)
Zina dalam Islam membawa bencana, seperti merusak nasab, menimbulkan aborsi dan pembuangan bayi, menyebarkan penyakit kelamin, serta menghancurkan keluarga.
Oleh karena itu, Islam mengharamkan zina dan mengancam pelakunya dengan hukuman berat, berupa 100 kali cambuk bagi yang belum menikah dan rajam sampai mati bagi yang sudah menikah. Hukuman ini efektif mencegah orang dari melakukan zina.
Islam menetapkan pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk membangun keluarga dan memenuhi kebutuhan biologis. Pernikahan mendatangkan pahala dan menjaga keharmonisan masyarakat. Maka sangat aneh jika ada upaya untuk membuka pintu perzinaan dengan alasan menjaga kesehatan reproduksi.
Untuk menjalankan tugas dengan baik, dalam Islam, mereka yang ingin menikah harus dibekali dengan ilmu agama, agar rumah tangga mereka menjadi mawaddah wa rahmah.
Kaum muslim harus sadar bahwa kerusakan sosial saat ini adalah akibat penerapan ideologi sekularisme-liberalisme. Dalam negara sekuler-liberal, pornografi dibiarkan merajalela, yang mendorong terjadinya berbagai kejahatan sosial. Campur baur antara pria dan wanita tanpa hijab menyebabkan perzinaan, dan tidak ada sanksi untuk mencegahnya.
Kerusakan sosial seperti perzinaan tidak bisa dicegah hanya dengan tausiah dan doa, melainkan harus dengan penerapan syariat Islam secara kafah di tengah masyarakat. Hanya dengan itu semua masalah akan terselesaikan. Wallahualam bissawab. [SJ/MKC]