Alt Title

Liberalisme Makin Menjadi dengan Pemberian Alat Kontrasepsi

Liberalisme Makin Menjadi dengan Pemberian Alat Kontrasepsi

 


Seks bebas memiliki banyak dampak, salah satunya adalah hamil di luar nikah

Akibat seks bebas, dispensasi nikah meningkat tujuh kali lipat sejak 2016

_________________________


Penulis Bunda Hanif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. PP ini mengatur banyak hal, salah satunya tentang penyediaan alat kontrasepsi pada usia anak, dan sekolah.


Tentu saja peraturan tersebut menuai kontroversi. Sebab dalam PP tersebut hanya menjelaskan usia sekolah, dan remaja, tidak ada penyebutan pemberian kontrasepsi berlaku hanya untuk pasangan halal. 


Dalam pasal 104 ayat (2)  huruf b perihal frasa “perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab” meski ditujukan untuk usia dewasa, di antaranya pasangan usia subur, dan kelompok berisiko, tetapi tidak dijelaskan kriteria usia pasangan subur itu seperti apa. Kalau kita tafsirkan secara bebas, usia remaja juga termasuk kategori usia subur. 


Dalam pasal tersebut, juga tidak dijelaskan pasangan yang dimaksud apakah suami istri, atau bukan. Apakah ini sama artinya dengan melegalisasi hubungan seksual sebelum menikah asal aman, dan bertanggung jawab? Jika demikian, berarti negara memfasilitasi perilaku zina di kalangan generasi muda.


Kondisi generasi kita sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Bahkan sudah sampai tahap yang mengkhawatirkan. Dan sebenarnya penguasa negeri ini pun sudah memahaminya. Hubungan seksual di kalangan remaja sudah membudaya. Berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada 2017, BKKBN mengungkap bahwa 60% remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan usia 19-20 tahun 20%. (Muslimahnews.com, 7/8/2024)


Seks bebas memiliki banyak dampak, salah satunya adalah hamil di luar nikah. Akibat seks bebas, dispensasi nikah meningkat tujuh kali lipat sejak 2016. Data Pengadilan Agama pada 2022 menunjukkan bahwa, dispensasi nikah yang dikabulkan hakim mencapai 52.338 dengan angka tertinggi berasal dari Jawa Timur, yakni sebanyak 29,4% atau 15 ribu.  Sebanyak 191 pelajar di Ponorogo meminta dispensasi nikah dini karena hamil di luar nikah pada 2023. Fakta yang sama terjadi di daerah lainnya. Miris bukan? (Muslimahnews.com, 7/8/2024)


Belum lagi dampak lainnya yang ditimbulkan akibat seks bebas yakni meningkatnya kasus HIV AIDS. Jika sudah demikian, bagaimana nasib masa depan bangsa ini, jika generasi sudah makin rusak?


Mindset pemerintah dalam menyolusi perilaku seks bebas di kalangan pelajar, dan remaja beraroma liberalisme sekularisme. Kehidupan sekuler telah menjadikan perbuatan yang haram dianggap halal, contohnya pacaran. Aktivitas pacaran tidak dianggap perbuatan tercela, dan maksiat. Yang memilih tidak pacaran dianggap kuno, ketinggalan zaman, dan label-label negatif lainnya. Bahkan orang tua tidak mempermasalahkan jika anaknya berpacaran, justru mereka bingung jika anaknya tidak memiliki pacar. Sekularisme telah menjadikan manusia jauh dari aturan agama dalam kesehariannya. 


Selain sekularisme, paradigma liberalisme juga telah menghancurkan tatanan kehidupan. Pada sistem liberalisme, kehidupan, dan perbuatan manusia bebas diatur sesuai kehendak manusia. Halal, dan haram tidak dijadikan tolok ukur dari setiap perbuatan, tetapi berkiblat pada nilai kebebasan. Alhasil, kemaksiatan dinormalisasi, dan aturan Islam makin terasing dari kehidupan manusia khususnya remaja. 


Penerbitan PP 28/2024 makin menegaskan status Indonesia sebagai negara sekuler yang memaklumi, dan menormalkan zina atas nama kebebasan berperilaku. Sungguh, negeri ini berada di ambang kehancuran generasi akibat rusaknya moral generasi, dan pejabat negeri ini yang tiada henti membuat aturan-aturan sekuler, dan liberal. 


Meskipun mayoritas penduduknya muslim, tetapi aturan yang dipakai sangat jauh dari Islam, dan lebih memilih menggunakan aturan manusia. Inilah yang disebut sekularisme. Begitupun dengan pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini, tidak menghasilkan generasi bertakwa, dan berkepribadian Islam.


Inilah penyebab utama seks bebas makin marak di kalangan remaja, dan pelajar. Solusi yang seharusnya diberikan bukanlah kampanye sex education ala sekularisme, atau penyediaan alat kontrasepsi. Namun, harus dipastikan bahwa akar masalah seks bebas, yaitu liberalisme sekularisme tidak boleh menjadi pandangan hidup yang pada akhirnya melahirkan kebijakan sekuler liberal.


Upaya apa pun yang dilakukan jika problem utamanya tidak dicabut hingga ke akar-akarnya, pasti sia-sia. Ibarat mematikan api dalam sekam. Perilaku remaja tidak kunjung membaik, malah makin merajalela bagaikan bola liar yang terus menggelinding tanpa henti. 


Bagaimana solusi Islam dalam mencegah dan menangani liberalisasi perilaku pelajar, dan remaja?


Di dalam Islam, negara memiliki peran sebagai raa'in yaitu melayani, dan mengurusi setiap urusan masyarakat, termasuk dalam membina moral masyarakat. Semua aspek yang berpotensi merusak moral, dan akhlak individu akan dicegah melalui penerapan syariat Islam secara kafah. Mulai dari sistem pendidikan, pergaulan, pengelolaan media hingga sistem sanksi. Islam memiliki aturan dalam mewujudkan kehidupan yang Islami, dan membentuk generasi mulia, di antaranya :


Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan adalah membentuk individu berkepribadian Islam yang memiliki pola pikir, dan pola sikap yang sesuai dengan Islam. Untuk mewujudkan semua itu tentu saja dengan menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Dengan kurikulum tersebut, peserta didik akan memiliki standar nilai, dan perbuatan yang baku, bersumber dari syariat Islam. 


Kedua, menerapkan sistem pergaulan berdasarkan syariat Islam. Setiap pelaku kemaksiatan akan dikenai sanksi tegas. Aktivitas amar makruf nahi munkar terlihat kental dalam keseharian masyarakatnya. Masyarakat saling menasihati, dan mencegah siapa saja yang berbuat maksiat, serta kemungkaran. Masyarakat memiliki standar untuk menilai perbuatan yakni halal, dan haram yang sudah Allah tetapkan dalam syariat Islam. 


Ketiga, memasifkan edukasi seputar tata pergaulan dalam Islam. Di antaranya dengan kewajiban menutup aurat, dan berhijab syar’i, larangan berzina, ber-khalwat (berduaan dengan non mahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), larangan eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja, larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa disertai mahram. 


Keempat, memberi sanksi yang sangat tegas kepada pelaku maksiat berdasarkan syariat Islam. Sebagai contoh, pelaku zina dicambuk 100 kali jika belum menikah. Bagi yang sudah menikah, diganjar dengan hukuman rajam. Dengan sanksi yang demikian, siapa pun akan berpikir ribuan kali sebelum berzina. Tidak seperti saat ini, justru pelaku zina akan dinikahkan jika terjadi kehamilan di luar nikah. 


Islam sangat tegas melarang setiap perbuatan yang mendekati zina, dan zina itu sendiri. Setiap perbuatan manusia harus dinilai dengan paradigma syariat Islam. Islam adalah agama yang sempurna, dan memiliki sistem sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan secara menyeluruh. 


Seperti firman Allah Swt., “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al-Baqarah: 208) Wallahualam bissawab. (SH-GSM/MKC)